Menakar efek penurunan BI rate ke saham perbankan



JAKARTA. Setelah Bank Indonesia (BI) memangkas bunga acuan (BI rate) menjadi 7,5%, minggu kemaren Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil bos empat bank BUMN ke Istana Negara. Intinya, Presiden meminta bankir menurunkan bunga kredit. Empat bank BUMN tersebut adalah PT Bank Mandiri, Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara, Tbk (BBTN).

Presiden memilih memanggil keempat bank tersebut karena mereka adalah penggerak suku bunga kredit di pasar. Keempatnya menguasai 36,2% dari total kredit perbankan nasional. Dus, jika keempat bank BUMN itu memangkas bunga kredit, bank lain diharap segera mengikuti.

Meski orang nomor satu di negeri ini telah memerintahkan penurunan suku bunga, namun para bankir masih berhitung. Bahkan, bank BUMN belum berencana menurunkan bunga kredit. Argumen mereka, bank butuh waktu menunggu bunga simpanan mengikuti penurunan BI rate.


Menurut Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra, dalam jangka pendek, laba bank bisa turun. Zabrina Raissa, Analis MNC Securities, mengatakan, cost of fund bank bisa turun karena bunga deposito turun seiring penurunan BI rate. Tapi penurunan baru dilakukan tiga bulan kemudian.

"Mereka menurunkan bunga deposito dulu baru bunga kredit," ujar Zabrina. Jika bank menurunkan bunga kredit lebih dulu, maka net interest margin (NIM) akan turun.

Analis Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja masih yakin, di tahun ini rata-rata NIM bank 6,71%, naik dibandingkan 6,67% di 2014. Ini karena kredit tumbuh, sementara cost of fund rendah. Tjandra memproyeksikan, penurunan suku bunga kredit direspons cepat di segmen konsumer. "Khususnya kredit kepemilikan rumah (KPR)," terang dia.

Maklum kompetisi di segmen ini paling sengit. Dia memperkirakan, bank bisa menurunkan bunga KPR 25 basis poin. Aditya dan Zabrina memproyeksikan, penyaluran kredit empat bank BUMN tumbuh 15%-17% tahun ini, efek penurunan BI rate.

Selain itu, rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) emiten bank juga bisa menurun. Para analis menilai, prospek perbankan tahun ini masih positif karena kebijakan pemerintah menggenjot infrastruktur. Ini bisa menjadi sumber penyaluran kredit. Selain itu, ketahanan modal emiten bank cukup kuat dibandingkan negara ASEAN lain.

Tapi emiten bank akan berhadapan pada ketatnya likuiditas alias loan to deposit (LDR). Tjandra masih merekomendasikan netral untuk saham perbankan. Sementara Aditya merekomendasikan buy untuk keempat bank BUMN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa