KONTAN.CO.ID - Medan tidak cuma dikenal sebagai salah satu pusat kota kuliner khas Melayu serta Istana Maimoon. Di Ibukota Sumatra Utara itu juga terdapat sejumlah sentra bisnis yang masih eksis hingga kini. Salah satunya adalah sentra sepatu Medan Denai, Medan.
Para pelancong kerap menyambangi sentra sepatu dan juga sandal ini sebagai salah satu buah tangan khas dari Medan. Biasanya ini dilakukan setelah membeli oleh-oleh makanan dari kota tersebut.
Dari pusat kota, butuh waktu 20-30 menit ke sentra sepatu tersebut dengan memakai kendaraan pribadi. Sebagai patokan, terdapat gapura selamat datang dan lokasi sentra ini masuk ke dalam sekitar 40 meter.
Saat KONTAN menyambangi lokasi itu, September 2017, yang terekam adalah jajaran kios kecil yang dibuat secara permanen. Ada dua blok kios. Di Blok B, hanya terlihat satu dua kios yang buka dengan menawarkan jasa bordir.
Sedangkan di Blok A terdapat sekitar 10 kios sepatu yang buka. Meski tidak terlihat ada pengunjung para pemilik usaha itu tetap sibuk membuat sepatu.
Berdasarkan penelusuran KONTAN, pusat produksi sepatu ini sudah ada sejak tahun 1997 yang dibangun Pemerintah kota Medan. Sentra ini sejatinya sebagai sarana membantu UKM di bidang sepatu dan sandal.
Jhonny Syafril Chan, salah satu perajin sepatu mengaku sudah berada di lokasi tersebut sejak tahun 1997.
Dia sengaja pindah karena permintaan pemerintah Kota Medan. "Masa kejayaan lokasi ini pada tahun 1998, saat itu banyak orang yang datang kesini untuk membuat sepatu atau beli dalam jumlah banyak," katanya kepada KONTAN.
Sayang, ketenaran lokasi itu makin lama makin meredup. Kunjungan konsumen semakin jarang yang membuat para perajin di sentra tersebut terpaksa mengurangi produksi.
Rupanya, pengelola sentra Denai, para perajin nilai, kurang becus dalam mengelola sentra tersebut. Salah satu contoh nyata adalah masih kurangnya promosi yang dilakukan pengelola. Persoalan lain yang tidak kalah pelik adalah kemunculan sentra sejenis yang berada di luar lokasi.
Meski sudah mengeluhkan ke pihak pengelola, para perajin yang bertahan seolah pasrah. Kini, Jhonny hanya memproduksi sekitar 24 pasang sepatu saja dari dua model. Seluruh hasil produksi ia kirim ke toko sepatu yang ada di sekitar Medan dengan harga Rp 600.000-Rp 2,4 juta per lusin. Padahal, kala masih jaya, jumlah sepatu yang diproduksi bisa lebih banyak.
Pesanan perorangan biasanya datang satu bulan menjelang perayaan Natal. Ia mematok harga jual sepatu pesanan tersebut antara Rp 300.000 sampai Rp 700.000 per pasang.
Perajin lain, Amran asal Padang, lebih fokus layani pesanan grosir ketimbang ritel. Rata-rata ia menghargai sepatu pesanan tersebut sebesar Rp 150.000 per pasang. Dalam sehari, ia bisa memproduksi empat lusin sepatu.
Biasanya Amran melego sepatunya ke Aceh, Tebing Tinggi, hingga Jakarta dan Surabaya. Seluruh perajin di sana masih memakai cara handmade untuk produksi sepatu yang bisa dilihat di bagian depan kios.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News