KONTAN.CO.ID - DW. Coral Vita adalah usaha komersial dengan tujuan hijau yang jelas: mengembalikan terumbu karang yang rusak dengan cepat. Slaah satu pendirinya, Gator Halpern, baru-baru ini memenangkan penghargaan PBB UNEP Young Champions of the Earth untuk usaha hijaunya. DW berbicara dengannya tentang bagaimana mereka bisa menumbuhkan terumbu karang dengan cepat.
DW: Mengapa terumbu karang? Gator Halpern: Terumbu karang adalah ekosistem yang sangat penting. Mencakup kurang dari 1 persen lautan, namun mereka sebenarnya mendukung lebih dari 25 persen semua kehidupan laut. Mereka benar-benar merupakan ekosistem kunci planet kita dan keadaan mereka sekarang sekarat. Kita sudah kehilangan separuh dari terumbu karang dunia hanya dalam beberapa dekade terakhir dan kami perkirakan dunia akan kehilangan lebih dari 90 persen terumbu karangnya pada tahun 2050. Ini bukan hanya tragedi ekologi tetapi masalah sosio-ekonomi yang serius, karena sampai satu miliar orang di seluruh dunia bergantung pada terumbu karang untuk mata pencaharian mereka.
Lalu bagaimana caranya merestorasi terumbu? Anda mulai dengan budidaya karang, yang telah dilakukan orang selama sekitar 15 tahun. Secara tradisional ini dilakukan dengan merangkai karang di pembibitan di laut. Selama ini, jenis karang yang tumbuh cepat akan tumbuh sekitar enam bulan. Kemudian Anda dapat menanamnya di laut. Proyek-proyek ini menunjukkan bahwa kita bisa menumbuhkan lagi terumbu karang yang mati. Pada dasarnya Anda hanya bisa merestorasi satu jenis terumbu karang, yaitu jenis karang yang tumbuh sangat cepat ini. Tapi seringkali, terumbu ini hanya mampu bertahan hidup satu kali. Jadi ketika laut menjadi hangat lagi, mereka bisa mati lagi. Jadi bagaimana pendekatan Anda untuk menjamin pertumbuhannya? Kami membangun pembiakan terumbu karang di darat dengan menggabungkan teknik-teknik baru yang dikembangkan oleh beberapa lembaga penelitian, termasuk mitra kami di Laboratorium Laut Mote di Florida Keys serta Institut Biologi Kelautan Hawaii. Jadi ini pada dasarnya adalah fasilitas dengan sekelompok tank yang kita isi dengan air laut lalu mengendalikan kondisi pertumbuhan terumbu karang. Itu memungkinkan kita melakukan beberapa hal: salah satunya adalah mempercepat laju pertumbuhannya sampai 50 kali dibandingkan dengan pertumbuhan alami mereka. Pendekatan ini juga memungkinkan kami untuk melatih karang agar lebih tahan terhadap pemanasan dan pengasaman lautan yang mengancam kelangsungan hidup mereka. Kita dapat meningkatkan panas atau keasaman dalam tangki, dan karang bisa belajar untuk bertahan hidup dan membangun ketahanan terhadap kondisi perubahan iklim tersebut. Kita juga dbisa mengamati karang secara individual, mana yang paling baik tumbuh dalam iklim laut yang lebih hangat dan yang secara alami paling tahan. Teknik ini disebut juga rekayasa evolusi. Pembiakan kami juga jauh lebih terukur. Kami dapat menumbuhkan ratusan ribu atau bahkan jutaan karang jika fasilitasnya cukup besar, lalu mendistribusikannya di suatu wilayah. Menyediakan terumbu karang untuk proyek restorasi dari suatu peternakan adalah pendekatan baru.
Bisakah Anda menjelaskan cara kerjanya? Karang tumbuh dalam koloni polip individu, jadi setiap hewan adalah polip dan satu karang yang Anda lihat sebenarnya bisa terdiri dari ratusan atau ribuan polip. Apa yang kita lakukan adalah memecah karang menjadi satu polip dan membuang potongan-potongan kecil itu. Begitu mereka dalam bentuk kecil, mereka benar-benar tumbuh lebih cepat dan bergabung kembali menjadi karang yang lebih besar. Kami mengulangi proses ini berulang-ulang, memisahkan karang, memadukannya, memisahkan, lalu memadukannya lagi. Jadi kami menjaga karang dalam mode pertumbuhan yang cepat dan mereka tumbuh jauh lebih cepat dari biasanya. Ini sangat penting terutama untuk spesies yang biasanya tumbuh lambat seperti karang otak. Dalam proyek-proyek restorasi terumbu karang tradisional, orang belum mampu menumbuhkannya kdengan cepat, karena mereka tumbuh sangat lambat. Kami dapat menggabungkan karang-karang itu karena kami mencoba untuk mengambil pendekatan yang lebih holistik terhadap restorasi terumbu karang dan ingin menggunakan sebanyak mungkin spesies.
Jadi dengan asumsi Anda memulai dari nol, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menumbuhkan terumbu karang yang sehat dan bertahan hidup? Jika kita memulai dari nol, hanya mengumpulkan karang yang mulai ditanam di lahan kita, itu akan memakan waktu sekitar enam atau delapan bulan sebelum kita menanam kumpulan karang pertama ke wilayahnya. Butuh sekitar satu tahun untuk menumbuhkan karang dalam jumlah banyak, sehingga ikan-ikan akan kembali. Kuncinya adalah: kita hanya mencoba untuk menempatkan karang di tempat-tempat di mana mereka akan bertahan hidup sehingga tidak semua terumbu dapat dipulihkan. Kami mencoba untuk bekerja di tempat-tempat di mana tekanan lokal terhadap terumbu karang, misalnya penangkapan ikan dan polusi telah berkurang, sebelum kami mengembalikan karang ke tempat itu. Jadi kami tidak menempatkannya di lokasi di mana dia tidak punya kesempatan untuk bertahan hidup.
Siapa yang Anda lihat sebagai klien potensial Anda? Kami sebenarnya adalah bisnis nirlaba, yang merupakan hal baru dalam restorasi terumbu karang. Hingga saat ini, kami sepenuhnya didanai lewat donasi, tetapi kami menjual layanan restorasi terumbu karang kepada para pemangku kepentingan yang memetik manfaat dari terumbu karang yang sehat. Itu bisa jadi orang-orang kaya yang ingin ada terumbu karang di lepas pantai, juga hotel dan resor atau pengembang real estat. Ada juga perusahaan kapal pesiar. Ketika terumbu dihancurkan oleh pengerukan atau pembangunan pelabuhan kapal pesiar, mereka bisa membayar kami untuk memulihkan terumbu yang telah mereka hancurkan. Lalu ada juga minat dari pemerintah dan lembaga pembangunan internasional. Mereka adalah pemain besar yang memungkinkan kami mencapai skala yang dibutuhkan untuk memulihkan terumbu karang dalam skala luas.
Gator Halpern adalah salah satu pendiri Coral Vita. Sebelum memulai bisnis restorasi terumbu karang, dia memperoleh gelar master dalam pengelolaan lingkungan dari Universitas Yale. Dia juga bekerja pada proyek-proyek pembangunan internasional di Peru, Brasil dan Afrika Selatan dan Program Kelautan Global World Wildlife Fund (WWF). Wawancara untuk DW dilakukan oleh Harald Franzen. Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti