Kondisi sektor logistik Indonesia tertinggal dibandingkan negara lain. Berdasarkan Logistic Performance Index (LPI) 2016, peringkat Indonesia menurunan dari 53 di tahun 2014 menjadi 63 pada tahun 2016. Peringkat Indonesia di bawah Singapura (5), Malaysia (32) dan Thailand (45). Cukup memprihatinkan, mengingat pemerintah berupaya memperbaiki daya saing logistik nasional. Kondisi ini juga menunjukkan, upaya pemerintah memperbaiki sektor logistik belum memadai dan kalah dibandingkan dengan negara-negara lain. Komponen LPI yang memiliki nilai terendah dan menurun dibandingkan tahun 2014 adalah kondisi custom dan infrastruktur. Selain itu, biaya logistik di Indonesia relatif tinggi. Berdasarkan riset Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, biaya logistik nasional pada 2017 mencapai 23,5% terhadap produk domestik bruto (PDB), lebih tinggi dibanding Thailand (13,2%), Malaysia (13%) dan Singapura (8,1%). Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menargetkan biaya logistik nasional turun menjadi 19,2% terhadap PDB di 2019.
Kontribusi terbesar pembentuk biaya logistik adalah ongkos transportasi, sebesar 72%. Biaya logistik tinggi menyebabkan harga barang mahal, terutama di timur Indonesia, sehingga terjadi disparitas harga. Bahkan, porsi biaya logistik dapat mencapai 40% dari harga ritel barang. Berdasarkan kajian Bank Dunia, biaya pengiriman kontainer 20 TEUs dari Tanjung Priok ke Padang mencapai US$ 600. Sementara biaya pengiriman kontainer 20 TEUs dari Tanjung Priok ke Guangzhou (China) mencapai US$ 400. Penyebab biaya pengiriman domestik lebih tinggi dari biaya pengiriman internasional adalah volume muatan tak imbang dan infrastruktur belum memadai. Volume muatan tidak imbang antara Jawa dan luar Jawa menyebabkan biaya logistik antarpulau di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan biaya logistik ke luar negeri. Mengatasi hal tersebut, pemerintah melakukan kebijakan program tol laut. Program ini untuk mengurangi disparitas harga terutama di kawasan timur Indonesia. Tol laut merupakan konektivitas logistik berupa kapal yang melayari secara rutin dan berjadwal dari barat sampai timur. Salah satu cara, memberikan subsidi terhadap kapal-kapal yang melayari tol laut. Selain itu, pemerintah membangun sarana dan prasarana penunjang tol laut. Tahun 2017, pemerintah mengalokasikan anggaran tol laut sebesar Rp 355 miliar dalam bentuk subsidi dengan rincian Rp 226,4 miliar untuk penugasan Pelni dan Rp 128,6 miliar untuk pelelangan umum. Namun, dampak tol laut belum terealisasi sesuai harapan, padahal pemerintah sudah menggelontorkan dana ratusan miliar rupiah. Harga-harga barang di Kawasan Timur Indonesia masih tinggi. Kami memandang implementasi program tol laut perlu perbaikan dan dioptimalkan. Ada beberapa kendala pelaksanaan program tol laut. Seperti produktivitas rendah. Sering, kapal dari Jawa bermuatan penuh, tapi kembali dari luar Jawa kosong. Padahal, banyak komoditas yang dapat diangkut dari luar Jawa, seperti kakao, rumput laut dan ikan.
Sistem pengumpulan dan penyimpanan barang di pelabuhan daerah terpencil perlu diperbaiki, mengingat prinsip ship follow trade. Pembangunan sektor logistik berbasis aliran barang dan aktivitas perdagangan. Kapal pengangkut akan mengikuti bila muatan banyak atau load factor tinggi. Oleh karena itu, pembangunan pusat logistik berbentuk gudang penyimpanan di daerah terpencil dapat mendorong perusahaan pelayaran membuka rute ke daerah tersebut. Pemerintah berupaya membangun pusat logistik “Rumah Kita” di daerah terpencil, tapi belum optimal. Kendala lain, meninjau ulang alokasi subsidi tol laut. Selama ini, untuk menjadi penyelenggara tol laut, perusahaan angkutan laut pemenang tender harus membangun kapal sendiri. Bahkan, Kemenhub berencana melakukan pengadaan hingga 109 kapal yang membutuhkan dana triliunan rupiah. Menurut kami, pengadaan kapal tidak perlu, karena dapat memanfaatkan kapal pelayaran swasta. Apalagi angkutan laut oversupply. Anggaran tol laut sebaiknya lebih banyak ke perbaikan infrastruktur termasuk perluasan dan perawatan pelabuhan. Pemerintah fokus pada perbaikan infrastruktur dan penyediaan pusat logistik di timur Indonesia. Ketersediaan infrastruktur dan pusat logistik memadai mendorong pelaku usaha pelayaran membuka rute pelayaran ke timur Indonesia tanpa disubsidi pemerintah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi