KONTAN.CO.ID - Musim kemarau panjang atau dikenal dengan el nino telah melanda wilayah Indonesia. Pada akhir Juli 2023 lalu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat 63% wilayah di Indonesia sudah terdampak el nino. Berdasarkan catatan BMKG, el nino kali ini akan lebih ekstrem dibandingkan sebelumnya. Artinya wilayah yang terdampak kekeringan akan lebih kering di bandingkan el nino yang melanda Indonesia pada 2019 lalu. Menariknya pada waktu bersamaan, ada juga wilayah Indonesia yang justru mengalami banjir. Ini terjadi karena posisi geografis Indonesia yang diapit dua samudera. Kemudian dalam kaitannya dengan iklim, BMKG telah membuat zona musim. BMKG mengategorikan zona musim ini ada 669 zona.
Baca Juga: Sri Mulyani: Ada Peristiwa yang Memengaruhi Target Pertumbuhan Ekonomi 2024 "Sudah ada 63% dari 669 zona ini sudah masuk musim kemarau. Artinya sebanyak 63% kita sudah terdampak langsung el nino," jelas Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, A.Fachri Radjab seperti diberitakan KONTAN awal Agustus lalu. Adapun daerah yang berpotensi mengalami kekeringan ektrem di antaranya adalah sebagian besar Pulau Sumatra dan Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimatan Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
BMKG memperkirakan puncak el nino terjadi pada Agustus dan September 2023 ini, tapi tidak menutup kemungkinan el nino akan berlangsung sampai akhir tahun 2023 bahkan diperkirakan mencapai awal tahun 2024. Merespons el nino ini, pemerintah tidak tinggal diam. Sejumlah strategi pun disiapkan. Utamanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Pasalnya, komoditas pangan menjadi salah satu yang terdampak paling tinggi dari el nino. Sejumlah lahan pertanian diproyeksi akan mengalami gagal panen tahun ini akibat kemarau panjang.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca BMKG Jawa Timur Masih Cerah Cenderung Panas, Probolinggo Ada Hujan Terancam Gagal panen
Koordinator Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Serelia, Gandi Purnama, mengatakan pemerintah memprediksi ada 20.255 hektar (ha) lahan padi yang mengalami kekeringan tahun ini akibat el nino. Dari jumlah tersebut sekitar 469 ha terancam puso. Sementara itu, ada lahan padi seluas 14.000 ha diprediksi mengalami banjir dan dari jumlah itu seluas 1.800 ha terancam puso. Dengan demikian ada total sekitar 2.269 ha tanaman padai terancam gagal panen pada 2023 akibat el nino. Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan sejumlah langkah dan strategi untuk meminimalisir risiko el nino tahun ini. Antara lain dengan menerapkan program kejar tanam 1.000 ha per kabupaten. Gerakan ini diikuti dengan gerakan nasional penanganan dampak el nino 500.000 ha di 10 provinsi untuk meningkatkan perluasan areal tanam. Kementan telah menyiapkan enam wilayah sebagai pelaksanaan program gernas ini yakni Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi. Kemudian ada 4 provinsi pendukung seperti Lampung, banten, Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.
Baca Juga: Antisipasi El Nino, Kementan Siapkan 500.000 Ton Cadangan Beras "Kita percepat tanam, kalau Agustus kita tanam harapannya November sudah bisa panen dengan pengawalan super ketat antar lini dari daerah ke pusat," jelas Gandi. Selain langkah tersebut, Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga tengah berusaha memastikan pasokan pangan dalam negeri aman di tengah ancaman el nino. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, untuk komoditas beras, Bapanas telah menugaskan Perum Bulog untuk mempercepat penyerapan 2,4 juta ton beras untuk kebutuhan masyarakat tahun ini. Arief melaporkan cadangan beras pemerintah (CBP) saat ini sudah mencapai 800.000 ton. Adapun CBP ditargetkan dapat mencapai 1 juta ton pada bulan September nanti. Sebab pemerintah membutuhkan CBP sebesar 2,2 juta ton hingga akhir tahun 2022 untuk menghadapi el nino. "Karena itu di samping mengharapkan panen raya, kemungkinan kita harus impor beras," ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.
Ancaman Inflasi Tinggi
Selain mengancam ketahanan pangan, el nino juga bisa menyulut inflasi tinggi karena kenaikan harga pangan. Pemerintah memprediksi akibat el nino yang terjadi pada Juni hingga Oktober 2023, produksi beras berpotensi merosot hingga 1,5 juta ton. Selain itu, India telah menyetop ekspor beras sejak 20 Juli 2023. Padahal India penumbang 40% ekspor beras dunia. Kondisi ini pun sudah diwanti-wanti pemerintah. Karena itu butuh langkah tepat untuk menghadang ancaman lanjutan el nino.
Baca Juga: Hingga Juli 2023, Indonesia Sudah Mengimpor Beras Sebanyak 1,17 Juta Ton Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah tengah melakukan antisipasi untuk mencegah berbagai risiko dari fenomena el nino. "Kita minta daerah tetap waspada terhadap inflasi terutama yang berasal dari non meneter atau
non core inflation," ujar Sri Mulyani. Ekonom Center of Reform on Economic (Core) Yusuf Rendy mengatakan jika krisis pangan tidak dapat diatasi pemerintah maka inflasi di Tanah Air bisa melonjak di kisaran 4% hingga 4,5%. Untuk itu, ia mewanti-wanti inflasi pada tahun ini berpotensi menuju kisaran 4%. Padahal sebenarnya inflasi bisa ditekan di kisaran 3% jika tidak ada el nino. Berdasarkan pemberitaan Kontan.co.id, dampak el nino sudah terasa. Harga beras telah menunjukkan kenaikan yang konsisten dari di kisaran Rp 11.500 per kg pada September 2022 kini melonjak menjadi Rp 13.5000 per kg pada Juni 2023.
Baca Juga: Harga Beras Semakin Melambung, Pakar Sarankan Bulog Lakukan Ini Demikian juga dengan harga cabai sudah mendekati Rp 50.000 per kg dari sebelumnya di kisaran Rp 33.000 per kg. Kondisi ini tampaknya mengancam ketahanan pangan Indonesia. Di atas kertas pemerintah tampaknya telah siap menghadapi guncangan dari el nino. Namun tetap perlu kewaspadaan dan ketelitian dalam menjalankan strategi agar tepat sasaran sehingga Indonesia dapat terhindar dari krisis pangan dan inflasi tinggi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli