Debat kelima dan terakhir pemilihan presiden (pilpres) 2019 yang akan diselenggarakan tanggal 13 April yang akan datang dijadwalkan akan membahas masalah perekonomian dan keuangan. Kita bisa menduga bahwa kedua calon presiden, baik petahana Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan pesaingnya, Prabowo Subianto, akan membicarakan masalah utang negara pada debat tersebut. Seperti kita ketahui bersama, topik ini merupakan salah satu isu yang sering dibahas dari kedua kubu. Kubu Prabowo selama ini mengritik pembengkakan utang negara di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Pihak oposisi menganggap petahana tidak dapat mengelola sektor ekonomi dengan baik. Namun pemerintahan Jokowi membela kebijakan-kebijakan yang telah dibuatnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani berargumen bahwa jumlah utang masih pada level yang diizinkan undang-undang. Sebagai dosen dan peneliti akuntansi dan keuangan, saya ingin menggunakan prinsip akuntansi dasar dan teori keuangan untuk menunjukkan bahwa utang, tidaklah seburuk yang kita duga. Perdebatan utang negara Selama sepuluh tahun terakhir utang Indonesia memang terus meningkat. Namun, pada beberapa tahun terakhir, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) bertahan pada kisaran 30%. Sesuai dengan undang-undang yang berlaku, angka ini relatif aman. Undang-undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Indonesia boleh meminjam selama tidak melebihi batas maksimal 60% dari PDB.
Rasio utang terhadap PDB Indonesia pada tahun 2018 bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara seperti Thailand (41.8%), Malaysia (50.9%) dan Vietnam (61.5%). Namun, kubu Prabowo telah berulang kali menyerang Jokowi karena telah dianggap membuat bangsa ini banyak berutang demi melaksanakan proyek infrastruktur. Mereka menilai keputusan Jokowi ini terlalu terburu-buru. Mereka menyatakan bahwa utang-utang ini akan membebani generasi masa depan. Namun menurut saya, janganlah kita juga terburu-buru menyimpulkan sesuatu yang kita tidak terlalu pahami. Memahami Utang Dalam akuntansi, berutang adalah suatu cara untuk menambah aset. Aset yang dimiliki suatu perusahaan untuk menjalankan operasional mereka adalah sama dengan jumlah liabilitas dan ekuitas. Ekuitas adalah hak milik terhadap modal perusahaan.
Jika sebuah perusahaan ingin menambah asetnya, maka hal ini dapat diperoleh melalui penjualan modal perusahaan (ekuitas) atau meminjam dari kreditor (utang/liabilitas). Bayangkan Anda membutuhkan uang kas untuk membeli sebuah kendaraan (sebuah aset) untuk kegiatan operasional. Anda akan dihadapi dengan dua pilihan: Pilihan pertama: pergi ke bank dan pinjam uang. Ini tentu saja menciptakan utang. Pilihan kedua: jika ini merupakan perusahaan kecil milik Anda pribadi, Anda bisa merogoh kocek Anda sendiri untuk membeli kendaraan tersebut. Atau, dalam konteks perseroan terbatas, perusahaan tersebut dapat menjual sahamnya. Dari pilihan pertama, kita dapat mengetahui bahwa ada sisi lain dari utang demi mendapatkan aset lebih banyak. Teori Pecking Order