KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat pada 2014, pasar modal Indonesia mengalami berbagai dinamika yang signifikan. Pasar modal di tangan Jokowi dipenuhi oleh sejumlah tantangan, baik secara global maupun dalam negeri. Berdasarkan riset Kontan, jumlah emiten tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai 939 perusahaan atau bertambah 486 emiten dalam 10 tahun terakhir. Jumlah investor pasar modal (single investor identification/SID) pun tembus 14 juta SID. Sejalan dengan bertambahnya jumlah emiten, nilai
market cap BEI juga terus meningkat. Nilai kapitalisasi pasar tertinggi secara tahunan diraih pada tahun 2024 yaitu Rp 12,967 triliun.
Baca Juga: 10 Tahun Jokowi, Pasar Modal Indonesia Sempat Terguncang Kasus Jiwasraya dan Asabri Rekor nilai IPO terbesar dicatatkan oleh Bukalapak.com (
BUKA) dengan nilai emisi Rp 21,9 triliun. Total nilai IPO di BEI dalam 10 tahun yang diraih 486 emiten adalah Rp 233,32 triliun. Pada tahun 2022 dan 2023, dua emiten di BEI menembus nilai kapitalisasi pasar di atas Rp 1.000 triliun. Dua emiten tersebut adalah PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN). Walaupun jumlah saham baru meningkat, tapi jumlah saham tidur atau gocapan juga semakin banyak. Per 18 Oktober 2024, ada 74 saham yang tercecer di zona gocap (antara Rp 50-Rp 59 per saham). Sedangkan jumlah saham yang harganya berada di bawah Rp 50 (Rp 1-Rp 49) ada sebanyak 20 saham. Jumlah ini jauh berbeda dari total saham gocap pada tahun 2014 silam, yang sebanyak 23 saham.
Baca Juga: 10 Tahun Jokowi IHSG Naik 51,31%, Era SBY Naik 489,29%, Ini Kata Analis Pada akhir perdagangan Jumat (18/10), Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) menutup masa kepemimpinan Jokowi dengan menguat 0,32% ke level 7.760,06. Selama 10 tahun pemerintahan Jokowi IHSG sudah menguat sekitar 2.720 poin atau meningkat 53,96%.
Kualitas & Kuantitas Emiten Meskipun ada peningkatan jumlah emiten dan investor selama pemerintahan Jokowi, kualitasnya masih menjadi pertanyaan. Sederet skandal terkait manipulasi saham, seperti kasus Benny Tjokro dan Heru Hidayat juga menjadi catatan hitam dalam pasar modal Indonesia. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa meskipun secara kuantitas ada peningkatan, kualitas
Good Corporate Governance (GCG) masih belum memadai. Director PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk (
RELI) Reza Priyambada berharap ada peningkatan kualitas perusahaan yang terdaftar di BEI sehingga otoritas tidak hanya mengejar kuantitas semata.
Baca Juga:
IHSG Melesat 53,95% di 10 Tahun Pemerintahan Jokowi "Untuk penerapan GCG ini yang jelas masih ada pekerjaan rumah. Terutama untuk kasus-kasus di pasar modal yang belum terselesaikan," kata Reza kepada Kontan, Sabtu (19/10). Di samping itu banyak emiten-emiten kecil masuk bursa cenderung menjadi saham gorengan dalam 10 tahun terakhir. Kondisi ini dinilai dapat merugikan para investor ritel. Reza bilang, dari sisi sekuritas sebagai Penjamin Emisi Efek tentunya harus selektif memilih calon-calon emiten yang dibawanya benar memiliki kinerja dan prospek yang baik bukan sekedar polesan laporan keuangan.
Editor: Noverius Laoli