KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nama PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dan PT Bank Victoria Syariah mencuat dalam beberapa waktu terakhir dan digadang-gadang bakal menjadi pilihan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) untuk memuluskan rencana memisahkan unit usaha syariah (UUS) milik BTN. Memang, saat ini Bank Muamalat menjadi yang paling dekat sebab proses due diligence telah dilakukan oleh BTN. Hanya saja, hasil due diligence belum tentu membuat BTN melanjutkan niatnya untuk melanjutkan proses akuisisi. Sembari menunggu hasil due diligence yang dikabarkan selesai pada akhir April ini, tak ada salahnya jika membandingkan kinerja antara Bank Muamalat dan Bank Victoria Syariah. Di mana, kedua bank ini sama-sama masih menjadi opsi bagi BTN.
Baca Juga: Melihat Kinerja Sejumlah Bank Syariah pada 2023, Siapa Paling Moncer? Dari sisi aset, Bank Muamalat tentu memiliki aset yang lebih besar dibandingkan Bank Victoria Syariah. Jika mengutip laporan publikasi per 31 Desember 2023, Bank Muamalat memiliki aset senilai Rp 66,95 triliun dan Bank Victoria Syariah hanya memiliki aset Rp 3,08 triliun. Tak hanya itu, Bank Muamalat juga tercatat memiliki laba yang lebih besar dibandingkan Bank Victoria Syariah. Bank Muamalat mampu membukukan laba senilai Rp 13,29 miliar sementara Bank Victoria Syariah hanya membukukan laba senilai Rp 9,77 miliar per 31 Desember 2023. Namun, jika dilihat secara tren dalam lima tahun terakhitr, Bank Victoria Syariah mencatatkan tren pertumbuhan laba yang lebih konsisten. Di mana, pada 2019, Laba Bank Victoria Syariah hanya sekitar Rp 913 juta dan sempat rugi di 2020 senilai Rp 215 juta. Sedikit berbeda, laba Bank Muamalat pada 2019 justru tercatat lebih tinggi mencapai Rp 16,32 miliar. Ditambah, pada 2022, laba Bank Muamalat menjadi yang paling tinggi dalam kurun waktu lima tahun terakhir yang mencapai Rp 26,58 miliar. Dari sisi rasio kinerja, tampaknya Bank Victoria Syariah memiliki rasio-rasio yang lebih baik dibandingkan Bank Muamalat. Baik itu dari, Net Imbalanl, kualitas kredit, rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) hingga, Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum atau kerap dikenal dengan istilah CAR. Pertama, Net Imbalan atau NIM Bank Victoria Syariah tercatat mencapai level 3.57% di periode 2023. Sementaram NIM milik Bank Muamalat hanya sekitar 0,37% di 2023 dan belum pernah mencapai di atas 3% sepanjang lima tahun terakhir. Sebagai informasi, Net Imbalan adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktif. Semakin tinggi berarti semakin efektif bank mengelola sehingga bisa menghasilkan laba bersih. Kedua, dari sisi kualitas kredit, Non Performing Financing (NPF) Bank Victoria Syariah juga tercatat lebih baik dibandingkan Bank Muamalat. NPF net Bank Victoria Syariah hanya 0,21% sementara Bank Muamalat mencatat NPF net di level 0,66%. Selanjutnya, permodalan milik Bank Victoria Syariah tampaknya lebih baik jika dibandingkan dengan Bank Muamalat. Ini tercermin dari Capital Adequacy Ratio (CAR) milik Bank Victoria Syariah di level 65,83% dibandingkan Bank Muamalat yang berada di level 29.4%. Memang, keduanya masih memenuhi batas minimal CAR yang ada di angka 8%. Namun, Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit yang berisiko. Terakhir, terkait rasio BOPO yang membandingkan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. Semakin tinggi BOPO, maka menunjukkan bahwa bank semakin tidak efisen dalam mengelola biaya operasionalnya. Lagi-lagi, Bank Victoria Syariah memiliki rasio BOPO yang lebih baik dibandingkan Bank Muamalat. Di mana, rasio BOPO Bank Victoria Syariah hanya sekitar 89,52%, lebih rendah dari BOPO milik Bank Muamalat yang ada di level 99,62%.
Baca Juga: Musim Konsolidasi Bank Syariah Bakal Terjadi, Ini Prospek Industri Perbankan Syariah Memang, sampai saat ini belum diputuskan bank mana yang akhirnya dipilih BTN untuk diakuisisi. Di mana, bank tersebut nantinya akan menjadi jembatan bagi BTN memisahkan bisnis unit usaha syariahnya yang direncanakan bakal kelar tahun ini. Seperti diketahui, unit usaha syariah BTN telah wajib untuk dilakukan pemisahan mengingat asetnya sudah memenuhi ketentuan OJK paling sedikit Rp 50 triliun. Sementara, aset UUS BTN Syariah sepanjang 2023 sudah tercatat sekitar Rp 53 triliun.
Sebelumnya, Kepala Ekesekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae bilang pihaknya selalu mendukung konsolidasi di industri perbankan syariah sesuai dengan UU P2SK dan POJK No. 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (UUS). Ia menegaskan bahwa pihaknya masih menggantungkan kepada proses merger secara sukarela, dan hanya akan menggunakan kewenangan yang diberikan oleh Pasal 68 Bab IV UU P2SK dan POJK UUS, apabila diperlukan. “Bank-bank yang memenuhi syarat spin off saat ini masih melakukan analisis internal dan skenario konsolidasi yang akan dilakukan,” ujarnya, belum lama ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi