Menakar Dampak Pemotongan Suku Bunga The Fed pada Ekonomi dan Konsumen



KONTAN.CO.ID -  NEW YORK. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) diproyeksi memangkas suku bunga acuan pada hari Rabu. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi tekanan keuangan yang dirasakan konsumen selama dua setengah tahun terakhir, ketika bank sentral berjuang melawan inflasi yang tinggi.

Setelah menaikkan suku bunga sebesar 5,25% dari Maret 2022 hingga Juli 2023, The Fed diperkirakan akan memutuskan penurunan suku bunga sebesar 0,25% menjadi kisaran 5,00%-5,25%, atau penurunan sebesar 0,5% ke kisaran 4,75%-5,00%. 

Hal ini dilakukan untuk mengatasi kekhawatiran tentang penurunan pasar tenaga kerja.


Baca Juga: Bursa Saham AS: Naik Didorong Harapan Potong Suku Bunga The Fed

The Fed diperkirakan akan terus memangkas suku bunga hingga mencapai sekitar 4,5% atau bahkan 4% pada akhir tahun, dengan penurunan lebih lanjut pada tahun 2025. Namun, pembuat kebijakan The Fed tidak memperkirakan suku bunga acuan akan kembali ke level di bawah 2% seperti yang terjadi sebelum tahun 2022.

Meskipun suku bunga acuan yang lebih rendah dapat menyebabkan biaya pinjaman menjadi lebih murah, kenaikan gaji rata-rata saat ini juga lebih cepat dibandingkan kenaikan harga. 

Namun, inflasi yang sudah melambat belum sepenuhnya meredakan dampak kenaikan harga, yang masih terlihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti belanja kebutuhan pokok.

Dampak Pemangkasan Suku Bunga

Kenaikan suku bunga The Fed, yang dimulai setelah lonjakan inflasi, diperkirakan akan memperlambat ekonomi dan menyebabkan hilangnya pekerjaan. Namun, resesi belum terjadi, meskipun inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen telah turun dari 9% pada pertengahan 2022 menjadi 2,5%. 

Tingkat pengangguran, meskipun naik menjadi 4,2%, masih tergolong rendah dalam sejarah.

Baca Juga: Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed Jadi Angin Segar Bagi Saham Bank

Dengan memangkas suku bunga, The Fed berharap dapat menjaga situasi ini. Saat ini, pertumbuhan perekrutan dan upah telah melambat, jumlah lowongan kerja per pekerja berkurang, dan lebih banyak pekerja menerima pekerjaan paruh waktu meskipun menginginkan pekerjaan penuh waktu. 

Editor: Noverius Laoli