Menakar Efek Fluktuasi Harga Komoditas Bagi Saham Batubara, Nikel, Minyak, Hingga CPO



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar komoditas masih dibayangi dengan perlambatan ekonomi global. Kondisi ini bisa memangkas permintaan dan memengaruhi tingkat harga berbagai komoditas tambang dan energi maupun pertanian dan pangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menaruh perhatian pada situasi ini. Merujuk pemberitaan Kontan.co.id, bendahara negara Indonesia itu menyoroti beberapa harga komoditas yang sejak awal tahun (year to date) mengalami tren pelemahan, seperti harga batubara dan gas alam.

Selain itu, harga gandum dan kedelai mengalami kontraksi secara year to date. Sedangkan harga Crude Palm Oil (CPO) cenderung menguat tipis, dan harga minyak mentah naik tersulut ketegangan geopolitik di Timur Tengah.


Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani memprediksi harga mayoritas komoditas cenderung akan bergerak flat atau sideways pada tahun 2024. Situasi ini disebabkan oleh ekspektasi perlambatan ekonomi global, serta dampak dari suku bunga tinggi dalam waktu yang cukup lama.

"Inflasi juga masih gigih di beberapa negara ekonomi besar dan ada tensi geopolitik yang makin memburuk sehingga membuat disrupsi perdagangan global," terang Arjun kepada Kontan.co.id, Jumat (23/2).

Baca Juga: Laba Bersih Tumbuh 38%, Begini Kata Astra Otoparts (AUTO)

Outlook perlambatan ekonomi di beberapa negara maju turut menjadi faktor penting. Terutama di China yang merupakan salah satu konsumen terbesar bagi komoditas tambang & energi maupun non-tambang. Namun dalam jangka pendek harga minyak mentah masih berpotensi terdongkrak akibat konflik di Laut Merah.

Research Analyst Phintraco Sekuritas, Nurwachidah mengamini komoditas energi berpotensi tertekan, mengingat kebutuhan terhadap gas alam cenderung turun seiring selesainya musim dingin di Eropa. Kondisi ekonomi China serta indeks manufaktur di beberapa negara maju Eropa dan Jepang yang tertekan bakal memengaruhi permintaan terhadap komoditas tambang, batubara, hingga CPO.

Di sisi lain, Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menyoroti harga nikel yang dalam beberapa pekan mendatang berpeluang terpapar sentimen positif dari rencana Amerika Serikat mengenakan sanksi perdagangan mineral Rusia. Hal ini berpotensi mengurangi sentimen negatif akibat oversupply di pasar global.

Sementara harga minyak masih ditopang oleh tingginya tensi geopolitik di Timur Tengah. Felix pun mengingatkan, pergerakan harga komoditas akan membawa sentimen terhadap harga saham emiten terkait, setidaknya dalam prospek jangka pendek.

Baca Juga: Melirik Saham-Saham Defensif yang Jadi Incaran Investor, Cermati Saham Berikut

Hanya saja, Head of Research Mega Capital Sekuritas (InvestasiKu) Cheril Tanuwijaya memberikan catatan bahwa fluktuasi harga komoditas membawa sentimen yang bervariasi terhadap kinerja emiten. Bagi emiten produsen komoditas, kenaikan harga akan berdampak positif pada kinerja maupun sahamnya, begitu juga sebaliknya.

Sedangkan bagi emiten yang menggunakan komoditas sebagai bahan baku atau penunjang produksi, penurunan harga justru menguntungkan karena bisa menekan biaya operasional. Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada mengamati biasanya pelaku pasar akan mencermati momentum fluktuasi harga komoditas untuk in atau out pada saham-saham terkait.

Dengan asumsi resesi global bisa selesai pada kuartal II atau kuartal III tahun ini, Reza memperkirakan harga komoditas dapat kembali stabil. Sehingga prospek harga saham emiten tambang, batubara maupun minyak dan gas bisa membaik, sepanjang tidak ada berita negatif dari internal emiten.

Baca Juga: Harga Batubara Merangkak Naik, Analis Beberkan Pemicunya

Rekomendasi Saham

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer memandang pelaku pasar juga telah merespons fluktuasi harga komoditas ini. Tampak dari indeks saham sektor energi yang hanya naik tipis 0,11% secara year to date. Sedangkan indeks sektor barang baku (basic materials) yang banyak diisi oleh saham tambang logam-mineral, mengalami minus 4,56%.

Pelaku pasar pun perlu selektif memilah saham-saham di sektor ini. Jika emiten punya prospek menarik, investor bisa memanfaatkan momentum koreksi untuk buy on weakness (BoW). Miftahul memilih PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) untuk BoW pada area Rp 2.300 dengan target harga di Rp 2.800-Rp 2.910.

Nurwachidah menyarankan untuk memilah saham-saham komoditas yang masih lebih murah dibandingkan peers-nya. Dia mencontohkan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) di saham CPO dan  PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) pada saham batubara. Dengan potensi fair value masing-masing di level harga Rp 1.173 dan Rp 3.031 per saham.

Baca Juga: IHSG Melemah ke 7.295 Hari Ini (23/2), Net Sell Asing Tembus Rp 1,05 Triliun

Selain itu, Nurwachidah merekomendasikan saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Smart Tbk (SMAR), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT) di segmen CPO. Kemudian saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Harum Energy Tbk (HRUM) pada batubara.

Sedangkan Cheril lebih melirik saham emiten yang diuntungkan dari penurunan harga komoditas, yakni di sektor barang konsumsi (consumer). Saham pilihannya adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR).

Selain itu, bisa pertimbangkan trading saham minyak dan gas seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Elnusa Tbk (ELSA). Sementara Reza menyodorkan saham ADRO, ITMG, MEDC, PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).

Rekomendasi lainnya, Felix mengunggulkan saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) dengan target harga Rp 1.300, serta MEDC target harga di Rp 1.700. Sedangkan Arjun menyarankan untuk menjauhi dulu saham komoditas selama outlook industrinya tidak kondusif.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati