Memotret kembali bisnis properti SMRA



JAKARTA. Perlambatan ekonomi turut menekan penjualan properti PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Alhasil, pengembang Kawasan Kelapa Gading, Jakarta ini memangkas target penjualan. SMRA merevisi target marketing sales tahun ini menjadi senilai Rp 4,5 triliun dari sebelumnya Rp 5,5 triliun.

Meski target marketing sales dipangkas, sejumlah analis menilai prospek bisnis dan saham SMRA tetap menarik. Analis Danareksa Sekuritas Anindya Saraswati misalnya, tetap mempertahankan rekomendasi buy. "Target harga masih di Rp 2.045 per saham," kata dia, Selasa (6/10).

SMRA dinilai masih berfundamental kuat melalui sejumlah portofolionya, antara lain Summarecon Mal Bekasi, Harris Hotel Bekasi, Plaza Summarecon Bekasi. Adapula Summarecon Mal Serpong, Summarecon Digital Centre dan Scientia Business Park.


Semua portofolio itu dikelola melalui anak usahanya, Summarecon Investment Property. Anak usaha ini juga bakal mengembangkan Novotel Hotel dan sebuah menara perkantoran di kawasan Slipi, Jakarta. Menurut rencana, proyek tersebut dimulai tahun 2017 dan dijadwalkan selesai pada tahun 2019.

Properti yang dikelola Summarecon Investment Property adalah hasil transfer aset yang dilakukan SMRA. Total nilai aset yang ditransfer mencapai Rp 6,19 triliun. Proses transfer dua tahap. November 2015, SMRA berniat mentransfer aset Rp 3,19 triliun. Di tahap kedua, nilai aset yang ditransfer sebesar Rp 2,28 triliun. "Pengalihan aset ini merupakan bagian rencana restrukturisasi aset perseroan sehingga Summarecon bisa menjadi lebih fokus kepada bentuk investasi dan pengembangan properti lain," jelas Anindya.

Dia memprediksikan, SMRA pada tahun ini mencetak pendapatan Rp 5,75 triliun. Pada tahun depan, pendapatan perseroan diprediksi tumbuh menjadi Rp 6,89 triliun.

Analis Buana Capital Michael Ramba juga mempertahankan rekomendasi buy SMRA. Lantaran SMRA memangkas target marketing sales, Michael  menurunkan target harga SMRA dari semula Rp 1.900 menjadi Rp 1.500 per saham. "Revisi target marketing sales berpotensi menurunkan pendapatan SMRA. Namun hal ini hanya berdampak minor," tulis Michael dalam riset pada 28 September lalu.

Sebelum ada revisi target, Michael memproyeksikan SMRA mengantongi pendapatan Rp 5,95 triliun pada tahun ini. Di tahun depan, pendapatan SMRA diproyeksikan Rp 6,51 triliun.

Setelah SMRA menurunkan target, Michael mengkalkulasi pendapatan emiten ini senilai Rp 5,59 triliun di 2015. Angka itu menyusut 6% ketimbang target sebelumnya.

Analis Sinarmas Sekuritas James Wahyudi, menilai SMRA merevisi target marketing sales lantaran ada tekanan di industri properti. Dalam riset pada 28 September lalu, James merekomendasikan buy saham SMRA. "Target harganya adalah Rp 1.430 per saham," kata dia.

Menurut James, keputusan merevisi target justru membuat manajemen SMRA lebih nyaman. SMRA juga hampir bisa dipastikan bisa merealisasi target baru marketing sales. Hingga bulan ke delapan, realisasi marketing sales SMRA telah mencapai 62%.

Pada perdagangan di bursa saham kemarin, harga SMRA  melonjak 8,23% menjadi Rp 1.250 per saham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto