Menakar arah IHSG pasca FOMC



 JAKARTA. Pelaku pasar agaknya sudah mengantisipasi sejak dini hasil pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), pada Jumat (18/9) dinihari atau Kamis (17/9) waktu Amerika Serikat. Sejumlah kalangan memprediksi, Bank Sentral AS (The Fed) bakal menunda kenaikan suku bunga acuan.

Jika benar The Fed rate tak berubah, maka hal itu berefek positif terhadap pasar saham Indonesia, setidaknya dalam jangka pendek. Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, memperkirakan The Fed menunda kenaikan bunga acuan. Sebab, data ekonomi AS tidak cukup kuat untuk melawan perlambatan ekonomi global. "Yellen pasti akan lebih hati-hati mengambil kebijakan," ujar dia, kemarin.

Hans memprediksi, The Fed akan mengerek bunga acuan pada Maret 2016. Dus, IHSG berpotensi rebound, meski hanya sementara. Sebab ke depan, penundaan kenaikan The Fed rate akan menjadi bola panas bagi pasar global, termasuk bursa saham Indonesia. Jika The Fed rate batal naik bulan ini, pergerakan IHSG hingga akhir tahun nanti cenderung fluktuatif karena dibayangi ketidakpastian.


Oleh karena itu, Hans menurunkan proyeksi IHSG di akhir 2015 menjadi 4.600 dari sebelumnya 5.200. Direktur Avere Investama Teguh Hidayat berpendapat, apapun keputusan The Fed, apakah itu menaikkan atau menunda kenaikan suku bunga, hanya akan berdampak minimal bagi pasar Indonesia.

"Suku bunga tetap akan berdampak positif. Jika bunganya naik, maka berefek negatif. Tetapi dampaknya minimal," tegas dia. Selain menantikan The Fed, aksi Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Tiongkok (PBoC) perlu mendapat perhatian para investor.

Seperti langkah ekstrem bank sentral China (PBoC) belum lama ini, mendevaluasi mata uang yuan. Pasar global sempat panik atas aksi tersebut. Teguh juga mengingatkan pengambil kebijakan untuk menjaga rupiah. "Jika rupiah tembus Rp 15.000 per dollar AS, dampaknya akan ke mana-mana," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie