JAKARTA. Mencoba keluar dari pakem ide film-film Indonesia, Sang Pialang ingin tampil beda. Film yang menelan dana Rp 4 miliar ini bercerita tentang pasar modal Indonesia, meski tetap beraroma percintaan. Bagi pelaku pasar modal atau yang ingin terjun ke pasar modal, perlu melihat film ini. Anda masih ingat film Wall Street di era 80-an? Ini adalah film wajib bagi pelaku pasar modal karena memotret gaya hidup
trading floor Amerika Serikat pada masa itu. Film besutan sutradara Oliver Stone ini berkisah tentang seorang pialang muda, Bud Fox (Charlie Sheen) yang rela melakukan apa saja demi gairah materialistik dan kesuksesan, termasuk meraih informasi perdagangan secara ilegal (insider trading). Pada 2006, Oliver Stone kembali meluncurkan drama Wall Street, Money Never Sleeps dengan suasana baru yang lebih segar. Di tingkat lokal, kini hadir film yang digadang-gadang sebagai Wall Street-nya Indonesia, yaitu Sang Pialang. Film yang disutradarai Hafid Asad Amar ini berkisah tentang kehidupan para pialang saham. Sang Pialang adalah kisah drama yang dibumbui konflik pasar modal. Ada lima orang sahabat, empat laki-laki dan satu perempuan.
Empat laki-laki ini berprofesi sebagai pialang, antara lain Mahesa (Abimana Aryasatya) dan Kevin (Christian Sugiono), aktor tampan berdarah Indonesia-Jerman yang melejit lewat film Jomblo. Adapun satu wanita cantik itu adalah Analea (Kamidia Radisti) yang berprofesi sebagai credit analyst group head sebuah bank. Kevin adalah seorang pialang yang ambisius. Ini demi membuktikan kemampuannya kepada sang ayah (Pierre Gruno), pemilik Barata Securities, institusi dimana Kevin bekerja. Sebab, ayah Kevin lebih sering memuji kinerja Mahesa dibandingkan anaknya. Mahesa adalah sosok konservatif, tidak pernah mendobrak pakem. Ini bisa dilihat dari dialognya yang sering diucapkan saat menasehati bawahannya yang sedang panik. "Jangan memberikan argumen, gambarkan fluktuasi pasar saja. Biar pasar yang berargumen." Di bagian lain, Mahesa bilang, "Ceritakan semuanya, karena itu hak investor untuk tahu. Hak investor juga untuk menjual atau membeli. Yang terpenting adalah trust." Kevin semakin iri dengan kepiawaian Mahesa yang juga mendapat perhatian khusus dari Analea. Perempuan ini berjanji akan mengajak ayah Mahesa untuk berinvestasi di pasar saham. Sebab, ayah Mahesa selama ini lebih tertarik berinvestasi di sektor riil. Perlakuan Analea terhadap Mahesa menyebabkan Kevin semakin iri. Demi meraih popularitas, Kevin melakukan berbagai kecurangan dalam mengelola dana investor. Alhasil, Kevin memperoleh kepercayaan dari sang ayah sehingga naik jabatan. Namun rupanya, kejadian itu tercium oleh investor, seorang pengusaha kaya (Ferry Salim) yang memiliki uang tak berseri di sekuritasnya. Konflik pun mulai meninggi. Bagaimana cara Kevin menyelesaikannya? Apakah Mahesa mau membantu Kevin? Film ini memiliki ide menarik, yaitu tentang pasar modal. Di Indonesia, ide ini belum pernah diangkat di layar lebar. Meski begitu, alur Sang Pialang cenderung datar, konfliknya pun kurang gereget. Gambar-gambar yang disajikan belum mendetail menggambarkan 'seperti apa' pasar modal. Misalnya, kurang menggambarkan kepanikan investor saat nilai sahamnya anjlok. Fluktuasi nilai saham juga tidak tervisualisasi secara mendetail. Tidak ada layar monitor yang ditonjolkan untuk menunjukkan pergerakan harga saham. Dialog para pemain dengan investor juga tak cukup kuat menjelaskan seluk beluk pasar modal. Memang, sesekali istilah pasar modal keluar lewat dialog para pemain. Contohnya, kalimat yang sering diucapkan Mahesa, "Fundamentalnya bagus, sahamnya juga masih bagus, tahan dulu, jangan terburu-buru untuk sell." Ada beberapa istilah lain seperti buy, insider trading dan lain-lain. Tapi film ini belum menunjukkan apa perbedaan investasi di pasar modal dan investasi di sektor riil. Namun, tetap ada cerita menarik, seperti kegamangan ayah Mahesa untuk menanamkan investasinya, apakah di tanah atau saham. Juga cerita bagaimana Kevin melakukan
insider trading. Asad Amar, sutradara Sang Pialang, bercerita bahwa ide tentang film pasar modal ini ada sejak 2007, setahun sebelum pasar finansial global rontok. Asad bilang, ide ini berasal dari sahabatnya, Saidu Solihin, Ketua Asosiasi Pasar Modal Indonesia.
Mereka berteman sejak kuliah Magister Ekonomi di Trisakti. Karena berbagai kendala, Sang Pialang baru bisa dieksekusi pada 2012. Ide besarnya memang berasal dari film Wall Street. "Saya ingin mencoba membawa gaya Wall Street sebagai tema sentral di film pertama saya," ujar Asad. Hal paling sulit adalah menyusun skenario. "Bagaimana caranya menyajikan kisah drama dengan konflik yang mengisahkan pasar modal," ujar Asad. Film ini menghabiskan dana Rp 4 miliar. Proses syuting tidak terlalu lama, hanya 21 hari. Yang pasti, film ini ringan karena dikemas dengan cerita drama yang mudah dicerna. Setidaknya, film ini layak diapresiasi sebagai film pertama yang menggambarkan sisi lain pasar modal Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sandy Baskoro