KONTAN.CO.ID - “Indonesia tidak bersinar dengan obor besar di Jakarta, namun Indonesia bersinar dengan lilin di desa-desa” – Mohammad Hatta. Pernyataan Wakil Presiden Pertama RI Mohammad Hatta menunjukkan bahwa desa mempunyai peranan penting dalam pembangunan negara. Bukan karena sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan, namun karena desa mempunyai kontribusi yang besar terhadap stabilitas negara. Desa mempunyai sumber daya alam seperti tanah, air dan lahan pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan. Pemanfaatan sumber daya tersebut dapat meningkatkan perekonomian desa dan masyarakat desa, yang pada akhirnya mengarah pada terwujudnya cita-cita nasional yang diartikulasikan oleh sila kelima Pancasila: “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Pembangunan desa merupakan bagian dari kontinum pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan serangkaian prakarsa pembangunan berkelanjutan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat. Untuk itu, pemerintah menyadari pentingnya pembangunan di tingkat desa melalui dana desa sebagaimana diatur dalam UU Desa Nomor 6 Tahun 2014.
Tujuan dana desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan desa dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, pemajuan perekonomian desa, penghapusan perbedaan pembangunan desa dan penguatan masyarakat desa sebagai tujuan pembangunan. Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan salah satu bentuk pengakuan atau penghargaan negara terhadap Desa. Menurut Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), dana desa merupakan bagian dari Transfer ke Daerah (TKD) yang bertujuan untuk memberikan desa pendanaan yang memudahkan penyelenggaraan negara dan pembangunan, pemberdayaan masyarakat setempat, dan kemasyarakatan. Dana desa dialokasikan dengan mempertimbangkan pemerataan dan keadilan yang dihitung berdasarkan kinerja desa, jumlah desa, jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, wilayah dan kesulitan geografis. Pemanfaatan dana desa untuk percepatan pembangunan dan penguatan masyarakat desa dipastikan mempunyai
outcome yang jelas dan terukur dengan menetapkan target tahunan penggunaan dana desa sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan dalam UU APBN dan harus membuahkan hasil. Perkembangan Dana Desa Dana desa pertama kali disalurkan pada tahun 2015 sebesar Rp 20.766,2 miliar, kemudian diperluas menjadi Rp 70.000 miliar pada tahun 2023. Perkembangan dana desa periode 2019-2023 meningkat rata-rata 0,04 persen dari Rp 69.814,1 miliar menjadi menjadi Rp 69.930,0 miliar pada prospek tahun 2023.
Sebagai perbandingan, rata-rata dana desa yang diterima setiap desa juga meningkat dari Rp 931,4 juta per desa pada tahun 2019 menjadi Rp 933,9 juta per desa pada tahun 2023. Selain itu, jumlah desa penerima dana desa meningkat dari 74.953 desa pada tahun 2019 menjadi 74.954 desa pada tahun 2023. Anggaran Dana Desa APBN tahun 2024 mencapai Rp 71.000 miliar, meningkat Rp 1.070 miliar atau 1,5 persen dibandingkan perkiraan tahun 2023. Luky Alfirman, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, mengatakan saat ini negara menyalurkan dana desa tahun anggaran 2024 ke 75.259 desa. Hapus Kemiskinan Ekstrem di Indonesia Sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden no. 4 Tahun 2022, anggaran Dana Desa tahun 2024 bertujuan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan ekstrim di Indonesia. Tiga strategi utama untuk mengurangi kemiskinan ekstrem antara lain mengurangi beban belanja pemerintah melalui program bantuan sosial, jaminan sosial, subsidi, serta kebijakan stabilisasi harga yang dapat mengurangi beban belanja publik.
Meningkatkan pendapatan masyarakat melalui peningkatan produktivitas dan pemberdayaan masyarakat melalui program Padat Karya Tunai Desa (PKTD) dan pengentasan kemiskinan, termasuk penyediaan layanan dasar seperti akses terhadap perbaikan infrastruktur pendidikan, dan layanan kesehatan; serta infrastruktur sanitasi yang baik untuk air minum. “Saat ini yang menjadi prioritas utama negara adalah mengatasi kemiskinan ekstrim, maka kami sampaikan kepada desa-desa ini agar kalian juga harus mengalokasikan dana untuk mengatasi kemiskinan ekstrim di desa kalian”, kata Luky Alfirman. Kebijakan penggunaan dana desa juga bertujuan untuk mempercepat pengurangan stunting di desa. Langkah pertama adalah tindakan promosi dan pencegahan yang diputuskan oleh kewenangan desa dalam musyawarah desa untuk mencegah dan mengurangi stunting. Selain itu, laporan tahun anggaran sebelumnya mengenai pendekatan pencegahan stunting di tingkat desa digunakan sebagai syarat pendistribusian tahap II ke desa mandiri dan Tahap III ke desa non-Mandiri. Laporan tersebut dapat menjadi masukan, data dan dasar bagi pengembangan kebijakan di bidang ini untuk mempercepat penurunan stunting di tingkat nasional. Pada tahun 2024, anggaran stunting yang berasal dari Dana Desa sebesar Rp10.470,8 miliar. Dukungan Dana Desa pada tahun 2024 juga fokus pada ketahanan pangan. Di tingkat desa, hal ini berupa program nutrisi melalui sektor pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan tangkap dan budidaya. Tujuan ketahanan pangan selain menghilangkan kelaparan adalah memperkuat gizi, memperbaiki gizi, mendorong pertanian berkelanjutan dan meningkatkan indeks nilai tukar petani dan nelayan. Anggaran ketahanan pangan tahun 2024 dari dana desa diperkirakan sebesar Rp 9.017,9 miliar.
Program dana desa ini mengikuti kebijakan Transfer ke Daerah (TKD) yang alokasinya terus bertambah, mencerminkan desentralisasi fiskal. Dalam 10 tahun terakhir mampu mendorong peningkatan aktivitas daerah dan desa. Hal ini antara lain terlihat dari menguatnya kemandirian fiskal daerah dan terus tumbuhnya jumlah desa yang berstatus desa mandiri. Kemandirian fiskal daerah menunjukkan kemampuan daerah dalam membiayai pemerintahannya sendiri. Meskipun pelaksanaan desentralisasi anggaran di Indonesia lebih fokus pada kompetensi belanja (pengelolaan belanja), pemerintah tetap mendorong daerah untuk dapat mengoptimalkan pengumpulan PAD secara optimal sehingga daerah mempunyai sumber daya yang lebih besar untuk dibelanjakan dalam merawat pelayanan publik.
Dalam hal ini kemandirian keuangan daerah diukur dengan perbandingan antara total pendapatan PAD dengan total pendapatan APBD, jelas Luky Alfirman. Misalnya pada tahun 2014, proporsi kemandirian keuangan daerah secara nasional mencapai 24,01% dan akan meningkat menjadi 28,14% pada tahun 2022. Sebaliknya, proporsi transfer daerah terhadap total pendapatan APBD mengalami penurunan sebesar 68,8% tahun 2022 mencapai 65,15%. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas pemerintah daerah untuk membiayai layanan publik dari sumber mereka sendiri telah meningkat selama dekade terakhir. Penerapan undang-undang HKPD diharapkan dapat terus mendorong penguatan otoritas pajak daerah dan semakin meningkatkan kemandirian pajak daerah. Selain itu, peningkatan kemandirian pajak daerah juga tidak lepas dari kinerja pajak daerah yang mencatatkan peningkatan signifikan. Pada tahun 2022, realisasi pajak daerah diperkirakan akan melampaui tingkat sebelum pandemi dan mencatat pertumbuhan yang kuat. Pertumbuhan realisasi pajak daerah juga tidak lepas dari tarif pajak daerah yang menunjukkan tren peningkatan sejak pandemi. Tren tersebut diperkirakan akan terus berlanjut pada tahun 2024, karena tahun tersebut merupakan tahun pertama diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan Peraturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terbaru (PP 35 pada tahun 2023). Hal ini mencakup sejumlah kebijakan yang dapat mendorong
local taxing power, seperti menaikkan tarif pajak tertentu, memperluas sasaran perpajakan, dan memperkuat administrasi perpajakan daerah melalui kerja sama pertukaran informasi perpajakan dan sinergi pemungutan pajak daerah.
Secara khusus, aparat desa telah berperan aktif dalam modernisasi pajak daerah dan pengumpulan beberapa pajak daerah (seperti pajak bumi dan bangunan perkotaan dan pedesaan), yang di sebagian besar daerah masih menjadi sumber pendapatan terbesar bagi PDRD. Oleh karena itu, UU HKPD mengakui peran desa dengan mewajibkan pemerintah kabupaten/kota untuk menyediakan dana bagi hasil dari PDRD. Hal ini juga berdampak pada Dana Desa, sehingga jumlah desa mandiri penerima alokasi Dana Desa meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Indeks Desa Membangun (IDM) Kementerian Desa dan Pemberdayaan Daerah Tertinggal, hanya 313 desa yang tergolong desa mandiri pada tahun 2018, jumlah ini meningkat signifikan menjadi 11.456 desa. Walaupun dana desa bukan satu-satunya sumber pembiayaan untuk aktivitas yang ada di desa, namun ini menunjukkan bahwa pengelolaan dana desa yang efektif ditambah dengan perhatian pemerintah daerah yang didorong untuk lebih fokus pada desa melalui alokasi dana desa dari pemerintah kabupaten/kota, belanja bantuan uang baik dari provinsi maupun kabupaten/kota, dana bagi hasil yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, maupun belanja dari apbn/apbd di luar yang wajib, dapat berkontribusi untuk terus mendorong performa desa. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ridwal Prima Gozal