Suasana White Box Cafe yang baru saja diguyur hujan begitu hangat, Rabu (11/1) malam pekan lalu. Kehadiran sejumlah
comic, pelaku
stand up comedy, yang secara bergiliran melempar lawakan atawa
joke segar mengocok perut pengunjung sehingga menghangatkan kafe yang terletak di Menteng, Jakarta, tersebut. Begitulah salah satu kegiatan Stand Up Indo yang mereka sebut
open mic. Komunitas
comic yang baru lahir 13 Juli 2011 lalu ini memang rutin menggelar
open mic dari satu kafe atau resto ke kafe atawa resto lain untuk mengasah kemampuan anggotanya dalam membanyol dan memancing tawa. Contohnya, saban Minggu malam, Stand Up Indo menggelar
open mic di gerai Es Teller 77 yang ada di Jalan Adityawarman Jakarta Selatan. Setiap Senin malam, mereka menyelenggarakan acara yang sama di Marley yang ada di Energy Building, SCBD lantai 2, Jakarta.
Oh, iya,
stand up comedy merupakan salah satu genre komedi. Pelawak tampil seorang diri di hadapan penonton, dan berbicara langsung ke mereka dengan membawakan materi-materi lucu yang mengundang tawa. Sebutan bagi pelaku
stand up comedy adalah
comic,
stand up comic, pelawak
stand up, atau hanya
stand-up saja. Lalu, bagaimana awal kelahiran Stand Up Indo? Komunitas ini bermula dari pertemuan Ernest Prakasa dan Ryan Adriandhy dalam audisi Stand Up Comedy Indonesia di Jakarta yang diselenggarakan
Kompas TV. Keduanya yang kemudian menjadi finalis acara ini berpikir, mereka butuh wadah untuk berlatih mempersiapkan diri menghadapi ajang itu. Ernest dan Ryan melibatkan Pandji Pragiwaksono dan Raditya Dika, host Stand Up Comedy Indonesia serta Isman H. Suryaman, penulis cerita humor dari Bandung untuk membentuk wadah tersebut. Awalnya, mereka membuat akun Twitter bernama @StandUpIndo, dengan tujuan menjaring siapa pun yang ingin tahu tentang
stand up comedy. Sambutan para pengicau di Twitter luar biasa positif. Akhirnya, 13 Juli 2011, kelimanya bersama
comic lain manggung di Comedy Cafe, Kemang, Jakarta Selatan. Sekitar 200 orang hadir menyaksikan aksi
stand up comedy mereka. “Alasan dibuat menjadi komunitas karena kami bikin
event dan banyak penggemarnya,” ujar Ernest. Makanya, tanggal 13 Juli 2011 pun dipilih sebagai tanggal kelahiran Stand Up Indo. Saat ini, Ernest bilang, Stand Up Indo, punya dua departemen: internal dan eksternal. Isman memegang departemen internal. Tugasnya merekonsiliasi orang-orang di dalam komunitas, termasuk melakukan koordinasi dengan anggota yang ada di daerah. Kemudian, membuat diktat soal
stand up comedy untuk menjadi acuan anggota yang mau belajar menjadi seorang
comic. Sedangkan Ernest kebagian memimpin departemen eksternal yang bertugas menjalin mitra dengan media massa dan sponsor serta mengelola jejaring sosial Stand Up Indo di Twitter dan YouTube. Mempunyai 44 cabang Meski belum genap berusia enam bulan, komunitas ini sudah punya cabang di 44 kota, seperti Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Semarang, Jogja, Solo, Surabaya, Denpasar, dan Samarinda. Stand Up Indo Samarinda, misalnya, terbentuk dari ketertarikan Setiawan Yogy terhadap
stand up comedy yang sedang
booming di Jakarta. Lantas, timbul keinginannya mencoba mendirikan komunitas
stand up comedy di ibukota Kalimantan Timur itu. Kemudian, dia bergabung dengan akun twitter @StandUpIndo. “Beruntung
mention saya dibalas dan saya diminta bertanya langsung tentang
step by step bagaimana mendirikan Stand Up Indo kepada Ernest,’’ kisahnya. Latar belakang anggota Stand Up Indo beragam; mulai dari pelajar, mahasiswa, karyawan,
office boy, hingga pengusaha. Rindradana, salah satunya. Mahasiswa S3 Universitas Indonesia yang mengambil disertasi soal
stand up comedy ini bergabung dengan Stand Up Indo, September 2011. Metode eksperimental yang Rindradana pakai dalam disertasi mengharuskannya untuk bereksperimen sebagai
comic. Karena itu, “Saya menjadi anggota Stand Up Indo,” kata pria yang tengah menjajal bisnis properti ini. Selain
open mic, kegiatan rutin komunitas ini adalah
stand up nite. Ini adalah sebuah acara berbayar yang menampilkan kemampuan para
comic. Setiap
comic menyajikan bahan lawakan segar yang mampu membangkitkan tawa penonton yang hadir selama 15 menit atau 20 menit. Dalam deretan para
comic pengisi
stand up nite selalu ada
headliners alias bintang tamu. Mereka adalah para
comic senior, seperti Pandji dan Dika. Jumlahnya tiga atau empat orang dalam setiap acara. “Biasanya tampil terakhir,” ujar Luqman Baehaqi, salah satu pengurus Stand Up Indo. Komunitas ini menggelar stand up nite minimal sebulan sekali. Tidak hanya di Jakarta saja, tapi juga Bandarlampung, Depok, Bogor, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Salah satu contohnya adalah
stand up nite di Teater Usmar Ismail, Jakarta, 28 Desember 2011 lalu. Jika tidak ada perubahan rencana, 30 Januari 2012 nanti, komunitas itu bakal mengadakan
stand up nite lagi. Cuma, Luqman mengungkapkan, lokasinya belum pasti, masih dalam pembahasan. Kegiatan amal Tak hanya itu, Luqman menambahkan, Stand Up Indo juga menyelenggarakan kegiatan amal lewat Laugh 4 Love. Acara ini berlangsung 17 Agustus 2011 lalu di Rolling Stone Cafe, Jakarta Selatan. Acara ini untuk mengumpulkan dana buat bayi kembar tiga – Adeela, Adeena dan Adeeva – yang ditinggal ibunda mereka yang meninggal saat proses persalinan. Supaya bisa menjadi
comic yang andal, Ernest menuturkan, seseorang harus rutin ikut
open mic. Semakin sering terlibat dalam acara ini, kemampuan seorang
comic bakal meningkat dalam memilih dan menyajikan materi
stand up comedy. “Dapat respons yang bagus, orang-orang suka, sudah langkah awal yang bagus untuk menilai dirinya sendiri,’’ kata Ernest. Stand Up Indo Samarinda juga rutin menggelar
open mic sejak September 2011. Hanya awalnya, mereka punya pengalaman pahit mencari lokasi untuk latihan. Banyak kafe di Samarinda yang menolak sebagai lokasi
open mic. Akhirnya, Stand Up Indo Samarinda menemukan Zupa-zupa Cafe yang bersedia jadi lokasi
open mic perdana mereka pada 23 September 2011. Tapi, situasi berubah setelah
stand up comedy booming. ‘‘Sekarang, beberapa kafe yang pernah menolak sudah berbalik merengek agar Stand Up Indo Samarinda mau
perform di tempatnya,” ungkap Yogy.
Open mic, Ernest menyatakan, bukan hanya menjadi ajang latihan, tapi juga batu loncatan bagi para
comic melenggang ke
stand up nite. Bahkan, lebih dari itu, mereka bisa ikut mengisi acara
stand up comedy di televisi atau malah jadi sumber penghasilan baru. ‘‘Kalau sudah jadi industri, ada orang yang dapat penghasilan dengan menulis materi
stand up comedy tanpa harus
perform,” ucap Ernest. Dari
open mic, Rindradana juga sempat manggung di
stand up nite di Bandung pada November 2011. Dan, ia terbuka dengan kemungkinan menjadikan
stand up comedy sebagai sumber penghasilan sampingannya. “Saat ini, masih lebih memandang
stand up comedy sebagai hobi atau untuk kesenangan. Tapi, kalaupun ternyata ada kesempatan, ya, mau saja.” kata Rindradana. Anda berminat? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Catur Ari