Melihat lebih dekat Silogui, panah beracun buatan suku Mentawai



KONTAN.CO.ID - Sebagai seorang laki-laki Mentawai yang sudah dewasa dan terlebih menyandang tugas sebagai seorang sikerei, orang yang dianggap suci, silogui wajib dimiliki dan dibawa pada saat pergi dan pulang dari ladang.

Terlebih ketika masyarakat Mentawai sedang mengadakan tradisi berburu pada setiap punen atau pesta adat.

Silogui masyarakat Mentawai terdiri dari anak panah, yang mana jenis anak panahnya disesuaikan dengan binatang yang akan diburu. Untuk berburu monyet digunakan sikaligejat yang dibuat dari batang ribung, dan sudah diolesi dengan racun panah Mentawai.


Batang anak panah terbuat dari osi, sejenis manau hutan. Sedangkan mata anak panah ada yang terbuat dari batang enau atau ribung yang disebut soirat. Biasanya mata anak panah tunung itu digunakan untuk berburu babi hutan dan rusa.

Sedangkan tempat menyimpan anak panah dinamai bukbuk. Bukbuk terbuat dari bambu dan dilapisi pelepah sagu agar tidak mudah pecah.

Untuk tali penyandang bukbuk dibuat dari sabut kelapa yang dianyam. Ini disebut robai. Sedangkan busur atau rourou terbuat dari batang enanu atau ribung.

Lalu, agar binatang yang diburu langsung mati, maka tiap anak panah akan diolesi dengan racun. Racun anak panah dibuat dari bahan tumbuhan yang ada di dalam hutan. Untuk membuatnya perlu berpantang, bahkan si pembuatnya harus berpuasa.

Menurut masyarakat setempat pembuat atau peracik racun harus berkonsentrasi. Makanya dianjurkan untuk berpuasa, tidak makan dan tidak minum, serta diiringi nyanyian Mentawai.

Bahkan tak hanya peracik yang diwajibkan berpuasa, sang pemburu pun harus puasa sebelum melakukan perburuan.

Hal itu pun tidak boleh dilanggar, sebab dikhawatirkan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan selama berburu. Saat anak panah ini tertancap pada buruan maka mata anak panah akan patah di dalam tubuh.

Saat itulah, racunnya akan bereaksi dalam tubuh hewan buruan. Umumnya racun terbuat dari ramuan cabai rawit dan tuba, serta tumbuhan lain yang hidup di hutan Mentawai .

Setelah panah dioleskan racun, panah kemudian dijemur hingga kering, kemudian dioles lagi dan dijemur lagi begitu diproses berkali-kali. Semakin sering dilakukan, maka semakin tinggi pula kadar racun pada ujung panah tersebut.

Paling lama, setengah jam bereaksi dalam tubuh hewan maka buruan akan mati.

Biasanya bagi masyarakat Mentawai, tengkorak hasil buruannya akan dipasang atau digantung pada abak manang, yaitu tempat menggantung dan memajang tengkorak binatang hasil buruan, yang posisi peletakan tengkorak binatangnya menghadap pada luar rumah.

Semakin banyak tengkorak yang dipajang adalah kebanggaan pada suku tersebut.

Atikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Silogui, Panah Beracun Buatan Suku Mentawai

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli