KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemilihan presiden Amerika Serikat dinilai akan memberikan sejumlah dampak pada perekonomian Indonesia, mulai dari dampak kinerja ekspor hingga stabilitas kebijakan di beberapa sektor. Kepala Ekonom BCA David Sumual melihat jika Donald Trump yang memenangkan Pemilu AS, maka kebijakan proteksionisme AS mungkin akan berlanjut dan berdampak pada ekspor Indonesia ke AS. Produk RI berisiko terkena tarif lebih tinggi atau pembatasan perdagangan lainnya. "Trump cenderung mendorong produksi dalam negeri AS, jadi sektor seperti tekstil, furnitur, dan elektronik yang diekspor Indonesia bisa terpengaruh," ungkap David kepada Kontan, Senin (4/11).
Baca Juga: Dampak Pemilihan Presiden AS pada Ekonomi Indonesia Dinilai Relatif Minim Menurut David efek tularan dari pengaruh pelemahan permintaan AS ke negara lain bisa berdampak ke ekspor dan rupiah seperti yang pernah terjadi saat perang dagang tahun 2018 hingga 2019. Di sisi lain, jika Kamala Harris yang memenangkan Pemilu AS, maka pendekatan yang lebih terbuka terhadap kerja sama internasional mungkin menjadi prioritas. Terutama dalam isu-isu seperti perubahan iklim dan perjanjian perdagangan multilateral. Hal ini bisa membuka peluang baru bagi produk berkelanjutan dari Indonesia. "Trump atau Harris yang terpilih akan meningkatkan risiko fiskal AS, keduanya ada kemungkinan menambah level utang AS sehingga akan berpengaruh ke
government bond yield Indonesia juga," jelasnya. David juga menyebutkan untung rugi dari terpilihnya presiden AS mendatang. Ia mengatakan jika Trump terpilih, keuntungannya lebih ke stabilitas kebijakan di beberapa sektor yang sesuai dengan kepentingan AS. Misalnya dalam hal investasi energi fosil yang masih menjadi pasar besar. Namun kerugiannya adalah ada risiko pembatasan perdagangan yang lebih besar, serta ketidakpastian dalam hubungan diplomatik yang bisa berimbas pada ketegangan ekonomi. Sementara, jika Harris yang menang keuntungannya mungkin bisa meningkatkan dukungan pada energi terbarukan dan perdagangan yang lebih terbuka. Namun kerugiannya adalah kebijakan lingkungan yang lebih ketat sehingga bisa memperketat persyaratan ekspor Indonesia ke AS. David menilai Indonesia dapat mempertimbangkan produk berkelanjutan seperti minyak sawit yang tersertifikasi, produk olahan laut berkelanjutan, dan hasil hutan yang lebih
sustainable. Hal itu mengingat fokus yang semakin kuat pada aspek keberlanjutan di pasar AS.
Baca Juga: Jajak Pendapat Pemilu AS: Harris Unggul Tipis atas Trump dalam Dua Survei Terbaru AS merupakan pasar utama ekspor udang Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 64,3%. Namun dengan adanya tarif antidumping udang tentu menjadi hambatan yang signifikan bagi ekspor Indonesia dan menurunkan daya saing. Hal ini cukup berdampak pada penurunan nilai ekspor udang Indonesia sebesar -19,8% YoY di tahun 2023, dan berlanjut -8,1% YoY pada Januari hingga September 2024 David mencatat nilai ekspor udang hanya mencapai sekitar US$ 1,19 miliar. Nilai ekspor udang Indonesia ke AS juga turun 9,1% YoY. Kelesuan ini memperkuat tuduhan dumping udang Indonesia.
"Untuk saat ini pemerintah juga masih melakukan koordinasi dengan AS, serta mencoba promosi udang ke pasar potensial non-AS seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan Timur Tengah," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi