KONTAN.CO.ID - Saya tidak langsung menerima begitu saja, saat mendapat tawaran untuk memimpin Asuransi Adira sekitar setahun lalu. Saya lebih dahulu meminta persetujuan dari para senior-senior di asosiasi. Begitu mereka mengizinkan, saya baru memutuskan menerima jabatan sebagai Direktur Utama PT Asuransi Adira Dinamika ini sejak November 2017. Saya memang bukan orang baru di perusahaan ini, karena, saya sudah menjadi komisaris independen di Adira semenjak 2015. Memang saat itu direktur utama yang lama (Indra Baruna) mundur. Mungkin saya dianggap tahu persis kondisi perusahaan ini, karena saya juga aktif di asosiasi.
Kondisi bisnis Adira pada akhir 2017 melambat. Bayangkan saja, selama 15 tahun Adira menjadi bayi yang luar biasa, dan menjadi salah satu dari 10 perusahaan asuransi terbesar di Indonesia. Tapi, saat itu, bisnisnya harus mengalami perlambatan. Sebenarnya bukan cuma Adira yang melambat, secara industrinya juga sedang tidak berjalan kondusif. Sampai sekarang pun kondisi industri asuransi belum pulih. Pemegang saham Adira meminta saya membangkitkan perusahaan ini semaksimal mungkin dengan tim yang ada. Syukurlah sampai dengan bulan Oktober 2018 lalu, di saat industri asuransi tumbuh kurang dari 10%, kami bisa tumbuh 13%. Hingga akhir September 2018, kami mencatatkan premi Rp 2 triliun dari target kami, hingga akhir tahun, Rp 2,7 triliun. Padahal, 2017 pendapatan premi Adira Insurance di kisaran Rp 2,3 triliun atau relatif stagnan dibandingkan dengan 2016. Saat itu, kami sengaja mengurangi portofolio bisnis di asuransi kesehatan. Tahun depan, saya berharap bisnis kami bisa tumbuh dua digit lagi. Untuk membuat Adira Insurance bisa bertumbuh tinggi, tidaklah mudah. Saya mengalami sulitnya memimpin Adira dengan tim yang sudah ada. Kalau saja saya mendapatkan keleluasaan untuk membentuk tim baru, tentu akan lebih memudahkan. Tapi komitmen Adira adalah bekerja sama dengan tim yang ada. Karena itulah saya harus mengoptimalkan tim yang sudah ada. Memaksimalkan SDM Saya berkeyakinan sumber daya manusia di Adira Insurance sudah di atas rata-rata industri. Adira sudah memiliki bahan baku SDM di atas rata-rata. Namun, bahan baku tidak akan menjadi apa-apa, jika tidak diolah dengan baik. Makanya, tantangan saya adalah bagaimana mengolah mereka. Awalnya saya mengubah pola pikir karyawan. Ini satu-satunya jalan agar bisa memimpin dengan baik. Saya harus bisa membuat mereka memahami bahwa saya berbeda dari direktur utama yang sebelumnya. Saya juga memberi kesadaran kepada mereka bahwa tidak bisa melakukan hal yang sama dengan sebelumnya, untuk bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Perlu kerja keras. Misalnya menambah jam bekerja, aktivitas bekerja, atau target pekerjaan itu sendiri. Saya juga tegaskan ke karyawan kalau mau menjadi orang sukses harus kreatif dan bisa keluar dari zona nyaman. Harus ada hal baru yang dikerjakan. Secara bertahap akhirnya karyawan bisa menerima padangan saya ini. Saya sampaikan ke mereka bahwa persoalan Adira bukanlah persoalan saya, tetapi persoalan bersama. Langkah nyatanya adalah saya meminta mereka untuk melakukan perencanaan. Saya ini orang yang perhatian dengan perencanaan. Kalau orang-orang tidak punya rencana, saya paksa mereka harus punya dan akan saya monitor. Menurut saya monitoring penting mulai dari perencanaan. Sebab tanpa hal itu, planning akan tinggal planning, karena tidak dikerjakan atau dikerjakannya asal-asalan. Makanya, saya berusaha memonitor secara konsisten. Jika saya hanya memonitor di depan saja, maka itu bukanlah saya. Saya konsisten untuk memonitor mingguan bahkan harian. Sebenarnya, saya belajar cara memimpin sumber daya manusia seperti ini dari ayah saya. Selain itu, saya meniru disiplin dan integritas beliau. Maka, tim di Adira mengenal saya sebagai orang galak. Karena saya punya filosofi untuk membuat satu tim disiplin caranya adalah menjadi pemimpin yang
fight dan
strong. Namun, saya tak lantas mengubah sikap mereka, tanpa beradaptasi dengan mereka. Apalagi, kebanyakan karyawan Adira saat ini adalah generasi milenial yang tidak bisa mengikuti gaya kepemimpinan saya. Karena itulah, saya harus mengetahui apa saja yang mereka senangi. Saya juga harus memahami bagaimana pola komunikasi maupun cara mereka bermedia sosial. Sampai akhirnya saya akan mewujudkan salah satu yang selama ini menjadi daya tarik mereka, yakni ruang kerja yang berbeda. Akhir tahun ini, kami bangun
coworking space buat mereka di gedung ini. Konsepnya bukan suasana ruang saja yang beda, tetapi saya juga memberi kebijakan working for home. Nantinya, mereka bisa kerja dari luar kantor, dan datang ke kantor cukup seminggu sekali saja. Tantangan Industri Selain mengoptimalkan sumber daya manusia, tantangan Adira adalah menghadapi industri asuransi yang lesu. Misalnya, saat ini, penjualan kendaraan bermotor stagnan, padahal fokus bisnis kami di asuransi kendaraan bermotor. Kalau hanya berharap dari kendaraan bermotor, tentu kami hanya bisa tumbuh 6%–7% seperti pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor. Karena itu, saya dan tim berupaya merebut pasar yang sudah ada dengan cara yang sehat. Misalnya, kami fokus menawarkan servis kendaraan yang lebih unggul dari sisi kecepatan, kemudahan dan kualitas pekerjaan. Untuk itu, kami memakai aplikasi sehingga nasabah bisa melakukan klaim tanpa harus datang ke kantor. Soal kualitas, kami bekerja sama dengan banyak bengkel berkualitas dan mengunakan suku cadang asli dan terkini. Bahkan kami membangun bengkel yakni Autocilin Garage (bengkel berstandardisasi). Dari awal tahun sampai Oktober sudah 14, dan hingga akhir tahun targetnya 16 bengkel. Tahun depan, kami akan tambah lagi. Jumlahnya memang lebih kecil daripada tahun ini, tetapi kami mencoba memenuhi semua daerah di Indonesia. Tahun depan, kami akan mendongkrak bisnis asuransi properti khususnya sektor ritel. Memang, asuransi properti industrial dan komersial nilai preminya besar, tapi risiko yang ditanggung juga besar. Makanya kami masuk ke ritel seperti rumah, ruko atau apartemen, dengan premi yang lebih kecil, tetapi risikonya menyebar. Kami juga mengembangkan bisnis asuransi elektronik. Belum banyak kompetitor yang bermain di bisnis ini. Ke depannya saya ingin mendorong bisnis ini, agar menjadi pemimpin di bisnis asuransi elektronik misalnya asuransi ponsel.
Saya tak khawatir dengan bisnis tahun depan meskipun ada pemilihan umum. Saya berharap pemilu bisa berlangsung aman. Kalaupun dunia usaha mengerem, saya yakin usai pemilu akan kembali kencang. Lagipula, masyarakat tetap membeli asuransi umum meski ada sesuatu yang dikhawatirkan. Contohnya saat ada bencana gempa, orang malah tertarik beli asuransi gempa. Saat pemilu ini, saya perkirakan orang akan beli asuransi pengangkutan, baik untuk barangnya, maupun kendaraan yang mengangkut barang tersebut. ◆ Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Mesti Sinaga