KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Simpanan masyarakat kelas menengah ke bawah di perbankan dengan nilai nominal di bawah Rp 100 juta mengalami tren kenaikan selama tiga bulan berturut-turut sejak Juli sampai dengan Oktober 2024.
Salah satu faktor penyebabnya adalah keraguan masyarakat akan kondisi ekonomi yang membuat masyarakat memilih untuk menahan konsumsi belanja dan menyimpan dananya di bank yang dianggap lebih aman.
Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per Oktober 2024, tercatat pertumbuhan nominal simpanan di bawah Rp 100 juta meningkat 5,8% secara tahunan (
year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan September yang tumbuh 5,4% yoy. Ini juga sekaligus menjadi pertumbuhan tertinggi sejak Januari 2024.
Di sisi lain, tren jumlah rekening simpanan masyarakat di bawah Rp 100 juta mengalami perlambatan, yakni tumbuh 9,80% yoy per Oktober 2024, dibandingkan September yang tumbuh 10,90% yoy. Melambatnya pertumbuhan jumlah rekening simpanan tersebut telah terjadi selama empat bulan berturut-turut sejak bulan Juli 2024.
Baca Juga: Pertumbuhan Simpanan DPK Perbankan Semakin Melambat Ekonom Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menyatakan, jika simpanan masyarakat kelas menengah ke bawah di perbankan mengalami peningkatan, hal ini mengindikasikan adanya pengurangan konsumsi belanja, yang artinya memiliki kaitan dengan penurunan daya beli masyarakat.
Ia menilai penurunan daya beli masyarakat juga menandakan bahwa kondisi ekonomi tidak dalam kondisi yang begitu bagus, dimana ini juga berdampak pada terhambatnya aktivitas perputaran ekonomi.
"Simpanan di bank itu bahkan kalau kita ingat di zaman kondisi krisis 98, tabungan kita tetap tumbuh itu. Ya justru ketika perekonomian itu mengalami ketidakpastian, orang akan menahan konsumsi dan investasi, makanya DPK bisa naik," terang Piter kepada Kontan, Senin (25/11).
Lebih lanjut Piter menjelaskan, jika DPK naik diikuti oleh perekonomian yang tumbuh dengan penyaluran kredit yang menggemirakannya, hal ini baru bisa dinilai sebagai
threshold yang baik.
Namun Piter juga menegaskan, peningkatan ataupun penurunan tabungan masyarakat kelas menengah ke bawah tersebut bukan menjadi faktor utama yang mempengaruhi perekonomian. Perlu memastikan fenomena dibaliknya dan tidak terburu-buru menganalisis.
Sementara itu dari sisi Pengamat Perbankan, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan juga sepakat faktor meningkatnya simpanan kelas menengah ke bawah saat terjadinya fenomena penurunan daya beli disebabkan oleh mayoritas masyarakat yang menahan belanja.
"Menurut saya trennya akan fluktuatif, kadang meningkat dan ada waktu untuk menurun. Ini kemungkinan karena penurunan daya beli yang dapat disebabkan berbagai hal, tapi bisa juga karena meningkatnya pendapatan," ungkap Trioksa.
Baca Juga: Bunga Tinggi Tetap Jadi Andalan Bank Digital Mendulang Simpanan Deposito Trioksa menilai, jika tren penurunan daya beli terus menerus terjadi, maka dapat membuat ekonomi melambat dan berdampak ke dunia usaha karena penjualan akan menurun.
"Untuk itu pemerintah harus mendorong agar daya beli membaik. Kondisi seperti ini dapat terus berlangsung selama belum ada perbaikan di sisi investasi yang dapat berkontribusi pada pengurangan pengangguran," ungkapnya.
Di sisi lain, sejumlah bankir membenarkan adanya tren peningkatan simpanan kelas menengah ke bawah saat kondisi daya beli menurun. PT Bank Mandiri Tbk misalnya, yang mencatat dana nasabah tabungan dengan saldo kurang dari Rp 50 Juta tumbuh di atas 4% yoy per September 2024.
Senior Vice President Retail Deposit Products and Solution Bank Mandiri Evi Dempowati menyampaikan simpanan nasabah kelas menengah ke bawah ini akan tetap mengalami tren peningkatan sejalan dengan strategi Bank Mandiri dalam mengoptimalkan himpunan dana murah (CASA) dan fokus pada pemanfaatan serta peningkatan layanan digital multi transaksi.
Tak jauh beda, Direktur Utama PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB), Yuddy Renaldi juga menyatakan simpanan nasabah kelas menengah ke bawah tetap tumbuh meski melambat. Meski demikian simpanan nasabah individu kelas menengah ke atas masih menjadi pendorong utama pertumbuhan DPK di BJB.
Baca Juga: Bank Banten dan Bank Jatim Bentuk KUB, Restu Pemegang Saham dan Perombakan Komisaris "Segmen nasabah individu prioritas masih menjadi motor utama (pertumbuhan DPK) karena kelas menengah atas ini tidak terdampak oleh tekanan inflasi dan daya beli. Selain itu faktor liburan akhir tahun juga digunakan oleh nasabah-nasabah penyimpan untuk menggunakan dana tabungannya untuk berlibur," ungkap Yuddy kepada Kontan, Senin (25/11).
Sementara itu Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk Efdinal Alamsyah juga menyatakan produk tabungan mengalami penurunan, meskipun secara total DPK masih bertumbuh.
"Bank Oke tetap positif akan mengalami peningkatan sampai dengan akhir tahun 2024 karena secara bulanan, pada bulan November 2024 sedikit mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan akhir bulan Oktober 2024," ungkap Efdinal.
Dia menyebut banyak faktor yang dapat mempengaruhi kenaikan atau penurunan simpanan di suatu bank antara lain, seperti suku bunga, inovasi digital, luas jangkauan layanan, inflasi dan tekanan ekonomi, persaingan antar bank, insentif simpanan, perbaikan pendapatan, stabilitas ekonomi, persaingan dengan instrument investasi lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih