Memupuk harapan di pertemuan Doha



JAKARTA. Fluktuasi harga minyak semakin tinggi menjelang pertemuan para produsen minyak di Doha, Qatar, akhir pekan ini. Setelah mencapai level tertinggi empat bulan, harga minyak WTI kembali tergores akibat tingginya stok minyak Amerika Serikat (AS).

Mengutip Bloomberg, Rabu (13/4), pukul 14.30 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman Mei 2016 di New York Merchantile Exchange tergerus 1,8% ke US$ 41,4 per barel dibanding sehari sebelumnya. Namun sepekan terakhir harga sudah menanjak 9,66%.

Deddy Yusuf Siregar, analis Asia Tradepoint Futures, mengatakan, prospek harga minyak masih diliputi ketidakpastian. "Masih sulit untuk menebak harga minyak akan ke mana," kata Deddy.


Harga minyak melemah setelah American Petroleum Institute (API) merilis simpanan minyak AS pekan lalu naik jadi 6,2 juta barel. Harga minyak bisa merosot lagi bila data simpanan minyak versi Energy Information Administration (EIA) juga naik.

Data ini dirilis Rabu (13/4) waktu AS. Sampai berita ini ditulis, EIA belum mengumumkan data terbarunya. Profit taking Research & Analyst Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan, aksi profit taking juga turut menggerus harga minyak. "Investor masih khawatir pada pertemuan Doha," ujarnya.

Meski demikian, hingga saat ini belum ada isu jika pertemuan di Doha terancam gagal. Di saat yang sama, pelaku pasar telah menaruh harapan besar pada pertemuan Doha yang membahas rencana pembekuan produksi.

Spekulasi terus berputar jelang pertemuan ini. Menteri Minyak Iran, Bijan Namdar Zanganeh tidak akan menghadiri pertemuan tersebut namun mengirimkan wakilnya. Sementara Rusia berharap ada kesepakatan pembatasan produksi.

Goldman Sachs Group mengingatkan, pasar bisa bereaksi negatif bila kesepakatan tidak terjadi. Tapi jika produsen mencapai kata sepakat, Deddy bilang, harga berpeluang melambung hingga US$ 50 per barel.

Selanjutnya, setelah pertemuan Doha, pergerakan harga minyak akan terpengaruh oleh nilai tukar dollar AS, terutama akibat rencana kenaikan suku bunga The Fed. Dilihat dari sisi fundamental, pasar minyak dunia masih oversupply.

Oleh karena itu, dalam jangka pendek, peluang harga minyak tertekan masih besar. Tapi jangka panjang, harga minyak bisa naik. Menurut Faisyal, Arab Saudi saat ini membutuhkan dana besar untuk menutup defisit neraca dagang.

"Arab Saudi sepertinya akan mengikuti kesepakatan pembekuan produksi karena mereka ingin harga minyak naik," ujar dia.

Secara teknikal, Faisyal melihat harga saat ini bergerak di atas moving average (MA) 50, MA100, dan MA200. Moving average convergence divergence (MACD) bergerak di area positif 0,959. Tapi stochastic turun dari area overbought dan berada di level 63. Sedang indikator RSI turun ke 57.

Faisyal meramal hari ini harga minyak bakal melemah di kisaran US$ 38,95- US$ 43,50. Sedang sepekan ke depan, harga akan bergerak di US$ 36-US$ 44. Hitungan Deddy, harga sepekan di US$ 39-US$ 42,5 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie