Melirik Potensi Si Kambing Peranakan India



JAKARTA. Kambing Etawa yang saat ini berkembang di masyarakat bukanlah kambing Etawa asli. Namun berupa peranakan kambing Etawa. Pasalnya, kambing Etawa yang ada merupakan hasil persilangan dari Kambing Etawa asal India yang dibawa oleh penjajah Belanda dengan kambing lokal di Kaligesing, Purworejo. Kambing Etawa ini sangat diminati masyarakat sekitar Jawa Tengah lantaran postur tubuhnya yang tinggi besar. Bulunya halus dan beragam warnanya. Sehingga, "Kambing ini jarang dikonsumsi akan tetapi jadi binatang peliharaan dengan nilai jual tinggi," ujar Nasib Setiyawan, peternak kambing Etawa dari Kabupaten Lumajang. Ciri khas kambing Etawa adalah bentuk mukanya yang cembung dengan telinga panjang menggelambir, serta tanduk yang panjang dan ramping. "Kambing jenis ini mudah berkembang dengan baik di daerah berhawa dingin, " lanjut Nasib Nasib sendiri sudah dua tahun menjadi peternak kambing Etawa lantaran melihat potensi ekonominya yang tinggi. Ia lantas bergabung dengan sentra peternakan kambing Etawa rakyat Lumajang, Seroja Agrobiz. Saat ini Nasib sudah punya sekitar 50 indukan kambing Etawa siap jual. Dari hasil peternakannya ini, rata-rata saban bulan ia mampu menjual mulai dari 10 kambing sampai 100 kambing dengan potensi laba sampai Rp 100 juta. Menurut Nasib, cara beternak kambing Etawa sangat mudah. Lantaran, pakan berlimpah dan sifat kambing Etawa peranakan Kaligesing yang dibiakkannya rata-rata punya daya tahan tubuh yang bagus. "Penyakit paling sering hanya penyakit kulit. Tinggal dibalur dengan belerang yang ditumbuk dan dicampur minyak, nanti sembuh," lanjutnya. Untuk memulai usaha ini, paling tidak kita harus membuat kandangnya terlebih dahulu. Kandang ini harus dibuat seperti panggung dengan jarak lantai kandang dari tanah sekitar 1 meter. Lantai kandang dibuat dari bilah bambu atau papan dan lebih tinggi dari tanah agar kebersihan kandang terjaga. "Karena kotoran kambing Etawa itu mengandung amonia yang sangat tinggi, maka kandang harus dibersihkan tiap hari," ujar Nasib. Saban minggu, Nasib akan mengumpulkan kotoran kambingnya dan mengolahnya menjadi pupuk kandang untuk tanaman-tanaman di kebunnya. Ukuran kandang 4,5 meter X 20 meter mampu muat sekitar 50 indukan. Perbandingannya, satu jantan untuk 15 betina. Indukan ini rata-rata usianya lebih dari 12 bulan. O iya, agar tidak bau, jarak kandang sebaiknya lebih dari 20 meter dari rumah. Sementara kalau mau beli anakan kambing Etawa, usia 6 atau 7 bulan harganya sekitar Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta per ekor. Rata-rata satu induk bisa menghasilkan 2 kambing. Untuk makanannya, Nasib membeli dari pengepul daun. 50 kilo daun dihargainya Rp 6.000. Untuk lima ekor kambing butuh 50 kilo campuran daun lamtoro, turi, kaliadra, jamal dan daun sengon yang sudah dicacah halus sekali makan. Padahal si kambing butuh tiga kali makan dalam sehari. Kambing Etawa dewasa mulai bisa dikawinkan usia 12 bulan. akan tetapi Nasib mulai mengawinkan kambing-kambingnya usia 14 bulan. "Kalau terlalu muda, hasil keturunannya tidak terlalu bagus," kilahnya. Setelah kambing kawin dan beranak, barulah bisa diperas susunya. "Tidak ada jamu khusus untuk memperbanyak susunya. Nanti kalau sudah habis masa kawinnya ya susunya akan kering sendiri," lanjut Nasib. Nasib bilang, pembelinya kebanyakan menyukai kambing usia satu tahunan. Kambing-kambing Nasib dijual secara berkelompok dengan kambing-kambing peternak Lumajang lainnya. Sekali pasok, bisa sekitar 300 kambing dilempar untuk pasar Jakarta dan sekitarnya, Bandung, Surabaya dan Lombok. Harga kambing dewasa antara Rp 3,5 juta sampai Rp 6 juta per kambing, tergantung penampilan si kambing. Sementara untuk indukan usia 2 tahun, bisa dijual mulai harga Rp 4 juta sampai Rp 6 juta per ekor. Dari kambing-kambingnya, Nasib bisa meraup untung antara Rp 500.000 per ekor sampai Rp 1 juta per ekor. pasarkan lewat internet baru dia. "Kebanyakan pembeli tertarik memesan lewat internet," ujarnya bangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: