KONTAN.CO.ID - Selamatkan bumi dari kerusakan lingkungan. Jargon ini belakangan sering dikampanyekan berbagai komunitas diseluruh belahan dunia. Seolah mendapatkan peluang, serta keinginan untuk berpartisipasi dalam kampanye tersebut, banyak pengusaha menciptakan produk ramah lingkungan. Seperti Hari Prastyo asal Magetan, Jawa Timur yang membuat produk fesyen berbahan material kulit organik. Kulit organik yang dimaksud adalah kulit sapi yang diolah menggunakan kulit kayu akasia, sehingga limbah yang dihasilkan aman untuk lingkungan karena sudah tidak mengandung unsur kimia berbahaya. Selain menghasilkan limbah yang aman, kulit organik mempunyai karakter lebih halus. Proses
finishing juga lebih cepat serta mudah dibentuk dalam berbagai model.
Untuk memberikan nilai lebih pada produk yang diberi nama Lawhill ini, Hari menggunakan cara tradisional pada setiap pembuatan produknya. Ambil contoh, untuk dompet masih dijahit secara manual. Hari menyadari, produk ramah lingkungan dan buatan tangan
(handmade) kini mulai banyak mendapatkan perhatian pasar. Maklum, konsumen kini punya rasa peduli yang bersar terhadap barang yang digunakan. Selain dompet, Lawhill juga memproduksi ikat pinggang, dompet koin, dompet kartu nama, dan aksesoris fesyen dengan ukuran kecil lainnya. Menyasar segmen konsumen kelas menengah, Hari membanderol produk Lawhill mulai dari Rp 125.000 sampai Rp 2 jutaan per unit. Hingga saat ini, konsumennya masih didominasi oleh pasar dalam negeri. Karena masih menggunakan cara tradisional, dalam sebulan total produksinya hanya sekitar 30 sampai 60 item. Hari mempekerjakan tiga karyawan untuk memproduksi aneka kerajinan kulit ini. Pengusaha lainnya yang menggunakan material kulit organik adalah Linda Nurlaila pemilik Kannai asal Yogyakarta. Dia menggunakan bahan organik untuk produk tas ciptaannya. "Jumlah produksi saya memang tidak besar tapi dengan menggunakan kulit organik saya ikut membantu menjaga lingkungan dari pencemaran limbah kimia," katanya pada KONTAN. Tidak hanya menggunakan bahan baku organik, ibu tiga anak ini juga menambah nilai keunikan produknya dengan menggunakan lukisan yang dibuat oleh tangan pelukis profesional. Sehingga, setiap produk memiliki desain lukis yang berbeda-beda. Menyasar konsumen kelas menengah atas, harga produknya dipatok mulai dari Rp 1 juta sampai Rp 2,5 juta per unit. Konsumennya kebanyakan masih berasal dari pasar dalam negeri. Juga mengandalkan keahlian tangan dalam produksi, dalam sebulan Linda hanya memproduksi sekitar 60 unit. Seluruh produksinya selalu terjual habis. Inovasi bahan baku jadi senjata untuk bertahan dan bersaing Produk fesyen berbahan kulit organik mulai meramaikan pasar. Sejumlah pelaku industri fesyen ikut terjun di dalamnya karena memprediksi potensinya bakal cerah. Seperti Hari Prastyo, pemilik Lawhill. Ia menilai, bisnis produk ramah lingkungan ini bakal naik daun karena konsumen mulai teredukasi dengan produk organik. Selain itu, masih banyak yang belum tergarap, sehingga edukasi dan promosi gencar ia lakukan. Media sosial seperti Instagram menjadi lapak yang paling banyak dimanfaatkan untuk edukasi dan menguatkan
brand. Maklum, jumlah pengguna serta pengakses akun media sosial ini sangat besar. Usaha tersebut juga menjadi langkah untuk bertahan ditengah ketatnya persaingan yang terjadi di pasar lokal. Mempertahankan kualitas juga menjadi poin penting yang menjadi perhatian para pemilik usaha. Hari mengaku inovasi produk dan mengikuti tren, menjadi senjatanya agar tetap bertahan. "Saya lihat untuk model-model dompet dan aksesoris lainnya sudah banyak, tapi tas laki-laki masih jarang, maka saya akan
push di produk itu," tegasnya. Lainnya, kendala usaha yang kini dia hadapi adalah sulitnya mendapatkan tenaga kerja yang terampil. Meski
workshop-nya berada di Magetan, Jawa Timur, yang dikenal sebagai pusat produksi material kulit, jumlah pengrajin profesional cukup terbatas. Faktor inilah yang mengakibatkan Hari sulit mendongkrak jumlah produksi. Ke depan, dia berharap bakal menemukan banyak pekerja profesional untuk melebarkan sayap usahanya. Linda Nurlaila, perajin tas kulit lukis Kannai juga menghadapi kendala yang sama, yaitu terbatasnya jumlah perajin terampil. Memproduksi tas kulit
handmade, ketelitian dalam menjahit seluruh bagian tas menjadi tuntutan bagi perajin. Linda pun mengaku belum mendapatkan tambahan tenaga kerja profesional yang sesuai kebutuhannya. Kondisi ini menyebabkan bisnisnya sulit berkembang. Jumlah produksinya pun tidak dapat ditingkatkan untuk memenuhi permintaan konsumen yang terus berdatangan. Asal tahu saja, kualitas produk menjadi salah satu senjatanya agar usaha tetap bertahan ditengah-tengah ketatnya persaingan.
Apalagi, perang harga produk kulit juga terjadi. "Kualitas dan karakter produk harus dijaga agar tidak ikut dalam pusaran perang harga," katanya. Untuk mendukung proses produksi, ibu tiga anak ini menjalin kerjasama dengan salah satu produsen kain organik. Sehingga kebutuhan materialnya benar-benar terjaga. Dia pun mengakui, bila usaha produk fesyen ramah lingkungan bakal berkembang dan semakin diminati oleh pasar. Alasannya, konsumen dalam dan luar negeri mulai sadar untuk menghargai alam. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Johana K.