Menakar efek aturan margin gas terhadap emiten



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali mengatur tata niaga gas industri. Kali ini melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait margin niaga dan internal rate of return (IRR) transportasi gas. Saat ini draf aturan pembatasan margin transportasi gas ini sudah final dan telah diserahkan ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.

Di dalam draft aturan tersebut, pemerintah akan menetapkan rate of return sebesar 11% dan margin usaha niaga umum sebesar 7%. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Migas, harga gas di hilir bisa mencapai US$ 14 per mmbtu, padahal harga gas di hulu masih di kisaran US$ 6 per mmbtu.

Bagaimana efek peraturan tersebut ke emiten gas, seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Rukun Raharja Tbk (RAJA)?


Analis Binaartha Parama Sekuritas, Reza Priyambada menilai, peraturan pemerintah ini tak terlalu banyak mempengaruhi kinerja emiten produsen gas.

Reza menganggap emiten produsen gas masih bisa memperoleh perbaikan kinerja melalui langkah ekspansi dan memperbesar volume penjualan. Dengan demikian, kinerja emiten tak banyak terganggu. Apalagi jika emiten bisa menambah kontrak baru.

Cuma, Reza beranggapan respons pasar mungkin tidak begitu positif terkait hal tersebut. "Bahkan hal ini bisa menjadi sentimen negatif di pasar," ungkap dia kepada KONTAN, Minggu (15/10).

Menurut Reza, cepat atau lambat saham produsen gas pulih terhadap sentimen negatif ini akan bergantung pada sikap emiten. Maksudnya, hal apa saja yang akan dilakukan manajemen terkait kebijakan pemerintah ini.

Oleh sebab itu, Reza melihat dengan sentimen pemerintah ini, target valuasi emiten juga akan terganggu. Dus, Reza menyarankan pelaku pasar menghindari dulu saham produsen gas hingga emiten tersebut memberikan keterangan untuk merespons kebijakan pembatasan margin transportasi gas.

Reza menyarankan hold terlebih dahulu PGAS dengan target Rp 1.400 per saham, hingga emiten ini memberikan tanggapan yang diharapkan bisa mendatangkan sentimen positif.

Bangun infrastruktur

Sementara analis Royal Investium Sekuritas Wijen Ponthus berpendapat, perusahaan gas akan diuntungkan dalam jangka panjang dengan kebijakan tersebut. Hal itu karena beleid ini bisa memangkas biaya distribusi melalui trader.

Menurut Wijen, midstream menyumbang biaya cukup besar untuk biaya gas. Masalahnya, emiten produsen gas belum siap dengan infrastrukturnya. Sehingga dalam masa yang akan datang, emiten-emiten ini harus mempersiapkan belanja modal untuk membangun infrastruktur. "Berita baiknya, emiten dipaksa untuk membangun infrastruktur sehingga ke depannya industri gas akan lebih efisien," ungkap Wijen, kemarin.

Dengan adanya kebijakan ini, Wijen melihat dalam jangka pendek saham emiten produsen gas akan mengalami tekanan, meskipun tekanan tersebut akan sangat terbatas lantaran saham emiten gas terutama PGAS sudah tertekan dan merosot terlebih dahulu.

Bahkan, Wijen merekomendasikan buy on weakness untuk PGAS karena kebijakan tersebut dinilai akan positif bagi emiten ini dalam jangka panjang. Target harganya Rp 1.900 dan Rp 2.100 per saham untuk satu bulan yang akan datang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini