KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (
PGAS) sedang mengalami kondisi
force majeure alias kahar terkait salah satu kontrak pengiriman
liquified natural gas (LNG) ke Singapura. Pada 3 November 2023, PGAS mengumumkan kondisi
force majeure terkait pelaksanaan master LNG sale and purchase agreement dan confirmation notice (CN) dengan Gunvor Singapore Ltd selalu pembeli. Sekretaris Perusahaan PGAS Rachmat Hutama mengatakan, Master LNG Sale and Purchase Agreement (MSPA) ini berkaitan dengan pembelian dan penjualan LNG antara PGAS dan Gunvor untuk menjual kargo LNG tertentu.
PGAS dan Gunvor juga telah menyepakati
confirmation notice sebagai tindak lanjut MSPA.
Baca Juga: Ini Jawaban PGN (PGAS) Terkait Kondisi Force Majeure Pengiriman LNG ke Singapura Pengiriman LNG berdasarkan
confirmation notice dijadwalkan terjadi antara Januari 2024 hingga Desember 2027. Baik Master LNG Sale and Purchase Agreement dan confirmation notice keduanya tertanggal 23 Juni 2022. Namun
, confirmation notice menjadi efektif terhitung sejak terpenuhinya
condition precedent pada 30 September 2022. Rachmat menyebut, Master LNG Sale and Purchase Agreement dan confirmation notice mengatur bahwa PGAS akan mengirim kargo LNG ke Gunvor, dan berhak menerima pembayaran dari Gunvor atas pengiriman kargo LNG tersebut.
Dari sisi Gunvor, perjanjian ini mengatur bahwa Gunvor akan membeli, menerima pengiriman, dan melaksanakan pembayaran kepada PGAS atas kargo LNG tersebut. Namun, terdapat kendala di luar kendali PGAS yang menyebabkan tertundanya proses novasi portofolio LNG dari Pertamina kepada PGAS. Asal tahu, akan dilaksanakan alih bisnis LNG milik Pertamina, yang saat ini merupakan holding dari PGAS, kepada PGAS.
BaBaca Juga: Perusahaan Gas Negara (PGAS) Umumkan Force Majeure dengan Gunvor Singapore Gunvor dan PGAS menandatangani Master LNG Sale and Purchase Agreement dan confirmation notice dengan dasar PGAS akan menjual LNG tertentu dari portofolio Pertamina kepada Gunvor. “Karena keadaan yang tidak terduga di luar kendali PGAS, novasi portofolio LNG dari Pertamina kepada PGAS tertunda, sehingga berimbas kepada terkendalanya pengiriman kargo LNG kepada Gunvor,” terang Rachmat, Senin (13/11). Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai, kondisi ini cukup berdampak negatif pada kinerja keuangan dari PGAS. Catatan dia, PGAS sudah melakukan pencadangan (provisi) US$ 4,4 juta per sembilan bulan pertama 2023. ”Jumlah yang sebenarnya tidak terlalu signifikan, namun pasar cukup merespons negatif sentimen tersebut,” kata Felix saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (14/11).
Baca Juga: Dukung Pengembangan Smart City, PGN Dorong Penyediaan Gas Terintegrasi Terbukti, saham emiten yang beken dengan nama PGN ini mengalami tekanan sejak mengumumkan kondisi
force majeure pada Selasa (7/11). Dalam sepekan, saham PGAS merosot 7,02%. Ini membuat saham PGAS tertekan hingga 18,77% dalam sebulan perdagangan dan ambruk 35,80% sejak awal tahun. Analis DBS Group William Simadiputra menilai, saham emiten pelat merah ini sedang mengalami tren penurunan alias
downtrend. William belum melihat fase
downtrend saham PGAS akan berakhir. “Kami menilai pelemahan harga saham PGAS mencerminkan tren penurunan laba bersih pada tahun 2023 akibat rendahnya harga jual minyak dan tren distribusi margin yang rendah,” terang William. Karena kenaikan margin yang terbatas, William memperkirakan harga saham PGAS belum akan pulih dari level terendah saat ini, meskipun PGAS berstatus sebagai perusahaan sub-holding gas nasional yang bertugas mendistribusikan gas ke seluruh pelosok negeri. Hemat William, f
orce majeure dapat menyebabkan risiko pencadangan kontrak pada laporan keuangan PGAS tahun 2023. Memang belum jelas apakah
force majeure tersebut akan berdampak cukup signifikan bagi PGAS karena penundaan kewajiban pengiriman LNG terjadi hingga Januari 2024. Namun, kegagalan dalam pengiriman LNG ini dapat meningkatkan risiko tuntutan hukum dari pihak Gunvor.
Baca Juga: Dapat Perpanjangan Izin Ekspor Kosentrat Tembaga, Ini Kata Bos Amman Mineral Oleh karena itu, William meyakini PGAS akan melakukan penyisihan atas potensi kerugian. Hitungan William,
force majeure terhadap kontrak Gunvor yang sedang berlangsung berpotensi menimbulkan provisi tambahan sekitar US$ 100 juta sampai US$ 240 juta pada kuartal IV-2023. Skenario terburuknya yakni jika PGAS harus menyisihkan provisi US$ 960 juta yang mencakup provisi empat tahun kontrak pengiriman LNG yang dituangkan dalam laporan keuangan tahun ini. William mempertahankan rekomendasi hold saham PGAS namun dengan target harga yang lebih rendah, yakni Rp 1.050 dari sebelumnya Rp 1.400. Saham PGAS diperdagangkan dengan valuasi
price to earnings (PE) ratio 2024 sebesar 4,9 kali, yang dinilai cukup murah.
Baca Juga: PGN Kerek Pemanfaatan Gas Bumi dengan Moda Pipa dan Non Pipa di Wilayah Batam Sementara Felix merekomendasikan buy saham PGAS dengan target harga Rp 1.900. Patut dicermati, harga jual rata-rata alias
average selling price (ASP) PGAS tergantung dari kebijakan pemerintah. Hal ini membuat PGAS tidak dapat memaksimalkan momen kenaikan harga komoditas secara umum. Namun,
outlook positif untuk PGAS didukung oleh peningkatan konsumsi dari industri dan pembangkit listrik, mulai beroperasinya jaringan pipa Blok Rokan dan Gresik-Semarang yang akan meningkatkan volume distribusi gas, serta neraca yang solid. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli