KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham emiten batubara bisa kembali menghangat setelah menyusut sejak awal tahun 2023. Katalis pendorongnya adalah harga batubara yang berpotensi melanjutkan penguatan, meski tidak setinggi level tahun lalu. Data dari tradingeconomics.com menunjukkan harga batubara bertengger di level US$ 147 per ton hingga Kamis (17/8), usai melonjak 9,42% dalam sebulan. Merujuk sumber lainnya, harga batubara ICE Newcastle untuk kontrak September sudah menembus level US$ 156 per ton. Presiden Komisaris HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengamati penguatan harga batubara sejalan dengan kenaikan harga komoditas energi lainnya, yakni minyak bumi dan gas alam. Adapun, kenaikan harga batubara belakangan ini turut didorong oleh lonjakan permintaan dari China.
Impor batubara negeri tirai bambu itu melonjak 67% secara
year on year pada bulan lalu dan meningkat 86% sejak awal tahun. Kondisi ini disokong oleh meningkatnya permintaan tenaga termal di tengah kekurangan pembangkit listrik tenaga air.
Baca Juga: Batubara Naik 9,42% dalam Sebulan, Begini Prospek Kinerja Emiten Emas Hitam Sementara itu, rata-rata produksi batubara harian China turun ke level terendah dalam sembilan bulan karena inspeksi keselamatan yang intensif. Terjadi penutupan sementara tambang batubara menyusul dua kecelakaan fatal di Shanxi pada bulan Juli. "Faktor cuaca juga akan mempengaruhi, sepanjang peningkatan permintaan berlangsung kemungkinan
stock telah tertimbun cukup banyak dan mencapai puncaknya, karena suhu biasanya mulai menurun sejak pertengahan Agustus," terang Sutopo kepada Kontan.co.id, Jum'at (18/8). Meski begitu, masih ada prospek kenaikan harga batubara mengingat komitmen China memberikan stimulus tambahan untuk mendukung perekonomian. Sutopo memprediksi, harga batubara akan bergerak di level US$ 148,83 per metrik ton pada akhir kuartal III-2023. Lalu, berpotensi menembus US$ 160 per metrik ton hingga akhir tahun. Hanya saja, pelaku pasar perlu cermat untuk mengukur dampaknya terhadap pergerakan saham-saham emiten batubara di Indonesia. Pasalnya, kenaikan harga batubara di tahun ini tetap sulit melampaui level harga tahun lalu. Begitu juga dengan kinerja mayoritas emiten batubara. Sutopo menyoroti, sebagian harga saham batubara juga sudah menanjak sejak bulan Juni, dengan kenaikan terbesar terjadi di Juli. Pada bulan ini, harga saham batubara cenderung kembali mendatar. "Probabilitas untuk menguat lagi mungkin sudah terbatas dan sejumlah aksi pengambilan untung dapat terjadi," sebut Sutopo. Namun, secara historis harga saham batubara biasanya menguat mendekati musim dingin, atau pertengahan musim gugur. Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menimpali, kenaikan harga acuan batubara bisa menjadi katalis positif bagi pergerakan harga saham emitennya. Tren penguatan masih bisa bertahan secara jangka pendek terlebih dulu, setidaknya sampai bulan Agustus. Dalam momentum ini, pelaku pasar bisa mencermati saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan potensi penguatan ke level harga Rp 144 - Rp 150.
Baca Juga: Kinerjanya Ciamik, Cermati Rekomendasi Saham Bank Central Asia (BBCA) Kemudian saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dengan target harga Rp 2.600 - Rp 2.700, PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) target harga Rp 404 - Rp 418, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan target harga Rp 29.200 - Rp 30.850.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera, William Wibowo turut melihat dalam jangka pendek masih ada potensi
bullish. Secara teknikal, saham Grup Adaro menarik dikoleksi. William merekomendasikan
buy saham
ADRO dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (
ADMR). Perhatikan level
support Rp 2.330 dan
resistance Rp 3.000 untuk ADRO. Sedangkan
support - resistance ADMR ada di area Rp 1.000 - Rp 1.500.
Selain Grup Adaro, William menyarankan
buy on weakness saham PT Harum Energy Tbk (
HRUM) dengan
support di Rp 1.395 dan
resistance pada Rp 1.750.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi