KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendanan dari perbankan diperkirakan akan meningkat dibandingkan melalui skema obligasi. Hal ini memanfaatkan melandainya tren suku bunga. Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta mengatakan, melihat tren suku bunga yang mulai melandai dan perekonomian global yang masih dilanda ketidakpastian permintaan pinjaman kredit ke perbankan akan meningkat. Berkaca dari Utang Luar Negeri (ULN) swasta untuk modal kerja dan investasi juga tercatat mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir ini. Berdasarkan data Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (Sulni) edisi April 2023, ULN kredit modal kerja swasta tercatat turun sejak 2020 lalu.
Pada periode tersebut tercatat untuk modal kerja sebesar US$ 104,183 juta, lalu di 2021 turun menjadi US$ 101,525 juta dan pada akhir Desember 2022 menjadi US$ 98.114 juta. Pada Februari 2023, ULN kredit modal kerja swasta tercatat sebesar US$ 97.070 juta.
Baca Juga: Penerbitan Obligasi Perbankan Masih Semarak di Tahun Ini Sementara itu, kredit investasi juga tercatat menurun sejak 2021 lalu yakni sebesar US$ 87.306 juta. Kemudian menurun pada akhir Desember 2022 menjadi US$ 86.470, dan pada Februari 2023 kembali turun menjadi sebesar US$ 85.636. Di sisi lain, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai dengan 14 April 2023 terdapat 33 emisi dari 28 penerbit EBUS. Sebanyak 18 perusaaan atau setara 64,29% berasal dari sektor keuangan, enam perusahaan dari sektor industri, dan empat perusahaan dari infrastruktur. "Berarti ke depan permintaan kredit perbankan akan meningkat dan permintaan obligasi bisa saja mengecil manakala investor dihadapkan dengan kondisi perekonomian global yang masih terjadi ketidakpastian," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu 16/4). Lanjutnya, di tengah ketidakpastian maka persepsi investor adalah obligasi merupakan investasi dengan risiko yang tinggi. Sementara pinjaman perbankan meningkat berhubungan dengan potensi adanya penerapan Expansionary Monetary Policy atau Kebijakan Moneter Ekspansif oleh Bank Sentral. Dengan begitu, Nafan memperkirakan utang bank para emiten akan meningkat tahun ini. Meski begitu, diproyeksikan para emiten mampu memenuhi kewajibannya lantaran kondisi ekonomi domestik yang solid sehingga diekspektasikan para emiten mampu mewujudkan strategi bisnis dan meningkatkan kinerjanya.
Baca Juga: Jika APBN Jadi Jaminan Utang Proyek Kereta Cepat, Begini Risikonya Di sisi lain, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai, justru pendanaan obligasi yang lebih menarik.
Sebab, dengan kondisi tingkat suku bunga yang diperkirakan masih akan naik satu kali lagi, kupon yang ditawarkan dari obligasi lebih rendah dibandingkan dengan bunga kredit perbankan. Hal ini terlihat dari jumlah emiten di sektor keuangan yang berada dalam pipeline penerbitan obligasi dan sukuk. "Kuponnya cenderung kecil, otomatis akan dimanfaatkan perbankan karena punya peringkat bagus dan fundamental bagus," katanya. Berdasarkan hal itu, Nico menilai alih-alih mengajukan kredit perbankan, para emiten memilih obligasi. "Kupon lebih rendah dengan jangka waktu yang lebih panjang," tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto