Memasuki pekan terakhir Juni, produksi batubara mencapai 175,8 juta ton



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki pekan terakhir Juni, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi batubara nasional sudah mencapai 175,8 juta ton. Angka itu setara dengan 35,9% dari total target produksi batubara nasional yang sebesar 489,12 juta ton.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, volume produksi batubara pada paruh pertama tahun ini masih berjalan normal.

Sementara itu, Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif sebelumnya mengatakan bahwa produksi batubara akan mulai terlihat menggeliat ketika ketika memasuki Semester II.


Kendati demikian, bisnis komoditas emas hitam ini masih dibayangi dengan tren penurunan harga yang tercermin dari Harga Batubara Acuan (HBA) yang terus merosot hingga separuh tahun ini.

Terakhir, HBA bulan Juni berada di angka US$ 81,48 per ton. Angka itu melanjutkan tren penurunan sejak September 2018 dan belum pernah mencatatkan kenaikan bulanan.

Menurut Irwandy Arief, pada periode Januari-Juni tahun 2019 ini, rata-rata HBA berada di angka US$ 87,82 per ton. Angka itu turun 8,98% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Irwandy mengingatkan, kecenderungan perusahaan-perusahaan batubara untuk menaikkan jumlah produksi perlu diwaspadai. Irwandy memprediksi, meski terjadi tren penurunan, namun harga batubara pada tahun ini masih akan berada di rentang US$ 60-US$ 80 per ton.

"Apabila nafsu untuk menaikkan produksi dapat dikontrol dengan perencanaan jangka panjang maka harga batubara masih akan bertahan pada rentang yang saya sebutkan. Paling tidak sampai akhir tahun ini," ungkapnya.

Secara umum, sambung Irwandy, harga batubara di Asia masih dipengaruhi oleh kebijakan di China dan India. "Untuk kepentingan industri batubara dalam negerinya, China sepertinya masih menganut regulated price yang menjaga harga di angka US$ 61-US$ 81," kata Irwandy.

Sementara di India, kebijakan untuk mengurangi impor batubara secara bertahap tampaknya belum siap sepenuhnya direncanakan. Hal itu disebabkan oleh pengembangan energi alternatif yang masih belum sesuai rencana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .