Melirik peluang saham pencetak rekor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saja yang berhasil mencetak level tertinggi sepanjang sejarah pada penutupan perdagangan Rabu (25/10) lalu. Mengekor kenaikan IHSG, beberapa saham juga berhasil menyentuh harga tertingginya sepanjang masa.

Saham PT United Tractors Tbk (UNTR), misalnya, menyentuh level tertinggi Rp 34.950 pada penutupan perdagangan hari itu. Saham PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) juga sempat bertengger di level Rp 21.850 per saham.

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) ditutup di harga Rp 21.050, diikuti saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) yang menyentuh Rp 12.075 per saham Rabu lalu. Emiten properti PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN) hari itu pun menyentuh rekor harga Rp 4.900 dan PT HM Sampoerna ditutup di level harga paling tinggi, Rp 4.020.


Analis Binaartha Parama Sekuritas M. Nafan Aji Gusta mengatakan, meski saham-saham ini sudah mencapai level tertingginya, masih ada beberapa saham yang punya ruang pertumbuhan di sisa tahun ini. Nafan bilang, secara teknikal, saham UNTR, BBCA dan HMSP masih punya potensi naik. "Ditambah lagi, kinerja mereka cukup baik, sehingga mendukung kenaikan harga sahamnya," ujar Nafan kepada KONTAN, Kamis (26/10).

Valuasi rendahTapi, meski saham-saham ini punya potensi naik, Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan lebih menyarankan untuk memilih saham sejenis yang memiliki valuasi lebih rendah.

Ia memberi contoh, saham BBCA memang masih memiliki potensi kenaikan harga. Tapi, ia menilai valuasi saham ini sudah terlalu tinggi. Price to book value (PBV) BBCA juga sudah mencapai sekitar 3,7 kali.

Alhasil, ia lebih menyarankan investor untuk masuk ke saham bank lain yang lebih murah dengan kinerja keuangan yang bagus. "Misalnya saja, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI)," papar dia. PBV kedua saham ini juga masih cukup rendah. BMRI sebesar 2,21 kali dan BBNI sebesar 1,5 kali.

Saham HMSP pun mulai terlihat lebih mahal dibandingkan emiten sejenis, PT Gudang Garam Tbk (GGRM). Di sisi lain, Alfred tak melihat adanya potensi kenaikan di saham INTP. "Kenaikan harga INTP yang signifikan hingga 10% sudah cenderung terbatas karena valuasinya tinggi. Karena itulah potensi kenaikan mulai terbatas," papar dia.

Nafan juga bilang, meski ada potensi upside, harga saham-saham yang sudah menembus rekor, sudah terlampau tinggi. Sehingga, ia merasa agak terlambat jika investor baru masuk ke saham-saham tersebut.

Sebaliknya, di beberapa saham yang sudah tinggi ini, Nafan bilang investor bisa merealisasikan keuntungan (profit taking). Misalnya di saham INTP dan BYAN. Indikator teknikal kedua saham ini sudah sangat tinggi sehingga punya potensi terkoreksi.

Tapi, saham UNTR masih direkomendasikan buy dengan target harga Rp 36.000 per saham. Menurut Nafan, potensi kenaikan saham UNTR didukung oleh meningkatnya harga batubara.

Nafan juga merekomendasikan buy saham BBCA di target Rp 21.400 dan HMSP dengan target harga Rp 4.150 per saham. "Namun tetap hati-hati PER HMSP sudah cukup tinggi," tandasnya.

Namun, Alfred merekomendasikan hold untuk saham UNTR di level Rp 36.200 dan hold HMSP dengan target harga Rp 4.270. Sedangkan untuk saham INTP, Alfred merekomendasikan sell dengan target harga Rp 18.390.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati