Menakar efek aksi ANTM menambah modal



JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) berupaya menggeber beberapa proyek smelter. Untuk mendanai proyek, ANTM segera menerbitkan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). ANTM bisa mengantongi dana maksimal Rp 5,3 triliun dari sini.

Yogie Perdana, analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengatakan, menambah dana dengan rights issue memang menjadi jalan yang lebih baik untuk ANTM dalam mendanai proyek. Pasalnya, tingkat utang ANTM sudah tinggi. Rasio utang yang tinggi ditambah dengan tekanan harga nikel yang merosot mendorong Pefindo menurunkan peringkat utang ANTM dari idA menjadi idA-.

"Dengan rights issue, rasio debt to equity ANTM akan sedikit lebih baik. Tapi rasio debt to EBITDA masih tinggi," ujar Yogie.


Fajar Indra, analis Panin Sekuritas dalam riset 31 Agustus 2015 menyebut, ada beberapa hal yang menjadi tanda tanya soal rights issue. Kisaran harga yang ditetapkan lebih rendah daripada harga penutupan 27 Agustus 2015, satu hari sebelum ANTM mengumumkan rights issue.

"Kami melihat hal itu sebagai bentuk pesimisme akan penyerapan rights oleh investor publik," ujar Fajar. Dia juga menilai, belum ada kepastian rasio HMETD memberi kesan bahwa skema rights issue masih mungkin berubah drastis, setidaknya dua hari sebelum rapat umum pemegang saham pada pekan pertama Oktober 2015.

Kata Yogie, rasio utang ANTM terhadap ekuitas menjadi 0,9 kali usai rights issue. Tapi, rasio utang ANTM terhadap EBITDA masih berpotensi di atas 5 kali. Rasio utang ini terus naik sejak ada larangan ekspor bijih mineral.

Tahun 2012, rasio utang terhadap EBITDA ANTM hanya 3 kali. Tahun 2013 ANTM mulai menarik utang sehingga rasio utang naik menjadi 4,9 kali. Suntikan modal dari pasar ini juga diramal hanya menutup sebagian kecil proyek smelter. ANTM masih harus berutang untuk memenuhi sisa kebutuhan dana.

"Adanya risiko dengan tambahan utang baru dan perlambatan ekonomi, membuat kami memberi outlook negatif," ujar Yogie.

Fajar mengatakan, kenaikan penjualan emas yang ditorehkan ANTM pada semester I 2015 hanya momentum musiman dan sulit terulang di sisa tahun ini. Sementara itu, segmen feronikel ANTM masih merana, mengikuti lemahnya harga nikel internasional.

Hingga semester I 2015, segmen feronikel membukukan kerugian Rp 22,7 miliar. Fajar memperkirakan, pendapatan ANTM tahun ini masih bisa naik menjadi Rp 11,4 triliun dari tahun lalu Rp 9,4 triliun. Namun, ANTM diperkirakan masih merugi Rp 281 miliar, lebih kecil ketimbang kerugian tahun lalu Rp 787 miliar.

Hitungan Fajar, ANTM bisa membukukan laba bersih Rp 399 miliar tahun depan. Lydia J. Toisuta, analis JP Morgan dalam riset 2 September 2015 mengatakan, masih ada dampak negatif dari pembatasan ekspor bijih nikel terhadap bottom line ANTM.

Lydia memberikan rekomendasi underweight dengan target harga Rp 400. Fajar memberi rekomendasi netral dengan target harga Rp 500. Analis Macquarie, Stanley Liong juga memberi rekomendasi netral dengan target harga Rp 500 per saham. Kemarin, harga ANTM turun 0,42% ke Rp 478 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie