KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 20 tahun menyelami dunia investasi, Simon Hendiawan, Direktur utama PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk (BAUT) sudah pernah merasakan pengalaman manis maupun pahit. Pengalaman investasinya dimulai dengan masuk ke instrumen reksadana, lalu properti, emas, saham, hingga aset kripto. Ia mengenang, ketika jual beli saham lewat broker masih dilakukan melalui telepon, sekuritas yang menjadi perantara jual beli sahamnya mengalami kebangkrutan. Kejadian itu tepatnya terjadi pada tahun 2000-an. Pada saat itu, belum tersedia Rekening Dana Nasabah (RDN) sehingga dana investasi yang sudah ia tanamkan sangat sulit untuk ditarik kembali. Sejak saat itu, Simon kapok sehingga berhenti berinvestasi di saham.
Sebagaimana diketahui, RDN adalah rekening khusus untuk investasi nasabah yang dibukakan atas nama investor sendiri dan terpisah dari rekening sekuritas. RDN menjadi sarana pembayaran dan penerimaan hasil penjualan saham, reksadana, maupun obligasi. Namun, dua sampai tiga tahun terakhir, tepatnya pada pengujung 2020, Simon kembali berinvestasi saham. Pasalnya, perusahaanya yang kini ia nahkodai, yakni PT Mitra Angkasa Sejahtera Tbk (BAUT) berencana menggelar initial public offering (IPO). Oleh sebab itu, ia merasa perlu menjajal lagi investasi saham supaya bisa lebih beradaptasi dengan berbagai kebaruan di dunia pasar modal. Sebenarnya, saat itu ia belum resmi menduduki jabatan di BAUT, tetapi sudah menjalin kerja sama bisnis dengan orang-orang yang menjadi pendiri BAUT. Berbeda dengan investasi saham sebelumnya yang berorientasi jangka pendek dalam hitungan hari, kini Simon mengambil horizon waktu yang lebih panjang. Ia mengutamakan swing trading berdasarkan analisis fundamental perusahaan. Jangka waktu investasinya bisa satu minggu, dua minggu, sebulan, dua bulan, tiga bulan, hingga enam bulan, sesuai dengan return yang diharapkan.
Baca Juga: Saham-Saham Ini Banyak Diburu Asing Saat IHSG Menguat di Akhir Pekan Simon juga mempunyai portofolio saham yang dipegangnya untuk jangka waktu yang lebih lama, yakni di atas satu tahun. Pasalnya, ia tidak hanya mengharapkan capital gain dari kenaikan harga tapi juga dividen yang biasanya dibagikan satu sampai dua kali setahun. Menurutnya, di usianya yang sudah menginjak 40 tahun, ia perlu mempersiapkan pendapatan pasif. "Alhasil, ketika saya nanti sudah pensiun atau tidak produktif, saya tetap dapat memenuhi kebutuhan saya, keluarga, dan anak-anak," ucapnya saat ditemui Kontan.co.id, di Jakarta Pusat, 28 Desember 2022. Ia termasuk orang-orang yang mengoleksi saham ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sedang turun cukup dalam pada 2020. Alhasil, return yang ia dapatkan dalam dua tahun belakangan ini cukup signifikan. Di era yang semuanya dapat dilakukan secara online, Simon merasa lebih nyaman dalam berinvestasi saham karena transaksinya dapat dilakukan secara langsung melalui aplikasi sekuritas. Keberadaan RDN juga membuatnya merasa lebih aman dalam menempatkan uangnya di saham, sebab dananya terpisah dari rekening sekuritas. Saham-saham yang menjadi favoritnya merupakan emiten yang bergerak di pertambangan batubara. Selain memanfaatkan pergerakan harga batubara yang cukup volatile, Simon juga melihat bahwa bisnis batubara masih prospektif. Menurutnya, peralihan dari energi fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih lagi, perang antara Rusia dan Ukraina menghambat suplai energi ke sejumlah negara, khususnya di benua Eropa. Alhasil, negara-negara tersebut membutuhkan kiriman batubara dari Indonesia yang berpotensi meningkatkan ekspor emas hitam ini. Selain pertambangan batubara, Simon juga menyukai saham-saham yang terkait dengan logam dan metal. Mengingat, perusahaan yang dipimpinnya bergerak di bisnis mur dan baut sehingga ia perlu tetap update dengan dinamika yang ada di industri tersebut. Sementara itu, untuk investasi jangka panjang, ia menyukai saham-saham perbankan. Alasannya, industri perbankan Indonesia mempunyai fundamental yang kuat, terbukti dari kerbahasilannya bertahan melalui krisis keuangan 1998 dan 2008. Di samping saham, Simon pernah menjajal investasi di aset kripto, yaitu sekitar empat sampai lima tahun lalu ketika pasar kripto mulai banyak digandrungi. Ia mengenang, dalam waktu enam bulan, keuntungannya mencapai 4.000%. "Saya beli bitcoin ketika harganya sekitar Rp 40 juta per koin, lalu besoknya harganya sudah melesat ke Rp 70 juta per koin," tutur Simon. Akan tetapi, ia dibuat kapok bermain kripto karena adanya aksi penipuan oleh platform crypto exchange tempatnya bertransaksi, yakni BitConnect. Pendiri BitConnect diduga mengatur skema ponzi cryptocurrency global yang melibatkan sekitar US$ 2,4 miliar atau Rp 34,5 triliun dana investor. Simon sempat mengajak teman-teman dan saudaranya untuk bergabung. Dengan keuntungan yang didapatkan dari komisi penambahan member dan capital gain, ia mengganti kerugian akibat penipuan BitConnect yang diderita orang-orang yang diajaknya tersebut. "Waktu itu para investor di Indonesia dikumpulkan, ada sekitar 1.000 orang. Setelah itu, saya kapok enggak sentuh kripto lagi," ungkap Simon.
Di samping saham dan kripto, Simon juga menginvestaikan dananya di emas, khususnya emas batangan. Ia mengoleksi emas sejak harganya masih Rp 200.000 per gram. Instrumen ini disimpan untuk jangka waktu panjang dan ia berkomitmen hanya akan menjualnya saat benar-benar membutuhkan dana tunai. Sejak menikah pada tahun 2010, ia juga mulai berinvestasi properti berupa rumah tinggal dan tempat usaha. Namun, ia mengaku tidak terlalu fokus mengembangkan investasinya di instrumen ini karena kurang likuid dan membutuhkan dana yang besar.
Baca Juga: Begini Prediksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Pekan Depan Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat