Melirik Saham-saham Emiten Perbankan yang Masih Menarik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tengah menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Rabu (22/6) dan Kamis (23/6).

Senior Technical Analyst Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata memperkirakan, BI masih akan mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,5%.

Menurut Liza, BI akan cukup berhati-hati dalam menaikkan suku bunga acuan 7DRR di tengah tren kenaikan suku bunga global dengan beberapa pertimbangan krusial atas kondisi finansial Indonesia.


Pertama, tingkat inflasi yang jauh berbeda dengan Amerika Serikat, consumer price index (CPI) Amerika Serikat pada bulan Mei 2022 kembali membuat rekor di angka 8,6%, atau tertinggi selama 4 dekade. Sedangkan, pertumbuhan tingkat inflasi Indonesia terakhir berada pada angka 3,5% year on year (yoy) atau masih jauh dari kekuatiran bahwa resesi di depan mata.

"BI juga merasa tak perlu gegabah menaikkan suku bunga  apabila memperhitungkan nilai tukar USD/IDR yang sedang dalam trend naik dalam jangka pendek menuju Rp 15.000-Rp 15.100 per dolar AS," katanya pada Kontan, Selasa (21/6).

Di sisi lain, ketahanan cadangan devisa dipercaya masih bisa membuat Rupiah berada di teritori yang nyaman bagi para pelaku bisnis ekspor ataupun impor pada umumnya.

Baca Juga: Rekomendasi Saham STAA, ANTM, dan MYOR untuk Perdagangan Rabu (22/6)

Lebih lanjut, Liza menjelaskan, Bank Indonesia pada dasarnya telah melakukan tindakan lain untuk melakukan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif yakni dengan menaikkan giro wajib minimum (GWM) perbankan.

Dimana terakhir menjadi 6% per 1 Juni lalu, menyusul 7,5% pada 1 Juli mendatang dan 9% pada 1 September nanti. Alih-alih mengerek suku bunga seperti bank sentral AS dan Eropa, BI mengetatkan likuiditas dengan langkah menaikkan GWM ini.

Jika BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga, maka akan berdampak pada emiten perbankan. Dimana dikhawatirkan akan berdampak kepada emiten perbankan yang semakin sulit dalam menyalurkan kredit di tengah kondisi ekonomi yang sudah mulai lebih bergairah.

Manakala BI merasa perlu menaikkan suku bunga, kata Liza, tentunya akan mempengaruhi suku bunga deposito dan kredit, atau setidaknya memperkecil net interest margin para emiten perbankan.

 

BBNI Chart by TradingView

"Belum lagi kenaikan GWM ini akan mempersempit penyaluran kredit ke masyarakat, padahal volume kredit menjadi tumpuan kedua bagi bisnis perbankan setelah NIM," paparnya.

Liza bilang, meskipun BI menegaskan bahwa penyaluran kredit perbankan masih bisa cukup leluasa kendati GWM diketatkan, namun sentimen ini membuat pilihan sektor banking menjadi kurang diminati oleh para pelaku pasar.

Baca Juga: Matahari Department Store (LPPF) Akan Kembali Buyback Saham, Simak Rekomendasi Analis

Ia mencermati pelaku pasar agak cenderung berhati-hati jika harus buka posisi di saham emiten bank, dan sedapat mungkin membeli dengan strategi buy on weakness di harga bargain atau di area support. "Agar efek cutloss yang mungkin muncul tidak terlalu menyakitkan kapital," kata Liza.

Dari jajaran saham perbankan, Liza menambahkan beberapa saham perbankan masih cukup menarik dicermati, seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

Ia merekomendasikan buy saham BBNI, bisa masuk di level 8.450-8.400. Dengan target harga Rp 8.700/ Rp 8.900- Rp 9.000. Stoploss di Rp 8.300.

Liza juga merekomendasikan beli saham BMRI dengan entry level di 8.250-8.200, target harga di Rp 8.500- Rp 8.600. Stoploss di Rp 8.175. Saham BBCA juga direkomendasikan beli dengan entry level di 7.650 hingga 7.750-7.800, target harga di Rp 8.075/ Rp 8.250. Stoploss di 7.450.

Sementara itu, ia memberikan rekomendasi buy on weakness BBRI dengan entry level di 4.380-4.340, target harga Rp 4.550 / Rp 4.600-Rp 4.630. Stoploss di level 4.320.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli