Memilih berdamai, KC Cottrell Indonesia batal mempailitkan Krakatau Engineering



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Krakatau Engineering boleh bernafas lega. Pasalnya, PT KC Cottrell Indonesia batal melanjutkan permohonan kepailitan terhadap anak perusahaan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk tersebut.

"Memutuskan untuk mencabut perkara dan memerintahkan panitera untuk mencoret perkara dari daftar perkara. Selain itu, memutuskan agar seluruh biaya perkara dibebankan kepada pemohon," kata Hakim Robert yang memipin sidang di pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa (13/3).

Seharusnya sidang tersebut merupakan sidang perdana proses pailit Krakatau Engineering dengan nomor perkara 04/Pdt.Sus/Pailit/2018/PN Niaga Jkt.Pst.


Kuasa hukum pemohon Andi Siburian menyatakan alasan dicabutnya permohonan kliennya lantaran telah dibuatnya perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak.

"Sudah ada pertemuan antara kedua belah pihak. Intinya sudah dibayarkan," katanya kepada KONTAN seusai sidang. Namun Andi enggan merinci berapa pembayaran, termasuk utang Krakatau Engineering kepada Cottrell.

Hal tersebut juga turut diafirmasi oleh kuasa hukum Krakatau Engineering Arnold Sinaga. Ditemui Kontan dalam kesempatan yang sama ia juga enggan menjelaskan kisi-kisi kesepakatan perdamaian tersebut.

"Seperti putusan hakim, permohonan intinya sidah dicabut. Dan memang ada pembayaran," jelasnya.

Sekadar informasi, akhir Januari lalu Krakatau Engineering juga lolos dari permohonan Penundaan Kewajiban Utang (PKPU) yang dimohonkan oleh PT SLS Bearindo dan PT Sapta Asien Mid East.

Namun, tak seperti perkara dengan Cottrell, permohonan PKPU tersebut ditolak oleh Majelis Hakim. Sebabnya, utang senilai Rp 1,5 miliar kepada PT SLS Bearindo, dan Rp 163,05 juta kepada PT Sapta Asien Mid East terbukti telah dilunasi Krakatau Engineering pada 2,5, dan 8 Januari 2018. Apalagi adanya keterangan surat lunas dari prinsipal dua pemohon.

Sebelumnya, Arnold sempat menyebut bahwa permohonan PKPU itu akibat dari keterlambatan pembayaran lantaran adanya pergantian direksi pada Desember 2017. Bukan soal adanya masalah keuangan pada perusahaan.

"Tidak ada masalah (keuangan) sama sekali. Buktinya semuanya dibayarkan. Namun kalau soal mengapa ada permohonan, itu hak dari kreditur," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto