JAKARTA. Pengusaha baja tak perlu kuatir. Meski, pemerintah tak memasukan produk mereka termasuk dalam lima produk yang mendapatkan fasilitas pembatasan impor melalui lima pelabuhan. Sebab, pemerintah mempunyai jurus lain. Rencananya, untuk membendung impor pemerintah bakal menyeleksi atau memverfikasi para importir baja. Namun, tak sembarangan importir bakal dapat fasilitas ini. Dari total 16.000 importir umum (IU) yang saat ini ada, sudah pasti bakal menyusut. Kebijakan ini nanti tertuang melalui Peraturan Menteri Perdagangan.
“Kebijakan ini di luar dari SK Nomor 41/2008 yang sebelumnya telah terbit tentang lima produk yang hanya boleh masuk melalui lima pelabuhan,” ujar Deputi Menkoperekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra Irawady, Rabu (3/12). Selama ini, pemerintah menilai IU yang ada sebagian besar tidak mempunyai jejak rekam yang jelas. Sebab itu, langkah verifikasi importir sangat perlu. Verifikasi bertujuan untuk membedakan importir yang patuh dan tidak. Dengan begitu, fasilitas ini tepat sasaran. Beberapa kriteria, IU yang boleh melaksanakan kegiatan impor produk baja antara lain patuh membayar pajak, selalu memberikan laporan kinerja impornya secara rutin, dan laporan tersebut selalui benar dan sesuai kenyataan.
Di antara produk lain, baja selama ini belum mendapatkan fasilitas langsung yang dapat mereka rasakan khususnya dalam menghadapi dampak krisis. Sebelumnya, industri pernah meminta Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (PMDTP). Namun, permintaan ini ditolak pemerintah. Nah, untuk menebus ini pemerintah setuju melindungi industri baja dari serbuan produk impor. Dengan begitu, industri dalam negeri terlindungi. “Tapi kebijakan ini juga kami upayakan tidak sampai menghambat industri hilir baja,” ujarnya. Di sisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan impor bahan baku baja melonjak tajam. Selama Januari-Oktober 2008 impor baja naik 124% dari periode yang sama di 2007. Nilainya, naik dari US$ 4,52 miliar menjadi US$ 10,149 miliar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan impor baja dengan nomor harmonize system (HS) 72 pada periode Januari Oktober 2008 mencapai US$ 7,399 miliar. Angka itu melonjak 120% dibandingkan periode yang sama di 2007. Sedangkan impor baja yang tergolong nomor HS 73 tercatat US$ 2,75 miliar atau melonjak 130% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Baja dengan kategori nomor HS 72 umumnya merupakan bahan baku berupa bijih besi, billet, dan scrap. Sedangkan baja dengan kategori HS 73 sebagian besar produk antara (intermediate) dan hilir (donwstream).
Usut punya usut ternyata lonjakan impor terjadi lantaran kesalahan perhitungan bisnis para pengusaha. Pabrik baja lokal berspekulasai memesan impor bahan baku sejak tiga bulan lalu. Harapannya, harga produk tetap tinggi seperti saat mereka memesan. "Siapa pun tidak mengira harga baja terutama HRC jatuh demikian cepat. Ini kesalahan kalkulasi bisnis," ujar Direktur Industri Logam Departemen Perindustrian (Depperin) Putu Suryawirawan.
Harga HRC di pasar internasional anjlok 45% dalam empat bulan sejak Juli hinga Oktober. Dari titik tertinggi US$ 1.100 per ton pada Juli ke level US$ 440 per ton pada Oktober. Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia atau Indonesia Iron and Steel Industry Asociation/IISIA Hidayat Triseputro meminta pemerintah segera merealisasaikan kebijakannya bagi industri baja nasional. Berupa, penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) serta memperketat arus impor produk jadi. "Di sisi lain, pemerintah perlu mempercepat realisasi belanja APBN pada tahun depan," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Didi Rhoseno Ardi