KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
Price Earning Ratio (PER) menjadi salah satu indikator untuk melihat harga saham murah atau mahal. Biasanya semakin rendah PER maka valuasi saham dapat dikatakan murah. Berdasarkan riset Kontan.co.id menggunakan data RTI, terdapat 34 saham penghuni
indeks Kompas100 memiliki PER di bawah 10 kali. Analis NH Korindo Sekuritas Dimas Wahyu Putra menjelaskan PER rendah memang dapat menjadi indikator saham murah atau undervalue. Namun perlu diperhatikan kembali faktor yang membuat PER tersebut rendah, apakah karena harga sedang koreksi atau adanya kenaikan laba bersih.
"Perusahaan yang bagus biasanya PER di atas 15 kali," jelas Dimas saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (11/2).
Baca Juga: Penjualan apartemen masih tertahan, berikut saham pilihan emiten properti Dari riset yang didapatkan Kontan.co.id, beberapa saham yang memiliki PER di bawah 10 mengalami kenaikan laba atau
earning per share (eps) per kuartal III-2020. Saham tersebut antara lain PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (
BJBR) dengan PER 9,59 kali, PT Buana Lintas Lautan Tbk (
BULL) 4,81 kali, PT XL Axiata Tbk (
EXCL) 9,05 kali, PT Sri Rejeki Isman Tbk (
SRIL) 3,6 kali, dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (
WIIM) 10,07 kali. Pada perdagangan Kamis (11/2) harga saham BJBR ditutup pada level Rp 1.560, BULL Rp 316, EXCL Rp 2.340, SRIL Rp 258 dan WIIM Rp 695. Dimas mengatakan nilai wajar (fair value/FV) kelima saham tersebut antara lain BJBR Rp 1.900, BULL Rp 530, EXCL Rp 3.900, SRIL Rp 410 dan WIIM Rp 1.000. "Pendorongnya adalah meningkatnya penjualan dan pesanan seiring pemulihan ekonomi seperti EXCL trafik data meningkat, BULL meningkatnya kontrak pemakaian jasa kapal, dan BJBR diperkirakan ekspansi kredit akan meningkat sekitar 8%," jelas dia.
Baca Juga: Menguat 1,15% pekan ini, simak proyeksi pergerakan IHSG pekan depan Selain itu, beberapa saham juga tercatat memiliki valuasi murah dengan PER di bawah 10 kali namun mengalami penurunan laba. Saham tersebut antara lain PT Gudang Garam Tbk (
GGRM) dengan PER 9,9 kali, PT Media Nusantara Citra Tbk (
MNCN) 8,93 kali, dan PT Tunas Baru Lampung Tbk (
TBLA) 9,45 kali. Dimas menilai GGRM akan menghadapi tantangan yang berat di tahun 2021 ini karena kenaikan cukai yang akan menggerus laba. Sebab komponen cukai ini biasanya sekitar 70% dari harga pokok penjualan (HPP). Sedangkan MNCN seiring dengan pemulihan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan kembali iklan, selain itu tantangan digital platform seperti netflix dan youtube perlu diwaspadai karena saat ini dengan kreativitas tidak terbatas konten iklan akan semakin tersegmentasi, tidak seperti saat ini general yang ada di televisi. "TBLA untuk sawit oil seiring kenaikan harga CPO diharapkan mampu meningkatkan penjualan," jelas Dimas. Selain itu untuk produk hilirisasinya pun diharapkan meningkat. Untuk kinerja 2020 sendiri sampai kuartal III-2020 TBLA mengalami penurunan penjualan dan net profit margin (NPM) di mana beban meningkat sehingga menggerus laba. Selain itu di indeks Kompas100 terdapat saham dengan PER negatif seperti PT Medco Energi International Tbk (
MEDC) dengan PER -6,59 kali, PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (
BEST) -10,91 kali, PT Timah Tbk (
TINS) -45,54 kali, dan PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) -1,61 kali. Dimas menjelaskan untuk MEDC mengalami PER negatif karena adanya penurunan penjualan dan peningkatan beban, terutama karena selama pandemi Covid-19 permintaan minyak dunia menurun dan harga minyak sempat di bawah US$ 40 per barel.
Baca Juga: IHSG menguat 0,33% ke 6.222 pada akhir perdagangan Kamis (11/2), asing catat net sell "Untuk 2021 seiring dengan meningkatnya harga komoditas minyak yang sudah di atas US$ 50 per barel dan gas yang diperkirakan di atas US$ 3 diharapkan mampu meningkatkan kinerja," jelas dia.
Saham lain dengan PER negatif yang masih memiliki potensi kenaikan antara lain BEST karena kebutuhan lahan untuk pembangunan pabrik seiring meningkatnya
foreign direct investment (FDI). Sedangkan BUMI dinilai masih memiliki kas yang negatif dan masih berusaha melakukan restrukturisasi utang. Kemudian saham TINS, dinilai harga saat ini telah priced in sehingga perlu dilihat kembali kinerja penjualan di 2021. Dus, beberapa saham yang masih direkomendasikan beli oleh Dimas antara lain TBLA dengan target harga Rp 1.250, MNCN Rp 1.800, MEDC Rp 950 dan BEST Rp 250. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto