Melirik investasi saham bank syariah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tentu Anda sudah tahu, di bursa saham ada saham syariah dan saham konvensional. Apa bedanya?

Saham syariah pada dasarnya memiliki pengertian yang sama dengan saham konvensional, yakni surat berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas suatu perusahaan. Perbedaannya adalah saham syariah berbasis pada prinsip syariah. 

Saham syariah sendiri hanya boleh ditransaksikan secara reguler saja. Investor yang akan membeli saham sudah dipastikan memiliki dana dan dibayar di waktu itu juga (maksimal tiga hari setelah transaksi), bukan dengan cara berutang dengan ketentuan bunga tertentu sebagaimana dalam sistem margin.


Saham syariah ditujukan bagi kalangan muslim maupun non-muslim yang ingin merasa tenang dan yakin bahwa investasinya bersifat halal. Adapun perbedaan saham syariah dengan saham konvensional yaitu:

Saham Syariah Saham Konvensional
Tidak ada transaksi yang berbasis bunga Mengandung transaksi yang berbunga
Tidak ada transaksi yang meragukan Mengandung transaksi yang spekulatif
Saham harus dari perusahaan yang halal aktivitas bisnisnya Semua perusahaan baik aktivitas bisnisnya halal ataupun haram
Tidak ada transaksi yang tidak sesuai dengan etika dan tidak bermoral seperti manipulasi pasar, insider trading dan lain-lain Bisa mengandung transaksi yang manipulatif
Instrumen transaksi dengan menggunakan prinsip mudharabah, musyarakah, ijarah, istisna’ Instrumen transaksi dengan menggunakan prinsip bunga
 

Investasi saham bank syariah 

Di bursa saham cukup banyak emiten yang bergerak di sektor perbankan, terutama bank konvensional. Sementara emiten yang bergerak di perbankan syariah sejauh ini ada tiga emiten.
Untuk menggambarkan valuasi dan fundamentalnya, kami mencoba menyajikan data dengan memilih empat saham bank konvensional berkapitalisasi besar. Sementara untuk saham bank syariah, kami memilih BTPS karena mempertimbangkan kinerjanya lebih bagus dibandingkan saham bank syariah lain.

Adapun datanya sebagai berikut:

Saham PBV ROE Dividen
BTPS 2,92 kali 26,46% Rp 45
BBCA 3,61 kali 16,40% Rp 355
BBRI 1,53 kali 16,46% Rp 168
BMRI 0,95 kali 13,15% Rp 353
BBNI 0,58 kali 12,31% Rp 206
Secara sederhana definisi dari PBV adalah rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan. Tercatat di IDX bahwa rasio PBV sektoral sebesar 5,31 kali. 

Hal tersebut menandakan bahwa rata-rata saham sektor perbankan masih tergolong murah. Maklum, saat ini PBV-nya lebih rendah dari PBV sektoral. 
PBV saham BTPS sendiri juga lebih murah dibanding saham BBCA. Namun perlu diingat bahwa memiliki PBV yang tinggi karena kinerjanya cukup bagus dan bisa dikatakan cukup tahan banting ketika krisis.

Sedangkan, ROE merupakan rasio profitabilitas untuk mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih bagi para investor atau pemilik, dari investasi pemegang saham perusahaan dengan menggunakan modal sendiri. 
Semakin nilai ROE mendekati 100%, maka akan semakin bagus. ROE yang bernilai 100% menandakan bahwa setiap Rp 1 ekuitas pemegang saham, dapat menghasilkan Rp 1 rupiah dari laba bersih perusahaan. 

ROE saham BTPS pun terlihat lebih tinggi dibanding saham yang lain. Tercatat laba bersih bank ini di kuartal I-2020 sebesar Rp 402 miliar. Pertumbuhan pembiayaan juga cukup kuat, mencapai 22,1% yoy.
BTPS sendiri masih fokus pada pengumpulan pembayaran pinjaman dari peminjam yang ada, di mana mayoritas adalah perempuan. Petugas lapangan pun masih terus berinteraksi dengan debitur melalui telepon. 

Hubungan dekat dengan peminjam, kami lihat sebagai kunci pertumbuhan laba BTPS di tengah pandemi. 
BTPS dapat menjadi saham investasi. Secara teknikal, kami melihat saham BTPS sudah berada dalam area klasik support kuat. Investor dapat mengoleksi saham ini dengan cara cicil beli di kisaran harga Rp 2.100–Rp 2.400. 

Ingin tahu di mana saja peluang dan saham-saham potensial di tengah penurunan IHSG saat ini? Temukan jawabannya hanya di aplikasi EMTrade!
Salam profit!

Disclaimer:
Setiap pembahasan saham dalam artikel ini bersifat sebagai referensi / bahan pertimbangan, dan bukan merupakan perintah beli / jual. Setiap keuntungan dan kerugian menjadi tanggung jawab dari pelaku pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Harris Hadinata