KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jakarta tengah sibuk berbenah untuk mengurai kemacetan yang menjadi momok sehari-hari warga ibu kota. Setelah pengoperasian kereta rel listrik (KRL)
Commuter Line, Trans Jakarta, serta Kereta Rangkaian Listrik (KRL) Jabodetabek, kini muncul pendatang baru:
Mass Rapid Transportasion (MRT). Angkutan massal berjuluk Ratangga ini siap melayani masyarakat secara komersial per tanggal 1 April 2019. Sebelum ini, sejak 12 Maret lalu, PT MRT Jakarta telah melakukan uji coba publik tanpa memungut bayaran bagi penumpang. Secara kasat mata, MRT tidak jauh berbeda dengan KRL, mulai dari cara pembayaran yang sama-sama menggunakan e-tiket, stasiun yang dipenuhi kamera CCTV, sampai dengan gerbong kereta yang menyediakan tempat duduk prioritas bagi penumpang usia lanjut, disabilitas, ibu hamil, dan ibu membawa anak.
Dari masa ujicoba yang berlangsung selama dua minggu lebih, banyak penumpang merasa takjub dengan keberadaan Ratangga. Selain waktu tempuh, mereka mengagumi bangunan stasiun, fasilitas gerbong, sistem tiket, pelayanan petugas, kebersihan, dan berbagai aspek lain. Ada pula penumpang yang memandang MRT biasa-biasa saja. Mereka melihat apa yang disediakan dan ditawarkan MRT tidak jauh berbeda dengan KRL Jabodetabek. Semenjak KRL melakukan pembenahan besar-besaran pada 2008 lalu, angkutan massal yang dulu identik dengan keruwetan itu telah menjelma menjadi angkutan yang modern, nyaman, dan bisa diandalkan. Nah, apa saja perbedaan dan kesamaan antara MRT dan KRL. Yuk, kita tinjau satu per satu. 1. Rute Kereta KRL yang dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Indonesia menawarkan rute jauh lebih banyak. Maklum, KRL memanfaatkan jalur yang sebagian besar di antaranya dibangun sejak zaman kolonial. Laman resmi perusahaan,
www.krl.co.id, menyebut KRL melayani enam rute utama perjalanan, intinya menghubungkan pelbagai wilayah di kawasan Bogor - Jakarta - Tangerang - Cikarang - Rangkas Bitung. Adapun laman resmi MRT,
jakartamrt.co.id, menyebut bahwa moda raya terpadu ini baru melayani satu rute perjalanan: Lebak Bulus - Bundaran HI. 2. Jumlah stasiun Sesuai rutenya yang jauh lebih panjang, KRL menyediakan 79 stasiun yang tersebar dari Tangerang, Bogor, Bekasi, dan Jakarta. Tujuh stasiun (Jakarta Kota, Tanah Abang, Duri, Manggarai, Jatinegara, Kampung Bandan, dan Citayam) di antaranya merupakan stasiun transit. Artinya, pada stasiun-stasiun tersebut, penumpang bisa berpindah kereta dengan rute berbeda. MRT baru menyediakan 13 stasiun yang tersebar dari Bundaran HI sampai Lebak Bulus. Tujuh stasiun di antaranya merupakan stasiun bawah tanah: antara lain stasiun Senayan, Bendungan Hilir, dan Bundaran HI. 3. Fasilitas dalam area stasiun Dua moda transportasi ini menawarkan fasilitas dalam stasiun yang hampir sama. Meski tidak semua, sebagian stasiun KRL menyediakan tangga berjalan, eskalator, dan lift khusus penyandang disabilitas. Area toilet juga sama-sama dijaga kebersihannya, ATM center dan area pertokoan juga tersedia di dalam stasiun. Untuk menjaga keamanan, stasiun MRT dan KRL sama-sama memasang CCTV dan mempekerjakan banyak petugas. Namun, tetap ada perbedaan dari kedua stasiun moda transportasi ini. Jumlah tempat duduk di area tunggu stasiun KRL lebih sedikit dibandingkan dengan stasiun MRT. KONTAN mencatat stasiun-stasiun KRL memilih lebih banyak memasang sandaran berdiri daripada tempat duduk di area tunggu kereta. Perihal area parkir, hampir semua stasiun KRL menyediakan area parkir, meski sebagian di antaranya hanya mampu menampung sepeda motor. Adapun MRT baru menyediakan tiga kantong parkir (
park and ride), satu di Lebak Bulus, dan dua di sekitar stasiun Fatmawati. Namun demikian, para penumpang MRT yang butuh memarkir tunggangannya relatif tidak akan kesulitan menemukan tempat parkir karena setiap stasiun bedekatan dengan area parkir lain. 4. Tarif Sama-sama menjadi transportasi umum, tarif keduanya berbeda. Tarif KRL Rp 3.000 hingga jarak 25 kilometer (km) pertama. Penumpang KRL akan terkena tambahan tarif Rp 1.000 per 10 km berikutnya. Berbeda dengan tarif MRT. Moda transportasi anyar ini mematok tarif berdasar jarak antar stasiun dengan patokan Rp 10.000 per 10 km. Jarak maksimal Lebak Bulus-Bunderan HI bertarif Rp 14.000. 5. Jenis kereta PT Kereta Commuter Indonesia mengimpor sebagian besar rangkaian kereta langsung dari Jepang. Seluruh kereta yang diimpor merupakan kereta bekas yang sebelumnya digunakan oleh Tokyo Metro, operator KRL di Jepang. Saat ini KRL mengoperasikan tujuh jenis kereta: JR 205, JR 203, TM 6000, TM 7000, 8000/8500, 05 Metro, 1000/5000, dan KFW2. Terdapat 83 rangkaian yang melayani penumpang KRL, setiap rangkaian rata-rata terdiri dari 12 gerbong. PT MRT Jakarta memesan rangkaian kereta baru juga dari Jepang, langsung dari Sumitomo Corporation dan Nippon Sharyo. Kereta MRT jenis
communication based train control (CBTC) yang dapat dioperasikan dari pusat pengendali sehingga meminimalisir keterlambatan waktu kedatangan dan keberangkatan kereta. Saat ini MRT baru mengoperasikan enam rangkaian kereta, dengan setiap rangkaiannya terdiri dari 12 gerbong. 6. Kecepatan kereta Rupanya tidak hanya jenis kereta saja yang berbeda, kecepatan laju MRT dan KRL pun juga berbeda. Kecepatan laju maksimal setiap rangkaian kereta MRT mencapai 100 km/jam untuk jalur bawah tanah dan 80 km/jam saat melaju di jalur layang. Adapun rangkaian KRL hanya boleh melaju dengan kecepatan maksimal 70 km/jam. Oh, iya, sebagian besar rel KRL berada di atas permukaan tanah, hanya sebagian yang menggunakan jalur layang. Tidak ada jalur bawah tanah. 6. Fasilitas gerbong kereta Bicara tentang fasilitas gerbong kereta, terdapat perbedaan mencolok antara MRT dan KRL. Salah satunya adalah gerbong khusus wanita. Pada setiap rangkaian, KRL menyediakan dua gerbong khusus bagi penumpang perempuan. Gerbong khusus perempuan ini tampil dengan cat luar merah muda. KRL juga mengkhususkan sebagian bangku penumpang untuk penumpang lanjut usia, disabilitas, ibu hamil, dan ibu membawa anak pada kedua ujung setiap gerbong. Adapun MRT menyediakan ruang khusus disabilitas pada sebagian gerbong. Terdapat ruang kosong dekat dengan pintu yang leluasa digunakan penumpang berkursi roda.
Kursi tempat duduk penumpang juga berbeda. KRL menggunakan kursi dengan lapisan spon tebal sehingga terasa empuk saat diduduki. Kursi yang dipasang pada bagian kanan dan kiri dalam gerbong, total memuat 60 penumpang duduk. MRT memasang kursi plastik, tanpa busa, yang mampu memuat 50 penumpang. Baik KRL maupun MRT mengimbau lewat stiker agar bangku penumpang lebih diprioritaskan bagi penumpang lanjut usia, disabilitas, ibu hamil, dan ibu membawa anak. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati