KONTAN.CO.ID - Mari intip kembali deretan kebijakan luar negeri Donald Trump yang cukup kontroversial kala dirinya menjabat Presiden AS 2017-2021. Trump kembali bersaing dalam pemilu Presiden AS tahun 2024. Hasilnya sangat positif. Trump berhasil meraih 301 suara elektoral. Kandidat hanya butuh 270 suara elektoral untuk bisa memastikan kemenangan. Rivalnya dari Partai Demokrat tahun ini, Kamala Harris, hanya mampu mengumpulkan 226 suara elektoral.
Meski belum dilantik, potensi kebijakan luar negeri Trump mulai diraba oleh banyak pengamat. Trump diprediksi akan kembali mengambil sejumlah langkah kontroversial seperti pada masa jabatan pertamanya.
Baca Juga: Volodymyr Zelenskyy Ragu Donald Trump Mampu Hentikan Perang di Ukraina Kebijakan Luar Negeri Donald Trump
Selama menjabat pada periode 2017-2021, Trump tak henti melahirkan kebijakan luar negeri yang kontroversial. Langkah Trump kerap membuat stabilitas politik internasional goyah, dampaknya bahkan masih terasa hingga saat ini. Jelang pemilu AS tahun ini, rekam jejak Trump kembali jadi sorotan. Berikut adalah sejumlah kebijakan luar negeri kontroversial Trump selama menjadi Presiden AS: Keluar dari TPP Salah satu langkah awal Trump adalah menarik AS keluar dari Kemitraan Trans-Pasifik atau
Trans-Pacific Partnership (TPP) pada tahun 2017. Perjanjian perdagangan berisi 12 negara itu berfokus pada negara-negara Asia dan diperjuangkan eksistensinya oleh pendahulu Trump, Barack Obama.
Baca Juga: Donald Trump Menang Telak di Pemilu AS, Sejumlah Selebritas Hollywood Siap Hengkang Travel Ban untuk Negara Mayoritas Muslim Masih di tahun pertamanya, Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang warga negara dari sejumlah negara mayoritas Muslim melakukan perjalanan ke AS selama sembilan puluh hari. Kebijakan yang kerap disebut sebagai "
Muslim Ban" ini berlaku untuk negara seperti Iran, Irak, Libya, Sudan, Suriah, Yaman, dan masih banyak lagi. Menyerang Suriah Pada April 2017, Trump mengizinkan serangan rudal jelajah terbatas terhadap Pangkalan Udara Shayrat yang dikuasai rezim. Alasannya, AS hendak melakukan pembalasan atas penggunaan senjata kimia sarin oleh Presiden Suriah Bashar al-Assad dalam serangan terhadap warga sipil.
Baca Juga: Inilah Negara yang Bakal Diuntungkan dari Perang Dagang AS-Tiongkok Tonton: Rusia Penasaran Apakah Kemenangan Trump Bisa Mengakhiri Perang Ukraina Keluar dari
Paris Agreement Keraguan Trump pada perubahan iklim dan pemanasan global membuatnya menarik AS keluar dari perjanjian iklim
Paris Agreement yang lahir tahun 2015. Menurut Trump, aturan pembatasan emisi karbon yang ada dalam perjanjian tersebut bisa merugikan AS secara ekonomi. Mengakui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel Trump melanggar kebijakan AS selama puluhan tahun mengenai konflik Israel-Palestina dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan ini memicu banyak kemarahan, terutama dari negara-negara mayoritas Muslim. Perang Dagang dengan China Pada November 2018, AS mengenakan tarif terhadap barang-barang dari China senilai US$250 miliar, sementara China mengenakan tarif terhadap produk-produk AS senilai US$110 miliar. Pada KTT G20 di Buenos Aires, Argentina, Trump dan Presiden China Xi Jinping menyetujui gencatan senjata. Sayangnya, perang dagang ini kembali memanas pada tahun 2019.
Baca Juga: Vladimir Putin Ucapkan Selamat kepada Donald Trump dan Buka Peluang Dialog Keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran Trump mengumumkan AS keluar dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), perjanjian tahun 2015 mengenai program nuklir Iran. Trump mengumumkan bahwa AS akan menerapkan kembali dua sanksi terhadap Iran yang telah dihapuskan seiring implementasi perjanjian tersebut. Ketegangan antara AS dan Iran akibat kebijakan Trump tersebut masih terasa hingga sekarang. Keluar dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB AS keluar dari dewan ini dengan alasan adanya "bias kronis terhadap Israel” dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh berbagai anggota, termasuk China dan Venezuela. Mendamaikan Israel dan Negara Arab
Trump jadi penengah dari upaya normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan beberapa negara Arab. Trump menyebut peristiwa tersebut sebagai “fajar Timur Tengah yang baru.” Para ahli mengatakan kesepakatan itu semakin mempersatukan Israel dan negara-negara Teluk Arab melawan Iran.