Kalangan pebisnis digital Indonesia terus menggencarkan perayaan hari khusus untuk berbelanja online (daring) yang bernama Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) pada setiap tanggal 12 Desember. Awalnya, hari belanja daring ini diadakan pertama kali pada tahun 2012 oleh perusahaan dagang-el (e-commerce) yang bergabung dalam Asosiasi E-commerce Indonesia (IdeA), yaitu Blanja, PinkEmma, Berrybenka, Lazada, Bukalapak, dan Zalora. Di Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa seperti Inggris dan Jerman, perayaan belanja online ini dikenal dengan sebutan Cyber Monday, yang mana para peritel online mengadakan promo dan diskon besar-besaran setelah Thanksgiving Day untuk menarik konsumen berbelanja online. Cyber Monday juga sebenarnya diilhami dari perayaan belanja Black Friday yang dilaksanakan hari Jumat setelah Thanksgiving Day. Dengan berkembang pesatnya bisnis dagang-el atau belanja online saat ini di kawasan Amerika dan Eropa, promo dan diskon besar-besaran tersebut justru telah dimulai saat Black Friday. Khusus perayaan Black Friday tahun ini, media di Amerika Serikat melaporkan, setidaknya masyarakat menghabiskan belanja sekitar US$ 1,5 miliar atau setara dengan Rp 19,9 triliun (asumsi kurs Rp 13.250 per dolar Amerika Serikat). Raksasa ritel daring Amazon.com pun berhasil meraup kesuksesan besar. Dilaporkan saham Amazon melonjak 2,6% menjadi US$ 1.186 per saham. Hal ini juga membuat pemilik Amazon.com, yakni Jeff Bezos menggeser Bill Gates sebagai pengusaha terkaya nomor satu dunia dengan kekayaan bersih lebih dari US$ 100 miliar.
Belanja daring di Indonesia saat ini telah mulai banyak mempengaruhi pola belanja masyarakat. Memang persentase sektor e-commerce menurut Badan Pusat Statistik (BPS) masih tercatat 0,3% dari konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2017. Meski begitu, ada empat pemain industri digital yang saat ini masuk kategori unicorn di Indonesia yang punya aset di atas Rp 1 triliun yakni Tokopedia, Blibli, Bukalapak, dan Gojek. Dari keempat nama tersebut, tercatat ada Tokopedia, Blibli dan Bukalapak yang merupakan badan usaha yang bermain di industri ritel daring. Sementara itu, Gojek merupakan badan usaha yang bermain di industri transportasi online. Tokopedia dan Bukalapak berani mengklaim bahwa transaksi mereka saat ini sudah mencapai lebih dari Rp 1 triliun per bulan. Gojek, bahkan sudah merencanakan akan melakukan initial public offering (IPO) tahun 2018, yakni menawarkan saham kepada publik melalui bursa saham. Sinergi dengan peritel fisik Tidak heran, belanja iklan dari pebisnis dagang-el juga besar. Hasil riset dari Adstensity sepanjang Januari-September 2017, belanja iklan televisi industri ritel daring tercatat mencapai Rp 1,25 triliun. Bandingkan dengan total belanja iklan department store yang hanya Rp 40,41 miliar. Merujuk secara year on year dengan tahun 2016 (Januari – September 2016), belanja ritel daring tercatat mencapai Rp 1,47 triliun yang menandai gencarnya promosi ritel daring kepada masyarakat dan momentum promosi memanfaatkan event besar, seperti Piala Dunia 2016 dan Olimpiade 2016 . Ada beberapa hal yang bisa dimaknai dengan adanya Harbolnas. Pertama, Harbolnas merupakan sebuah pertanda tren belanja baru. Kita tahu bersama bahwa pola belanja daring hanya tinggal menunggu waktu saja untuk terus berkembang secara pesat seiring dengan bertumbuhnya generasi X, Y dan Z (generasi yang lahir dari tahun 1980 hingga era tahun 2000 ke atas). Belanja daring menjadi pilihan praktis karena harga yang relatif lebih murah, transaksinya yang instan, tidak perlu antri membayar, dan pusing soal risiko macet dan parkir. Kedua, Harbolnas bisa dimaknai sebagai suatu kesempatan untuk berkontribusi bagi negara. Dengan klaim transaksi pendapatan yang sedemikian besar dan bahkan belanja iklan yang tinggi, semestinya pebisnis online bisa turut berkontribusi dalam menggerakkan ekonomi pelaku usaha kecil dan menengah. Dagang-el juga bisa ikut serta membantu pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat yang dianggap sebagian kalangan sebagai salah satu pemicu tutupnya sejumlah gerai ritel modern. Selain itu, terkait rencana pemerintah membuat aturan pajak e-commerce termasuk pengenaan bea masuk bagi barang digital, maka perdagangan secara dari ini bisa menjadi salah satu tambahan pemasukan besar bagi pemerintah dari sektor pajak. Selain itu, catatan pendapatan pajak ini bisa menjadi acuan dalam melihat perkembangan transaksi pendapatan dagang elektronik yang selama ini hanya tercatat berdasarkan klaim pebisnis online. Ketiga, Harbolnas bisa dimaknai sebagai salah satu praktik dari ekonomi digital yang tetap terlindungi secara hukum dan aman. Pemerintah telah membuat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik. Adanya aturan tersebut merupakan dasar aturan bagi pengembangan bisnis jual beli daring hingga 2019. Aturan terkait dagang-el ini sangat diperlukan untuk memberikan perlindungan secara hukum dan rasa aman kepada pebisnis dagang-el, penjual, dan pembeli.
Selain itu, aturan itu diperlukan untuk memberikan rasa keadilan bagi para pebisnis yang masih berbisnis dengan toko fisik yang telah diikat oleh aturan mulai dari mekanisme pajak, batas jumlah kepemilikan, batasan luas lantai gerai fisik, dan batasan yang harus dipenuhi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk barang dan sertifikat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk makanan. Keempat, Harbolnas bisa dimaknai sebagai peringatan untuk bersinergi. Dengan masih banyaknya peritel gerai fisik dan pedagang pasar tradisional di Indonesia, para pelaku bisnis dagang-el diharapkan bisa merangkul para pengusaha yang masih belum menguasai perdagangan secara daring ini. Pebisnis dagang-el bisa terus aktif melakukan pendekatan dengan peritel gerai fisik dan pedagang pasar tradisional untuk masuk dalam bisnis daring. Di sisi lain, pemerintah juga bisa memperhatikan pelaksanaan dari bisnis ini agar tidak merugikan peritel gerai fisik dan pedagang pasar tradisional. Akhirnya, belanja daring kini merupakan bagian dari gaya hidup kekinian (zaman now) seiring dengan fase revolusi ekonomi dengan berkembangnya ekonomi digital. Semakin canggih teknologi berkembang, maka para pemangku kepentingan mesti siap sedia untuk cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi