KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direncanakan rampung sejak 2016, pembentukan
holding keuangan hingga saat ini masih terkatung-katung. Konon, Kementerian Keuangan sebagai anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) belum memberi lampu hijau pembentukan
holding. Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo membantahnya. “Bukan dalam artian menyetujui atau tidak, namun memang ada beberapa masukan dari KSSK, dan sedang kita diskusikan terus,” katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (5/5). Gatot juga menjelaskan, Kementerian BUMN pun sejatinya telah memiliki proyeksi setelah
holding selesai dibentuk. Ada tiga tujuan yang jadi pembentukan
holding. Pertama adalah soal permodalan, kemudian terkait upaya memperdalam pasar, dan terakhir soal
big data industri keuangan
Soal permodalan misalnya, dengan
holding peran pemerintah melalui Kementerian BUMN akan lebih ringan lantaran pemenuhan modal kelak akan menjadi tanggung jawab PT Danareksa sebagai induk
holding keuangan. Skema ini dicontohkan Gatot misalnya untuk menangani masalah
backlog perumahan. Ia bilang saat ini Indonesia masih memiliki
backlog hampir 11 juta rumah. Ditambah bonus demografi sebesar 70 juta, dan harga properti yang makin tinggi
backlog perumahan nasional diprediksi akan makin melebar. “Tanpa adanya suntikan modal kepada BTN sebagai
mortgage bank kami, tentu masalah
backlog ini akan sulit diatasi. Melalui
holding, Danareksa sebagai induk bisa langsung
chip in (penyertaan modal), misalnya dengan cara BTN melakukan
rights issue. Sehingga tak perlu ada dana dari pemerintah,” pelas Gatot. Peran pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diminimalkan, sebab kata gatot ke depan APBN memang akan difokuskan untuk belanja sosial. Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN, anggota indeks
Kompas100) Maryono mengamini penjelasan Gatot. Maryono yang juga ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) ini bilang melalui
holding memang akan menciptakan efisiensi pendanaan, dan efektivitas dalam bisnis. “Misalnya nanti soal pengadaan-pengadaan anggota
holding nanti akan ada standarnya, SDM juga akan distandardisasi sehingga secara biaya juga akan lebih efisien lagi. Banyak yang bisa diefisienkan,” kata Maryono. Sementara soal memperdalam pasar, bank pelat merah anggota Himbara yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI, anggota indeks
Kompas100), PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI, anggota indeks
Kompas100), PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI, anggota indeks
Kompas100) dan BTN akan punya segmen masing-masing. Misalnya Bank Mandiri dan BNI akan menggarap debitur korporasi, BRI menyasar kredit mikro, dan BTN di segmen kredit perumahan. Direktur Utama BNI Ahmad Baiquni bilang meskipun BNI punya segmen pasar yang sama dengan Bank Mandiri, kelak pembagian pasar akan dipertajam melalui penugasan di
holding. “Kalau bicara korporasi ini kan besar, sehingga nanti bisa dibagi mana yang
high,
medium,
small. Sekarang pun dengan adanya BMPK (Batas Minimum Pemberian Kredit (BMPK), Bank Mandiri tidak bisa menggarap seluruh segmen korporasi sendirian, sehingga mesti dilakukan sindikasi,” katanya kepada Kontan.co,id. Sementara Gatot menambahkan dengan pembagian pasar yang jelas, masing-masing bank akan lebih memiliki spesialisasi lagi, dengan membagi pasar sesuai sektor industrinya. Gatot memberi contoh, sebuah bank yang memiliki spesialisasi di bidang pertambangan akan mengetahui berapa sebenarnya kebutuhan pendanaan perusahaan tambang tersebut. Alih-alih sekadar menyetujui kredit yang diajukan. “Bank BUMN kita tidak ada spesialisasi seperti itu, makanya melakukan sindikasi. BNI maupun Mandiri nanti bisa bicara di
holding, diskusi tiap minggu misalnya, siapa yang akan menggarap sektor
plantation, siapa yang ambil sektor
mining. Sisanya BRI yang meskipun ada kredit korporasi, dia tinggal ikut sindikasi saja,” papar Gatot. Sedangkan soal
big data dipaparkan Gatot menjadi alasan perusahaan industri keuangan non bank (IKNB) macam PT Pegadaian, PT Bahana Artha Ventura, serta PT Permodalan Nasional Madani, hingga perusahaan teknologi finansial seperti PT Jalin Pembayaran Nasional pengelola ATM Link, dan PT Fintek Karya Nusantara pengelola platform pembayaran digital LinkAja ikut masuk
holding. “Dari Pegadaian misalnya bisa dikumpulkan data nasabah yang meminjam mulai dari Rp 50.000 hingga nasabah bank yang memiliki pinjaman hingga triliunan. Dari
big data itu, kemudian bisa disediakan produk yang sesuai dengan pasar, karena pasar ini kan memang berubah,
behavior nasabah juga berubah. Ke depan memang arahnya menuju
fintech,” jelas Gatot.
Meskipun hingga saat ini belum rampung, Gatot masih optimistis setidaknya semester pertama 2019 pembentukan
holding selesai sepenuhnya. Ia juga memastikan tidak ada tahapan tertentu, termasuk soal kabar bahwa dalam tahap akhir penyempurnaan
holding, BNI akan mengakusisi BTN, sehingga hanya ada tiga bank di dalam
holding. Maryono dan Baiquni pun membantah hal ini. “Tidak ada rencana (akuisisi) tersebut, saya tidak pernah mendengar hal itu,” kata Maryono. “Dulu memang ada rencana untuk mengakuisisi Unit Usaha Syariah (UUS) BTN, tapi tidak jadi. Kalau untuk akuisisi BTN tidak ada rencana seperti itu,” timpal Baiquni. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi