Menabuh berkah dari lonjakan pesanan beduk menjelang Ramadan



Meski bulan puasa masih dua bulan lagi, permintaan beduk sudah meningkat hingga 50% ketimbang hari biasa. Alat tabuh yang lekat dengan kebudayaan Islam ini bakal melonjak lagi saat bulan puasa tiba. Seorang perajin di Mojokerto mengerjakan hingga enam pesanan beduk akhir-akhir ini. Perajin beduk di Purwokerto, menerima pesanan yang datang dari Ambon. Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh berkah. Tak terkecuali bagi para perajin beduk. Tengok saja Toko Bedug di Japanan, Mojokerto. Fajar Irawan, pemilik Toko Bedug, mengatakan, memasuki bulan Mei ini permintaan beduk buatannya sudah meningkat hingga 50%. Ia memperkirakan lonjakan permintaan, seperti tahun-tahun sebelumnya, akan memuncak satu bulan sebelum puasa. Biasanya dalam sebulan Fajar hanya mampu menjual dua hingga tiga beduk. Namun, mendekati bulan puasa seperti sekarang, ia bisa melego empat hingga enam beduk dalam sebulan.

Menurut Fajar, memang banyak pelanggan kerap memesan jauh-jauh hari. Karena, mereka masih ada waktu untuk mendekorasi atau memberi tambahan hiasan ke beduk pesanannya. Karena sudah berpengalaman, Fajar mengklaim kalau kualitas beduk Toko Bedug Japanan ini sangat bagus karena terbuat dari paduan kayu jati, trembesidan kulit sapi atau kerbau. "Kami menjaga kualitas dan kepuasan pelanggan," ujar Fajar berpromosi. Pembuatan satu beduk, butuh waktu sekitar dua hingga enam minggu, tergantung ukuran beduk. Di tempat kerjanya, Fajar mempekerjakan tujuh pegawai. Fajar menjual beduk bikinannya mulai dari Rp 3,5 juta hingga Rp 25 juta per buah. Tipe standar mempunyai ukuran diameter 50 cm sampai 150 cm dengan panjang mulai 70 cm sampai 225 cm. Ia menggunakan bahan baku kayu trembesi dan kulit sapi pilihan. Sementara warna beduk menyesuaikan keinginan pelanggan. Sedangkan, tipe eksklusif dengan bahan jati dan kulit kerbau, harganya mulai dari Rp 7,5 juta hingga Rp 30 juta. Beduk eksklusif ini memiliki ukuran diameter 70 cm hingga 170 cm dan panjang 110 cm sampai 245 cm.Kebanyakan pelanggan Fajar membeli tipe standar dengan ukuran diameter 100 cm dan panjang 160 cm, seharga Rp 11 juta. Sedangkan untuk ukuran eksklusif yang paling banyak dipesan yakni berdiameter 80 cm dengan harga Rp 9,5 juta. Bagi Fajar, prospek penjualan beduk tetap stabil karena alat tabuh ini sudah jadi tradisi kebudayaan dan ritual agama. "Sulit membayangkan Ramadhan tanpa beduk," ujarnya. Tinggal kualitas dan pemasarannya saja yang harus ditingkatkan. Saat ini produk Fajar dipakai hampir di seluruh Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah.Di Purwokerto, Jawa Tengah, seorang perajin beduk juga menuai kenaikan pesanan. Perajin tanpa merek usaha itu adalah Eddy Saputra. Menjelang Ramadan ini, ia telah mendapat empat pesanan. Bahkan, pesanan terjauh datang dari sebuah mesjid di Ambon. Eddy bertutur, pesanan di bulan puasa biasanya akan meningkat lagi. Adapun di bulan-bulan jauh dari bulan Ramadan, pesanan beduk tak tetap. Kadang ia hanya mendapat satu pesanan dalam dua bulan hingga tiga bulan. Eddy hanya mau memproduksi beduk bila ada pesanan. Karena itu, tamu yang datang ke rumahnya tak akan melihat beduk menganggur begitu saja. Ini dilakukan Eddy karena usaha beduk merupakan sampingan buatnya. Beduk buatan Eddy berasal dari kayu trembesi. Ia mendatangkan kayu ini dari Kalimantan. “Di Pulau Jawa sudah sulit menemukan kayu trembesi. Hutan sudah hampir habis di sini,” keluh Eddy. Selain trembesi, Eddy juga memakai kayu nangka. Karena kayu nangka keras, Eddy terlebih dulu merendamnya di empang selama satu hingga dua bulan. Proses pengeringan pun memakan waktu hingga dua bulan. Pemakaian kayu ini pun agak pelik dibanding trembesi. Bila pakai kayu nangka, Eddy harus menyambung antar batang karena kayu nangka punya diameter kurang dari 80 cm. Sedangkan, beduk yang kerap dibuat Eddy berdiameter 1,2 meter hingga 1,5 meter. “Kayu trembesi utuh bisa dibuat satu beduk, tidak perlu disambung. Bedanya dengan beduk dari nangka, beduk kayu trembesi yang utuh bunyinya bulat waktu ditabuh,” kata Eddy, 53 tahun. Eddy harus jeli memilih kayu trembesi yang bagus buat dijadikan beduk. Syaratnya, kayu trembesi harus sudah tua. Kayunya pun harus diambil minimal 40 cm dari muka tanah. Sebab, menurut Eddy, semakin ke bawah batang, semakin tua usianya. Alhasil, beduk dari kayu trembesi bisa bertahan lebih lama dibanding beduk kayu nangka. “Coba lihat beduk di Masjid Sunan Ampel. Usianya sudah ratusan tahun tapi masih bagus bunyinya,” kata Eddy.Eddy menggunakan kulit sapi untuk melapisi bagian tabuh. Tapi, bila ia membuat beduk kecil berdiameter 60 cm, maka Eddy menggunakan kulit kambing. Biasanya, ia menggunakan kulit sapi dari sapi yang telah berusia tua. Semakin tua usia sapi, semakin kuatlah kulitnya. Karena berkualitas bagus, beduk dari trembesi berdiameter 1,5 meter bisa berharga hingga Rp 100 juta. Sedangkan, beduk dari kayu trembesi sambungan berkisar Rp 35 juta sampai Rp 40 juta. Beduk kecil dengan diameter 60 cm dijual dengan harga Rp 25 juta. Satu beduk biasa dikerjakan tiga pegawai lepas Eddy. Bila pesanan beduk membanjir, Eddy mengerahkan 15 tukang. Pembuatan satu beduk memakan waktu dua bulan. Baginya, usaha pembuatan beduk adalah usaha untuk membangkitkan kembali fungsi beduk yang semakin tenggelam oleh pengeras suara. “Beduk adalah bagian dari kebudayaan Islam. Sudah dipakai sejak zaman Wali Songo ketika membangun masjid-masjid. Maka, beduk harus dilestarikan,” tutur Eddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi