Melemah Lebih dari 9% Sepanjang 2022, Analis Sebut Kurs Rupiah Tergolong Undervalue



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) alias USD menguat 0,39% ke Rp 15.657 pada perdagangan Kamis (29/12). Akan tetapi, secara year to date, kurs rupiah sudah melemah 9,94% dibanding akhir tahun 2021 yang berada di Rp 14.424 per dolar AS.

Analis DCFX Futures Lukman Leong menilai, pelemahan rupiah yang terjadi pada tahun 2022 sebenarnya tidak fundamental. Pelemahan ini lebih disebabkan oleh sentimen kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi yang berlebihan.

Selain itu, respons Bank Indonesia (BI) atas kenaikan suku bunga bank sentral AS The Fed yang agresif juga terlalu lambat. Malahan, BI menaikkan suku bunga di saat inflasi sudah mulai mereda.


Baca Juga: Simak Prediksi Rupiah di Perdagangan Terakhir Tahun Ini, Jumat (30/12)

"Usaha BI untuk menguatkan rupiah dengan menaikkan suku bunga namun timing yang kurang tepat ini memicu sentimen negatif," kata Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (29/12).

Sebagai pengingat, The Fed tercatat sudah tujuh kali menaikkan suku bunganya sepanjang tahun ini sejak Maret 2022. Total kenaikannya mencapai 425 basis points (bps) sehingga suku bunga The Fed terkerek dari kisaran 0%-0,25% menjadi 4,25%-4,50% per pertemuan Desember 2022.

Sementara itu, BI baru menaikkan suku bunga acuannya sebanyak lima kali sejak Agustus 2022. Suku bunga acuan BI meningkat sebanyak 200 bps, dari 3,5% menjadi 5,50% setelah pertemuan Desember 2022.

Baca Juga: Loyo Lagi, Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 15.731 Per Dolar AS Pada Kamis (29/12)

Padahal, menurut Lukman, dari sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan rekor surplus neraca perdagangan yang berkelanjutan, kurs rupiah idealnya berada di bawah Rp 15.000 per dolar AS. Oleh sebab itu, rupiah yang saat ini berada di Rp 15.657 per dolar AS tergolong undervalue.

Sementara itu, Chief Economist Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian berpendapat pelemahan rupiah pada tahun ini tergolong wajar. Hal ini sejalan dengan adanya penurunan yield differential antara Indonesia dan AS serta meningkatnya inflasi.

Editor: Noverius Laoli