Melirik tawaran cuan RDPT proyek sektor riil



JAKARTA. Kalangan manajer investasi (MI) kini tengah galau menunggu peluncuran aturan baru reksadana penyertaan terbatas (RDPT) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Regulasi yang ditunggu para fund manager itu nanti berisi pengaturan RDPT berbasis portofolio efek.

Kegalauan para MI bukan tanpa alasan. Sudah cukup lama kisi-kisi bakal beleid anyar diperdengarkan ke publik. Draf sementara juga telah dirilis akhir tahun lalu. Namun, sampai sekarang, aturan resmi belum juga meluncur dari OJK.

Beberapa MI memilih untuk menunggu regulasi di produk reksadana tertutup ini tuntas, sebelum meramu produk RDPT. “Rencana meramu produk RDPT baru ada, investor juga ada. Namun, karena aturan masih simpang siur, lebih baik kami menunggu dulu,” terang Idhamsyah Runizam, Direktur Utama BNI Asset Management.


Menunggu juga menjadi pilihan Samuel Asset Management. Agus B. Yanuar, Presiden Direktur Samuel Asset Management, mengaku berniat merilis RDPT berbasis efek sebagai produk perdana RDPT mereka. Tentu saja, produk baru itu baru akan dirilis setelah aturan anyar dari OJK resmi berlaku.

Di tengah banyaknya MI yang berancang-ancang merilis RDPT baru berbasis efek, sebagian MI tetap maju merilis produk RPDT anyar versi “klasik”, yaitu RDPT yang memiliki aset dasar proyek di sektor riil. Batavia Prosperindo Aset Manajemen salah satunya.

MI yang memiliki dana kelolaan sekitar Rp 13,2 triliun itu berniat merilis RDPT beraset dasar proyek tembaga dan pembangkit listrik tenaga air (micro hydro). “Jika tidak ada halangan, kami akan merilis RPDT tersebut sekitar bulan Juni atau Juli tahun ini,” ungkap Angky Hendra, Head of Fixed Income Batavia Prosperindo Asset Management.

Proyek tembaga yang menjadi aset dasar RDPT berlokasi di Pulau Wetan, Laut Banda. Adapun proyek mikrohidro kemungkinan berlokasi di Jawa atau Sumatra. Kapasitas maksimal mikrohidro yang digagas maksimal 5 megawatt.

Semula, Batavia merencanakan penerbitan RDPT ini tahun 2012. Namun, adanya standard operating procedure (SOP) yang baru dari regulator membuat peluncurannya terlambat dari jadwal awal. Batavia mengantongi izin produk baru ini, Februari 2013. Beberapa waktu lalu, Presiden Direktur Batavia Asset Manajemen Lilis Setiadi pernah bilang, nilai RDPT itu akan sekitar Rp 200 miliar–Rp 300 miliar. Jangka waktu diperkirakan sekitar 10 tahun.

RDPT ini menyasar investor institusi seperti dana pensiun. “Kami sendiri berinvestasi Rp 5 miliar dalam proyek ini,” kata dia. Ya, sesuai aturan, maksimal jumlah investor RDPT adalah 50 pihak dengan minimal investasi masing-masing sebesar Rp 5 miliar.

Nah, proyeksi imbal hasil alias return dari RDPT proyek ini cukup gurih, lo. Batavia memperkirakan, cuan yang bisa dikantongi para investor di produk ini berkisar 25% per tahun.

Anda tertarik? Jika dibandingkan dengan menaruh uang lebih dari Rp 5 miliar di deposito bank berbunga tak sampai dua digit, tentu saja prospek RDPT ini lebih ranum. Namun, sebelum kepincut, Anda harus mencermati jeroan reksadana ini. Sayang, Batavia enggan membeberkan detail RDPT ini. Jadi, jika masih tertarik, Anda harus mengerjakan sendiri pekerjaan rumah Anda!

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ruisa Khoiriyah