Melihat Bagaimana Negara-negara Pulau di Pasifik Berusaha Meredam Wabah Corona



KONTAN.CO.ID - DW. Virus corona menyebar diam-diam dengan cepat ke seluruh penjuru dunia. Tetapi beberapa negara hingga kini terhindar dari krisis berat, misalnya kebanyakan negara pulau yang tersebar di Samudra Pasifik. Bagaimana mereka melakukannya?

Tentu saja, kondisi geografis sangat membantu. Jarak fisik yang saling berjauhan dari negara lain, ditambah dengan respons cepat pada tahap-tahap awal pandemi, tampaknya telah berhasil mengisolasi negara-negara pulau di Pasifik dari pandemi Covid-19. Negara-negara seperti Palau, Tuvalu, Kepulauan Marshall, Negara Federasi Mikronesia, Kiribati, Nauru, Kepulauan Solomon, Tonga dan Vanuatu hingga kini terhindar dari krisis.

"Ada sejumlah alasan mengapa negara-negara ini dapat menghindari infeksi, tetapi yang terbesar adalah mereka diberkahi oleh isolasi geografis," kata Sheldon Yett dari Badan Anak-Anak PBB UNICEF, yang bertugas di 14 negara pulau di Pasifik.


Kapal induk AS jadi "hot spot” di Pasifik

"Mereka juga sangat cepat melakukan pembatasan, kemudian memberlakukan larangan penerbangan komersil masuk, termasuk juga lalu lintas kapal. Artinya, sangat sulit bagi siapa saja yang mungkin memiliki virus untuk sampai ke tempat-tempat ini," kata Sheldon Yett, sambil menambahkan bahwa motivasi pemerintahan di pulau-pulau tersebut "sangat sederhana” dan tidak muluk-muluk.

Tapi ada beberapa pulau yang tidak mampu mencegah penyakit itu, misalnya Fiji, yang melaporkan sejumlah kasus, dan Guam, yang melaporkan jumlah signifikan dan menjadi salah satu "hot spot” di Pasifik.

Sebagian besar dari kasus-infeksi di Guam berasal dari kapal induk AS, USS Theodore Roosevelt, yang merapat di Guam, setelah hampir 1200 awak kapalnya dikonfirmasi terkena Covid-19, dari total 5.680 awak kapal.

Belajar dari pengalaman

Sheldon Yett percaya, pemerintahan negara-negara Pasifik bertindak cepat karena mereka masih memiliki ingatan segar tentang penyakit lain yang telah menghantam komunitas mereka sebelumnya. Papua Nugini misalnya, selama setahun terakhir berjuang keras melawan wabah malaria dan TBC yang resistan terhadap obat. Selain itu masih ada wabah-wabah lain seperti demam berdarah.

Namun wabah terburuk di Pasifik adalah wabah campak di Samoa, Agustus tahun lalu. Seorang penumpang yang datang dengan penerbangan dari Selandia Baru ternyata membawa penyakit campak, tanpa terdeteksi. Penyakit ini menyebar dengan cepat di Samoa dan baru dapat dikendalikan pada Januari tahun ini. Diperkirakan sekitar 5.520 orang telah terinfeksi - hampir 3% dari seluruh populasi - dan 83 orang telah meninggal.

Menghadapi pandemi corona, orang Samoa masih ingat betul wabah campak, kata Sheldon Yett. Jadi bagi mereka, kebutuhan menjaga jarak aman, mengenakan pelindung wajah, menutup sekolah dan bisnis, tetap tinggal di rumah dan membatasi kontak sosial bukan hal yang asing. Selain itu, mereka juga sudah mengenal langkah-langkah higienis untuk mencegah penyebaran virus.

Pembatasan dan program pendidikan 

"Kami mengalami masa yang sangat sulit dengan wabah campak, jadi ketika saya mendengar tentang virus baru ini, yang secara khusus menyebabkan penyakit paru-paru kronis atau masalah pernapasan, saya tahu kami harus bertindak cepat," kata Dr. Leausa Naseri, Direktur Jenderal Kesehatan Samoa.

"Kami yang paling cepat mengeluarkan peringatan perjalanan, pada 20 Januari lalu, dan langsung melarang penerbangan masuk dari Selandia Baru, Australia, Fiji, dan AS," katanya kepada DW. Selain pembatasan perjalanan, pemerintah Samoa juga melancarkan program edukasi kesehatan melalui media sosial, pusat-pusat komunitas dan gereja. Kapal-kapal yang membawa barang-barang kebutuhan dasar ke Samoa diperiksa dengan ketat di bawah peraturan karantina.

Sheldon Yett mengatakan, sangat beruntung bahwa begitu banyak pulau di Pasifik yang berhasil mencegah penyebaran virus corona. "Ini sangat penting, mengingat betapa rentannya banyak komunitas di sini," jelasnya. Fasilitas layanan kesehatan seringkali sangat terbatas, dengan hanya sedikit tempat untuk perawatan intensif, apalagi ventilator dan dokter terlatih yang sangat dibutuhkan jika infeksi meluas.

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti