Rencana kunjungan kenegaraan putra mahkota Kerajaan Arab Saudi Pangeran Mohammad bin Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Tanah Air membawa kembali ingatan kita pada kunjungan raja ketujuh Kerajaan Arab Saudi (Salman bin Abdulaziz al-Saud) ke Jakarta dan Bali pada 1–12 Maret 2017 silam. Kunjungan Sang Raja sangat fenomenal, karena dilakukan dengan membawa delegasi yang besar (lebih dari 1.500 orang) serta durasi kunjungan terlama dibandingkan dengan kunjungan ke negara lain di kawasan. Jumlah delegasi yang besar dan durasi terlama tentunya mengindikasikan urgensi misi yang diemban Sang Raja. Sebuah misi melebihi hubungan tradisional kedua negara yang hanya berkisar pada urusan jemaah haji, perlindungan tenaga kerja, pendidikan, bantuan sosial dan mendukung kemerdekaan Palestina. Misi terpenting yang dibawa adalah peningkatan kerjasama ekonomi terutama investasi dan perdagangan seiring dengan program transformasi ekonomi yang sedang dilakukan oleh Kerajaan Arab Saudi sejak 2015 dalam kerangka Vision 2030.
Program Vision 2030 yang dipimpin oleh Sang Putra Mahkota dicanangkan untuk mengubah fundamental ekonomi Arab Saudi yang sangat bergantung pada sumber daya alam (minyak bumi). Arab ingin agar ekonomi negeri itu menjadi terdiversifikasi dengan melakukan beberapa strategi reformasi struktural, seperti pemotongan gaji pegawai pemerintah, penciptaan lapangan kerja di luar sektor pemerintahan, melalui inward dan outward investments, serta meningkatkan penerimaan negara dari non-oil revenue dengan melakukan pemungutan pajak dan retribusi. Rencana kunjungan Sang Putra Mahkota nampaknya dilakukan untuk meyakinkan negara mitra strategis bahwa program Vision 2030 tetap berlanjut walaupun muncul banyak keraguan atas kualitas kepemimpinannya pasca skandal pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi dan penangkapan beberapa tokoh pegiat reformasi di dalam negeri. Kunjungan Raja Salman membawa harapan baru bagi peningkatan hubungan ekonomi kedua negara dengan ditandatanganinya sejumlah komitmen investasi baik dengan skema government to government maupun business to business dengan nilai total sebesar US$ 9,4 miliar. Komitmen investasi yang disepakati meliputi pembangunan refinery di Cilacap oleh Pertamina dan Saudi Aramco, pembiayaan proyek pembangunan dari Saudi Fund for Development serta kerjasama pembangunan perumahan dan infrastruktur di Jeddah antara PT Wijaya Karya Tbk dan Adil Makki Contracting Company. Perbaikan fasilitas investasi Namun, setelah dua tahun berlalu, janji manis investasi tersebut masih belum juga terealisasi. Menurut catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), total investasi Arab Saudi pada 2018 hanya mencapai US$ 5,36 juta dalam 43 proyek atau meningkat sebesar 53,14% dari total investasi pada 2017 sebesar US$ 3,5 juta. Karena itulah, rencana kunjungan Pangeran Mohammad adalah kesempatan terbaik bagi pemerintah Indonesia untuk menagih janji investasi Arab Saudi yang disampaikan sang Raja dua tahun lalu. Namun, tentu saja bukan sembarang menagih, pemerintah juga harus menunjukan komitmen yang kuat segera melakukan perbaikan fundamental terhadap fasilitas investasi bagi investor Arab Saudi. Karena tanpa perbaikan itu, janji manis Arab Saudi tersebut pasti sulit terealisasi. Lebih lanjut, perbaikan fasilitas investasi juga diperlukan untuk mendorong potensi investasi baru (green field investment) serta perluasan investasi yang sudah berjalan (brown field investment). Untuk itu perlu ada perbaikan fasilitas investasi. Pertama, percepatan implementasi Persetujuan Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M) atau Bilateral Investment Treaty. P4M diperlukan untuk memberikan perlindungan investasi dari tindakan ekspropriasi dan nasionalisasi oleh host country serta kerugian akibat non-business riks. P4M juga menjamin perlakuan preferensial bagi investor dengan kebijakan national treatment dan most favored nation agar investor mendapatkan imbal hasil yang optimal dari investasinya. Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi sudah menandatangani P4M sejak 15 September 2003. Namun hingga kini masih dalam proses ratifikasi sehingga belum dapat berlaku secara efektif. Seiring dengan selesainya proses review atas seluruh P4M pada 2015, Pemerintah dapat menginisiasi proses renegoisasi P4M dengan menggunakan template P4M Indonesia hasil review agar P4M Indonesia-Arab Saudi dapat segera diberlakukan dan memberikan manfaat bagi peningkatan investasi kedua negara. Kedua, ekstensi Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau double taxation agreement. Ekstensi P3B diperlukan untuk memberikan perlakuan pajak preferensial atas imbal hasil investasi yang ditanamkan. Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi telah memiliki P3B yang berlaku secara efektif sejak 1 Januari 1989. Tapi ruang lingkup P3B hanya mencakup penghasilan dari jasa transportasi udara dalam rute internasional, termasuk penghasilan yang diterima oleh pegawai perusahaan jasa transportasi udara. Seiring dengan komitmen peningkatan investasi, ruang lingkup P3B Indonesia-Arab Saudi perlu diperluas agar meliputi berbagai jenis penghasilan dari investasi seperti business profit, capital gain, dividen, bunga, royalti dan employment income. Lebih lanjut, P3B tersebut juga perlu dilengkapi dengan ketentuan reciprocal tax sparing agar investor Indonesia dan Arab Saudi dapat menikmati insentif fiskal yang ditawarkan oleh host country.
Ketiga, pembentukan perjanjian perdagangan bilateral, perjanjian perdagangan diperlukan untuk mengurangi hambatan perdagangan atau trade barriers dalam bentuk tarif dan non-tarif serta menjamin tersedianya akses pasar bagi kedua negara. Pemerintah dapat menginisiasi perundingan perjanjian perdagangan bilateral dalam bentuk preferential trade agreement atau free trade agreement. Lebih lanjut, pemerintah juga dapat memperluas cakupan perjanjian perdagangan dengan membentuk comprehensive economic partnership agreement terutama pada aspek cooperation and capacity building agar tenaga kerja dan produk Indonesia dapat menyesuaikan dengan standar kualitas tinggi yang diterapkan oleh Arab Saudi.♦
Subagio Effendi Kandidat Doktor di University of Technology Sydney, Australia Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi