JAKARTA. Industri pakan ternak di Indonesia berpotensi makin bertumbuh. Satu pemicunya adalah konsumsi ayam per kapita di Indonesia yang masih rendah di antara negara-negara Asia Tenggara. Di saat yang sama, kenaikan pendapatan per kapita dan pertumbuhan masyarakat kelas menengah tengah naik. Itu menopang pertumbuhan konsumsi ayam di Tanah Air. Analis Batavia Prosperindo Sekuritas, Wisnu Karto, mengatakan Indonesia sebagai negara dengan jumlah umat muslim terbesar di dunia juga mendukung potensi pertumbuhan industri pakan ternak. Konsumsi ayam di negara berpenduduk mayoritas muslim biasanya cukup tinggi. “Konsumsi ayam akan terus tumbuh karena konsumsi per kapita masih rendah. Indonesia masih di bawah Filipina, padahal GDP mereka tak sebesar kita,” ujar Wisnu.
Dalam laporan risetnya, Wisnu menyebut, konsumsi ayam per kapita Indonesia, tahun lalu, 7,2 kg per tahun. Sedang Filipina sudah 9 kg. Padahal,
gross domestic product (GDP) Indonesia saat itu US$ 3.500 per kapita, sementara GDP Filipina baru senilai US$ 2.200 per kapita. Di Asia Tenggara, konsumsi ayam per kapita tertinggi adalah Brunei Darussalam yakni 47 kg per tahun dengan GDP per kapita US$ 36.600. Sebagai sesama negara berpenduduk mayoritas muslim, konsumsi ayam per kapita Indonesia berpotensi terus bertumbuh. Arief Fahruri, analis Mega Capital Indonesia, mengatakan prospek industri pakan ternak memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata sejak dua tahun terakhir sebesar 20% per tahun. Adapun di periode sebelumnya, industri tersebut menikmati pertumbuhan di atas 10% per tahun. Fahruri memperkirakan pertumbuhan di tahun ini akan berkisar 15% hingga 20% per tahun. Dengan momentum Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru, penjualan di semester kedua biasanya lebih tinggi dari semester pertama. “Kontribusi penjualan semester kedua di sektor pakan ternak biasanya 55% dari total pendapatan per tahun,” ungkap Fahruri. Potensi tersebut kemudian dimanfaatkan pemain di industri ini untuk ekspansi. Semua rata-rata berekspansi karena melihat permintaan masih cukup tinggi. "Rata-rata meningkatkan kapasitas produksinya,” ujar Fahruri. Pemain utama di industri ini ada empat, yakni Charoen Pokphand Indonesia (CPIN), Japfa Comfeed Indonesia (JPFA), Malindo Feedmill (MAIN), dan Sierad Produce (SIPD). Pangsa pasar CPIN yang paling besar.
Di segmen pakan ternak, pangsa pasar CPIN mencapai 36%, disusul Japfa 20%. CPIN juga memimpin pasar ayam umur sehari atau
day old chick (DOC) sebesar 36%, disusul Japfa 28%. Di pangsa pasar makanan olahan, CPIN pun mendominasi dengan pangsa pasar di atas 50%. Adapun kontribusi terhadap pendapatan CPIN paling banyak berasal dari pakan ternak sekitar 80%, DOC 15%, dan ayam olahan 5%.
Head of Research Sucorinvest Central Gani, Arief Budiman, menilai industri pakan ternak Indonesia memiliki sifat pasar oligopoli. Hal ini memungkinkan pemain di industri itu menaikkan harga jual di tengah kenaikan harga bahan baku. “Harga jagung tinggi sekali. Tahun ini mencapai rekor baru karena kekeringan di Amerika. Tapi perusahaan masih bisa
pass on ke pelanggan. Bisa juga alternatif dengan ambil jagung lokal yang lebih murah,” ungkap dia. Harga jagung dan kedelai naik masing-masing 22% dan 19% di 2012. Kemarau yang diprediksi berlanjut berpotensi mengerek lagi harga kedua komoditas tersebut hingga akhir tahun nanti dan menekan industri pakan ternak. Jagung dan kedelai menyumbang 50%-60% bahan baku pakan ternak. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro