Memaknai kunjungan Jack Ma



Kehadiran Jack Ma di sela gegap gempita penutupan Asian Games 2018 menyedot sorotan tersendiri. Dalam lawatan kali ini ke Indonesia, triliuner asal Tiongkok itu menggelar pertemuan dengan Presiden Joko Widodo lalu dilanjutkan bertemu dengan beberapa menteri. Jack Ma juga bertemu dengan Gubernur Sumatra Selatan sehari sebelumnya. Dalam pertemuan tersebut, Jack Ma diwartakan membahas sejumlah isu.

Yang utama, tentu saja soal Asian Games yang sukses diselenggarakan Indonesia. Apalagi Jack Ma dipercaya sebagai perwakilan pemerintah Hangzhou untuk lawatan ke Asian Games ini. Perhatian Jack Ma berkaitan dengan Asian Games ke 19 pada tahun 2022 mendatang yang bakal digelar di Hangzhou. Ini adalah kota kelahiran Jack Ma sekaligus markas Alibaba, e-commerce terbesar kedua di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar. Bagi Jack Ma, event itu bakal menjadi panggung penting dari bidikan insting bisnisnya.

Betapa tidak, kehadiran Alibaba di Hangzhou mengubah wajah kota yang disebut oleh Marcopolo itu sebagai The City of Heaven. Berkat kontribusi Alibaba, Hangzhou menjelma dari kota klasik nan antik menjadi megapolitan megah. Kota yang tumbuh berpijak pada teknologi. Namun di saat bersamaan tetap mempertahankan ciri tradisionalnya.


Keajaiban sang raksasa internetlah yang melahirkan kembali Hangzhou sebagai kota modern yang ditopang oleh digitalitasi. Halo effect kesuksesan Alibaba mengilhami lahirnya start up anyar.

Halo effect Alibaba adalah potret nyata bagaimana entitas bisnis menjadi penggerak roda ekonomi. Menjadi tumpuan inspirasi pembangunan sebuah kota yang terus bertumbuh. Energi serupa juga kita harapkan tetap menyala pasca perhelatan Asian Games yang mengusung tagline Energy of Asia.

Selain soal Asian Games, hal yang paling menarik dari serangkaian pertemuan sang triliuner tersebut tentang atensinya terhadap perkembangan ekonomi digital Indonesia. Perhatian tersebut tak lepas dari kapasitas Jack Ma. Ia didapuk sebagai penasihat steering committee peta jalan e-commerce Indonesia. Jack Ma didaulat menempati posisi itu sejak Agustus 2017 yang lalu.

Kendati gratis dan tak dibayar secara langsung, kesediaan Jack Ma memberi perhatian khusus bagi perkembangan industri digital Indonesia tentu memberikan multi benefit bagi gurita bisnis sang taipan di negeri ini. Sebagai pebisnis, Jack Ma pasti punya kalkulasi sendiri sehingga mau repot-repot memikirkan Indonesia di tengah upayanya menjaga dan menumbuhkan performa Alibaba.

Jack Ma telah berhitung tentang berbagai manfaat yang bakal dituai bila menjadi bagian dari industri digital Indonesia. Pasalnya (pemerintah) Indonesia menahbiskan bahwa pada tahun 2020 negara ini menjadi kampiun pasar e-commerce di ASEAN. Impian yang tidak muluk-muluk. Faktanya, e-commerce menjadi sektor industri yang tumbuh paling memukau di antara sektor-sektor lain. Pertumbuhannya mencapai 38% saat ekonomi nasional bahkan cuma tumbuh di angka 5% saja.

Bisa menembus pasar global

Maka menciptakan Jack Ma effect di Indonesia hanyalah satu sihir untuk menjadi bagian penting dari kue industri yang diperkirakan bernilai US$ 130 miliar pada tahun 2020 mendatang. Kehadiran Jack Ma di Indonesia adalah kekuatan bagi Alibaba. Berdampak derivatif dari personal branding sebagai representasi merek (brand ambassador) Alibaba yang melekat kuat pada sosoknya.

Seperti diketahui, gurita Alibaba di Indonesia eksis dalam banyak jubah bisnis. Antara lain Lazada, J&T, Tokopedia, TrueMoney, UC Web dan Alibaba Cloud. Jack Ma adalah iklan berjalan bagi entitas bisnis Alibaba Group yang beroperasi di Indonesia. Dalam skema investasi langsung maupun tidak langsung.

Sebaliknya, posisi Jack Ma tentu juga kita harapkan tuahnya. Mesti ada hubungan timbal balik dari relasi ini. Gurita bisnis Alibaba Group harus dimanfaatkan mentransmisi produk-produk Indonesia untuk merambah ke pasar global. Harapan tersebut juga menjadi mimpi Jack Ma.

Ini terlihat dari dorongannya terhadap usaha kecil menengah agar tampil lebih jauh di pentas ekonomi digital. Jack Ma percaya, percaturan era industri 4.0 menjanjikan peluang besar bagi small business.

Karakter yang ramping dan operasi bisnis efisien menjadi keunggulan bagi UKM untuk bersaing di era kompetisi serba cepat. Digitalisasi juga meniupkan atmosfer inklusi bisnis yang belum pernah terjadi di era kompetisi ekonomi terdahulu. Berkat sokongan digitalisasi, para pelaku bisnis di kampung-kampung dapat berselancar ke pasar global. Mereka berani berhadap-hadapan dengan incumbent yang notabene adalah merek raksasa yang ditopang jaringan luas.

Digitalisasi mampu membawa produk furnitur dari Jepara menembus daratan Eropa dan Amerika. Berkat digitalisasi, sepatu merek lokal buatan Bandung mampu bersaing dengan jenama mondial (merek global). Kekuatan digitalisasi mampu mensejajarkan produk-produk fesyen yang produksi oleh usaha rumahan yang bermarkas di gang-gang sempit di Indonesia menembus jantung fesyen dunia.

Maka gugahan yang kembali dilontarkan oleh Jack Ma bukan isapan jempol. Lagipula, Tiongkok sudah membuktikan kekuatan digitalisasi dalam mendorong produk-produk lokal menembus pasar global. Tengoklah etalase e-commerce macam Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli atau Shopee.

Mayoritas produk yang dijajakan adalah impor. Pemerintah bahkan menyuguhkan data menyedihkan. Menurut Septiana Tangkari, Direktur Pemberdayaan Industri Informatika Kementrian Komunikasi dan Informatika, sekitar 60% pasar e-commerce masih dikuasai oleh produk impor. Sisanya merupakan produk UKM. Lain lagi data yang disampaikan Kementerian Koordinator Perekonomian. Disebutkan bahwa hanya 6%-7% produk lokal yang listing di marketplace dari keseluruhan produk yang ditawarkan.

Kita memang boleh berharap Jack Ma dapat berkontribusi konkret menopang eksistensi produk-produk Indonesia di kancah e-commerce global. Agar kedepan produk-produk Indonesia semakin masif di pasar ekspor. Ini amat penting ketika kita dihadapkan situasi tekanan yang mendera mata uang rupiah.

Namun kerjasama dengan Jack Ma dan entitas bisnisnya di Indonesia harus dikelola secara kritis. Sebab walau bagaimanapun, Jack Ma adalah seorang pebisnis. Sang taipan tentu menomorsatukan kepentingan bisnisnya di atas kepentingan yang lain.•

Jusman Dalle Direktur Eksekutir Tali Foundation dan Praktisi Ekonomi Digital

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi