Memanggul laba dari tas outdoor bikinan sendiri



Di tengah persaingan yang ketat, produk tas kegiatan outdoor lokal mulai mendapat angin di negeri sendiri. Dengan kualitas yang setara tas impor, banyak orang yang memilih tas bikinan lokal ketimbang tas impor. Apalagi, harga tas bikinan pengusaha lokal lebih terjangkau ketimbang buatan luar. Produsen tas pun mengantongi rezeki berlimpah.Berawal dari hobi lahirlah bisnis tas. Itulah yang dialami Tomi Sugianto. Awalnya, Tomi adalah penghobi berat naik gunung. Tak terhitung sudah berapa banyak puncak gunung berhasil ia daki. Salah satu kebutuhan utama untuk mendaki gunung adalah tas.Tomi bercerita, sekitar 10 tahun yang lalu, tas gunung dengan merek-merek luar negeri menjadi incarannya. Utamanya produk dari Amerika dan Jerman. Kerap memakai tas-tas impor membersitkan ide Tomi untuk membuat tas untuk kebutuhan naik gunung. Setelah melakukan pengamatan, ia yakin bisa membuat tas sejenis. Ia pun lantas mencari bahan-bahan dengan kualitas bagus untuk membuat tas. Pilihannya adalah kodurai dan polyester.Setelah beberapa kali mencoba, Tomi berhasil membuat tas yang kuat sekaligus nyaman kala dipanggul. Ia pun lantas memasang merek Gravell. "Alhamdulillah, sekarang jadi andalan banyak pecinta gunung," ujarnya bangga. Untuk memenangkan pasar, ia harus mementingkan kualitas. Kualitas ini bisa diukur dari daya tahan serta kekuatan tas mengangkat beban barang bawaan. "Desain menjadi urusan selanjutnya," ujarnya.Agar mendapat tempat di kalangan pecinta kegiatan mendaki gunung, Tomi menyasar komunitas-komunitas pecinta alam. Ini terbilang mudah karena Tomi tergabung di dalamnya. Dari mulut ke mulut, Tomi juga memasarkan tas bikinannya di kampus-kampus.Berbeda dengan dulu, tas untuk kegiatan outdoor bikinan pengusaha lokal semakin diminati pasar. "Selain harganya lebih murah, kualitasnya kian bagus," ujar Tomi yang mampu memproduksi hingga 300 tas gunung dengan berbagai ukuran saban bulan.Tas terkecil memiliki tinggi 60 cm. Adapun paling besar ukurannya 100 liter atau tingginya setara 1 meter. Harganya mulai dari Rp 225.000 hingga Rp 550.000. Pada hari biasa, Tomi mampu meraih pendapatan hingga Rp 80 juta per bulan. Saat musim-musim pendakian seperti bulan Juli hingga akhir tahun, "Penjualannya bisa dua kali lipat," ujarnya. Donny Kurniawan, pemilik toko tas dan perlengkapan hiking Rinjani Raya menambahkan, tahun 2000 adalah momentum tas gunung buatan lokal. Kini, dengan merek Redman, ia bisa menjual tas hingga 150 tas per bulannya.Ada empat tas buatan Donny, yakni Redman Walker 40 liter dengan harga Rp 160.000, Redman X-Over 60 liter dengan harga Rp 265.000, Redman Light 80 liter Rp 365.000 dan Redman X-File 80 liter Rp 335.000. Dari situ, Donny mampu mengantongi omzet hingga Rp 50 juta per bulan.Dari berbagai model, tas Redman X-Over 60 liter menjadi item terlaris. "Model itu mendominasi 40% dari total penjualan," ujar pria yang sudah bergelut dalam bisnis tas sejak 1999. Pelanggannya kebanyakan berasal dari mahasiswa, pencinta alam, dan klub hiking.Saat libur panjang yang biasanya jatuh pada pertengahan tahun menjadi saatnya mendulang rezeki. "Penjualan bisa naik sampai 30%," ujarnya. Musim libur banyak orang naik gunung untuk menghilangkan penat.Donny yakin, bisnis tas untuk kegiatan outdoor ke depan masih sangat menjanjikan. Mengingat Indonesia termasuk negara yang kaya akan gunung. Ini bisa menjadi daya tarik bagi pendaki asing sekaligus lokal. Selain itu, pasar tas untuk kegiatan outdoor juga luas. Tak hanya diminati pecinta gunung tapi pecinta alam dengan aktivitas lain. Namun, agar bisa bertahan di pasar, kualitas harus dijaga. Selain masih banyaknya produk-produk asing, produk-produk lokal juga terus muncul. "Itu menjadi tantangan kami," ujar Donny yang menggunakan polyester dalam pembuatan tasnya.Dibantu lima karyawan, Donny kini memiliki tiga cabang, yakni di Bandung, Semarang, dan Yogyakarta. Adapun kantor pusatnya tetap ada di Jakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi