Melongok tambak garam terbesar di Jateng (2)



Sentra garam di Desa Bumimulyo, Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati tampak sepi dari aktivitasnya saat KONTAN mendatangi wilayah yang menjadi penghasil garam terbesar di Jawa Tengah ini, pada akhir Maret silam. Meski begitu, tetap nampak petani garam yang berkumpul di sekitar tambak. Nampak pula  para petani garam sedang asik berteduh dibawah pohon rindang ditengah hawa panas yang ada di wilayah Kabupaten Pati.

Namun, ternyata, para petani garam tersebut tidak sedang melepas lelah dari mengolah garam. Mereka sedang sejenak istirahat dari bertani bandeng dan udang.

Menurut Sutarman, salah satu petani garam, hanya di bulan Mei hingga akhir November, para petani bisa memanen garam. Diluar bulan-bulan tersebut, tambak garam beralih fungsi menjadi tambak bandeng maupun udang. “Musim panen baru mulai ada di bulan lima, kalau tidak di bulan lima, kami produksinya bandeng dan udang,” kata Sutarman.


Perkiraan masa panen tersebut bisa berlangsung apabila musim panas tiba dengan waktu yang tepat. Sebab, jika sedang musim hujan, para petani garam juga tidak bisa maksimal dalam memproduksi garam. “Kami memang baru bisa produksi garam saat panas. Kalau tidak ada panas, tidak bisa produksi garam,” kata Sutarman. Oleh karena itu,  agar para petani tetap bisa mendapat penghasilan, mereka mengubah tambak garam menjadi tambak bandeng dan udang yang produksinya dapat dilakukan pada Desember hingga April.

Saat masa panen, petani garam bisa memanen garam setiap hari. Para petani garam bisa mengumpulkan garam sebanyak 5 kuintal hingga 2 ton garam.  Dari hasil panen tersebut, para petani garam biasa memasarkannya kepada pengepul.

Garam dihargai dengan satuan kilogram. Namun, patokan harga setiap kilogram garam dari pengepul bisa berbeda-beda, tergantung saat musim panas atau hujan. Seperti saat musim panen, yang biasanya jatuh pada musim panas, produksi garam akan banyak sehingga harga garam lebih murah.

Bila dibandingkan saat musim hujan, produksi garam oleh petani menjadi berkurang bahkan stok sampai kosong. Rata-rata saat sedang musim panas para petani dalam sebulan mampu mengumpulkan minimal 30 ton garam. “Sebab, bila tidak ada panas, kami bisa tidak produksi. Jadi, penghasilan jadi nol,” kata Sutarman.

Saat musim panas satu kilogram garam dihargai Rp 500-Rp 600. Harga ini langsung akan melonjak semakin tinggi saat musim hujan. “Kalau musim hujan atau tidak musim panen, satu kilogram garam dijual Rp 1.400 ke pengepul,” kata Sutarman.

Sementara itu, saat membuka tambak bandeng maupun udang, mereka bisa menjual bandeng Rp 24.000 per kilogram dan udang dijual sekitar Rp 20.000-Rp 100.000 per kilogram.         

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Johana K.