JAKARTA. Penghematan anggaran dari kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bisa menjadi salah satu pendongkrak laju pertumbuhan ekonomi. Namu, dampak tersebut langsung berimbas, setidaknya butuh waktu. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, apabila harga BBM dinaikkan Rp 3.000/liter pada bulan November maka penghematan anggaran yang terjadi sebesar Rp 20 triliun. Akan tetapi dari penghematan Rp 20 triliun tersebut tidak bisa langsung dibelanjakan pemerintah. Perkiraannya dari Rp 20 triliun yang bisa masuk ke kas pemerintah tahun ini sekitar Rp 5 triliun. Selebihnya masuk ke dalam sistem kas negara untuk disimpan.
Namun uang penghematan Rp 5 triliun tersebut pun tidak bisa langsung dibelanjakan karena waktunya sudah mepet pada akhir tahun. Nah, hitungan David, kalau Rp 5 triliun dibelanjakan bisa mendorong pertumbuhan sebesar 0,1%. "Kalau tidak bisa dibelanjakan yah bisa mengurangi pertumbuhan ekonomi 0,1% tahun ini," ujar David, Senin (27/10). Dampak kenaikan BBM secara penuh terhadap pertumbuhan baru bisa terjadi tahun depan. Menurut David ada penghematan antara Rp 120 triliun-Rp 140 triliun. Kalau penghematan tersebut dialokasikan untuk mendorong pembangunan infrastruktur, bukan tidak mungkin bisa membuat pertumbuhan ekonomi tahun depan lebih baik. Meskipun begitu, dirinya masih melihat ekonomi tahun depan belum bisa bergerak pesat. David perkirakan paling maksimal hanya sebesar 5,5%. Ekonomi Amerika yang membaik yang diiringi dengan peningkatan suku bunga dan perlambatan ekonomi China menjadi momok tahun depan. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui pertumbuhan ekonomi tahun depan setidaknya menghadapi tiga tantangan. Pertama, kenaikan suku bunga Amerika. Kedua, perlambatan ekonomi China. Ketiga, jatuhnya harga komoditas dunia.