KONTAN.CO.ID - Potensi energi terbarukan di Indonesia begitu melimpah. Tak cukup dari pemerintah, kolaborasi lintas sektor, termasuk korporasi menjadi kunci. Terlebih, pemanfaatan energi bersih dibutuhkan untuk mencapai bisnis yang berkelanjutan. Tak kurang dari 2.970 panel berderet rapi siap menyedot energi surya yang menyorot atap pabrik PT Sanghiang Perkasa di Cikampek, Jawa Barat. Saat tim KONTAN Jelajah Ekonomi Hijau berkunjung, Senin (8/8) pagi, fajar merah menyambut, pertanda dimulainya terik untuk memanen listrik. Perusahaan produk nutrisi yang secara komersial dikenal sebagai KALBE Nutritionals itu merupakan anak dari PT Kalbe Farma Tbk (
KLBF). Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap menjadi inisiatif hijau yang sedang dikembangkan.
Director of Supply Chain Management & Innovation PT Sanghiang Perkasa, I Gede Putu Eka Putra membeberkan, masa persiapan untuk memasang dan uji coba PLTS Atap dimulai sejak awal tahun 2022. Total kapasitas yang bisa ditampung dari PLTS Atap ini mencapai 1.603 kilo watt peak (kWp).
Baca Juga: Prakarsa Hijau Sanghiang Perkasa Memanen Energi Surya Beroperasi penuh sejak bulan Juli, PLTS Atap KALBE Nutritionals mampu menghasilkan rata-rata energi sekitar 5.000 - 6.000 kilowatt hour (kWh) per hari atau setara dengan 150.000 - 180.000 kWh per bulan. Dalam sebulan terakhir ini, energi listrik yang dihasilkan mampu menyumbang sekitar 20%-30% total energi pabrik. KALBE Nutritionals pun bisa menghemat biaya energi antara 2%-5%. PLTS Atap ini juga diestimasikan bisa menekan emisi karbon hingga 2.104,66 ton per tahun. "Bukan semata biaya, tujuan utama bagi kami bisa ikut berkontribusi memakai energi terbarukan. Ikut mengurangi emisi karbon yang menjadi tanggung jawab bersama, termasuk korporasi," kata Putu kepada KONTAN, Senin (8/8). Adapun, KALBE Nutritionals menggarap PLTS Atap ini bersama PT Aruna Cahaya Pratama (Aruna PV) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI). Dukungan pembiayaan diberikan BNI kepada Aruna PV sebagai penyedia jasa pembangunan PLTS.
Baca Juga: Salurkan Kredit Hijau, BNI Dorong Pengembangan PLTS di Indonesia Menurut Putu, kerja sama strategis KALBE Nutritionals dan Aruna PV serta dukungan pembiayaan hijau (
green banking) dari BNI dalam PLTS Atap ini menjadi cerminan pilar ke-17
Sustainable Development Goals (SDG's), yakni: kolaborasi. Apalagi, energi bersih di industri bisa signifikan memberikan dampak bagi lingkungan dan operasional perusahaan. Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa menerangkan, dengan meningkatkan penggunaan energi terbarukan, maka intensitas emisi listrik untuk produksi industri bisa ditekan. Sebagai gambaran, Fabby punya kalkulasi. Rata-rata intensitas emisi listrik di Jawa-Bali sekitar 0,8 ton per megawatt hour (MWh). Nah, jika PLTS memasok 30% listrik industri, maka intensitas emisi listrik bisa turun menjadi 0,56 ton per MWh. "Turunnya emisi ini penting bagi peningkatan daya saing industri dan efisiensi biaya," tegas Fabby.
Ladang Energi Surya di Waduk Cirata
Bukan cuman dari sisi korporasi, pemerintah dan entitas perusahaan plat merah juga terus berbenah menggenjot bauran energi terbarukan. Salah satu langkah yang ditempuh ialah membangun ladang energi surya terapung di Waduk Cirata, Jawa Barat. PLTS Terapung skala komersial pertama dan terbesar di Indonesia ini mengambang di atas area 200 hektare atau 3% dari total luasan Waduk Cirata. Berkapasitas 145 MWac, PLTS Terapung Cirata bakal menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Proyek ini digarap oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PMSE). Konsorsium antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI), cucu usaha PT PLN (Persero), dengan Masdar, perusahaan asal Uni Emirat Arab.
Baca Juga: Resmikan PLTS Atap, Pupuk Kaltim (PKT) Kejar Target Dekarbonisasi 32,51% pada 2030 Direktur Operasi PMSE Dimas Kaharudin menjelaskan bahwa salah satu tujuan pengembangan PLTS Terapung Cirata adalah untuk membuktikan bahwa energi bersih sudah bisa bersaing kompetitif secara ekonomis dengan energi fosil. Adapun berdasarkan Power Purchase Agreement (PPA), harga setrum dari PLTS Cirata dibanderol US$ 5,81 cent per kWh. "Sehingga diharapkan akan mencetuskan proyek-proyek energi terbarukan lainnya dengan keekonomian yang sama, bahkan lebih kompetitif," tutur Dimas. Estimasi dana yang dibutuhkan untuk membangun 1 MW PLTS Terapung berkisar di angka US$ 1 juta. Sehingga investasi yang diperlukan mencapai US$ 145 juta. Jika tak ada aral melintang, proyek ini akan rampung pada November 2022. Saat ini, fokus pengerjaan proyek masih menggarap konstruksi di fasilitas darat. Di area seluas 9,02 hektare itu, akan dibangun gardu induk, area kantor serta area lunching platform untuk proses perakitan dan peluncuran panel surya ke air. Tim Jelajah Ekonomi Hijau KONTAN menyaksikan aktivitas alat berat hilir mudik di area darat. Dari sini, nantinya listrik yang dihasilkan PLTS Terapung akan tersambung dengan Gardu Induk Tegangan Tinggi 150 kV.
Baca Juga: Energi Hijau, Bikin Pebisnis dan Perbankan Semakin Terpukau Sedangkan di hamparan waduk, "kebun" panen surya masih belum tertanam. Hanya ada satu unit buoy station (pelampung) yang mengapung di tengah waduk. Alat berwarna kuning yang dipasang panel surya di keempat sisinya itu berfungsi sebagai alat survei. Menyimpan data terkait daya matahari yang bisa diambil, arus air, hingga kecepatan angin. Dimas memastikan, pembangunan dan pengoperasian PLTS Terapung Cirata tidak akan mengganggu aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Terlebih, PLTS Terapung dibangun pada area steril yang tidak menganggu sentra ekonomi jaring apung yang ada di Waduk Cirata. Bahkan, dengan kebutuhan tenaga kerja hingga 800 orang, proyek PLTS Terapung Cirata akan memberikan manfaat bagi warga sekitar. Pelibatan pekerja lokal tidak hanya positif dari sisi ekonomi, tapi juga memberikan keahlian di bidang tenaga surya.
Baca Juga: Menjaring Emiten Pelat Merah Berkinerja Hijau yang Menarik Dikoleksi Harapannya, akan muncul tenaga terampil yang sudah tersertifikasi dan terlibat langsung dalam pembangunan PLTS skala besar. "Misalkan ada proyek di tempat lain, butuh tenaga terampil, Cirata-lah pusatnya. Sehingga dampak yang dirasakan tidak hanya saat konstruksi, tapi juga jangka panjang," tandas Dimas.
Ekosistem Air-Surya ala PJB Cirata
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sejatinya bukan hal baru bagi PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Unit Pembangkitan (UP) Cirata. Jauh sebelum menggarap PLTS Terapung, PJB UP Cirata sudah punya PLTS darat (ground). Beroperasi sejak Oktober 2015, setrum yang dihasilkan dari PLTS berkapitas 1 Megawatt peak (MWp) ini dipakai untuk melistriki kantor hingga stasiun pengisian kendaraan listrik. PLTS 1 MWp Cirata merupakan bagian dari C-GEn Park alias Cirata Green Energy. Kawasan terintegrasi yang terletak di kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata, Purwakarta.
Baca Juga: PKT Sudah Menekan Lebih Dari 435 ribu Ton Emisi pada Tahun Ini Nah, PLTA Cirata merupakan salah satu pembangkit listrik energi hijau penopang sistem kelistrikan di Jawa-Madura-Bali (Jamali). Beroperasi sejak 1988, PLTA Cirata punya 8 unit pembangkit dengan kapasitas total 1.008 MW. General Manager PJB UP Cirata, Ochairialdi menerangkan bahwa PLTA Cirata berfungsi sebagai penyangga beban puncak (peak load). Meski berusia lebih dari tiga dekade, tapi PLTA Cirata masih bisa andal beroperasi. "Alhamdulillah PLTA ini masih andal, bisa beroperasi maksimal dengan terobosan pemeliharaan yang baik," kata Ochairialdi. Tak hanya faktor teknis, keandalan PLTA juga tergantung dari tingkat ketersediaan dan sumber air di waduk. Oleh sebab itu, kolaborasi bersama stakeholders terkait, terutama masyarakat, menjadi penting dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Baca Juga: Berbagai Jalan Ditempuh Menggapai Target Energi Bersih Ochairialdi memastikan, pembangunan PLTS Terapung tidak akan mengganggu operasional PLTA Cirata. Malah nantinya bisa terbangun ekosistem listrik energi bersih dari tenaga air-surya di Cirata. "Justru ini saling menunjang. Kita juga terus membuka ruang untuk mengembangkan bauran energi terbarukan," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli